21

3.7K 664 54
                                    

Kangen nggak?

Happy reading!
.
.

"There you are, Livia Octavira!"

Via menoleh ke arah sumber suara, yaitu dari arah pintu masuk. Leo. Dia datang di saat yang tepat, ketika Via mulai kesulitan bicara lebih jauh soal hubungannya dengan Dimas.

Lebih tepatnya, membalas pertanyaan Bian yang seolah memojokkan dirinya.

"Oh," Via menyapa dengan cuek tanpa melihat sosok yang datang. "Cepat juga mencari tempat ini."

"Leo." Nama itu membuat Via menoleh, menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Bian. Laki-laki itu bahkan berdiri untuk menyambut Leo, yang menghampiri Via dengan langkah tergesa.

"Kamu," Leo mengabaikan sapaan Bian. Leo menahan amarah yang ingin dia luapkan pada adiknya, yang lama tidak dia jumpai. "Are you happy after toying me around, Livia?"

"Baru juga sekali ini iseng. Ini sih tidak ada apa-apanya dengan yang pernah aku dapatkan dari kakak." Jawab Via tidak peduli. "Kalau sudah puas lihat wajah aku, silakan pulang. Aku tidak akan pulang ke rumah, apa pun yang terjadi."

Leo tidak membalas. Dia memalingkan wajahnya dengan wajah masam. Bian memperhatikan interaksi keduanya, lalu menghela napas.

"Begini kah cara kalian saling melepas rindu sebagai kakak dan adik?" Gumam Bian sinis, "luar biasa."

"Masih mending, Bi. Biasanya dia sama sekali tidak mau membalas ucapan gue." Jawab Leo setengah mengeluh. "Sejak dia menetap di Jakarta, gue sama sekali tidak pernah bicara layaknya kakak pada adik yang memiliki hubungan harmonis dengan Via."

Sok perhatian. Via bergumam sinis dalam hati.

"Huh," Via lantas menatap Bian, heran. "Saling kenal ternyata. Mengesankan." Via tidak menyangka kalau Bian

"Tentu saja. Kami kan sudah saling mengenal dari sekolah menengah atas."

Jawaban Bian membuat Via terkaget. "Kamu? Temennya??" Via bertanya sambil menunjuk Leo dengan agresif.

"Kamu tadi tanya siapa pemilik Oasis kan? Dia, kakakmu ini, yang membeli franchise ini dari Dennis." Jawab Bian. "Dia pemilik sebenarnya, bukan aku."

Via kehilangan kata untuk menyanggah. "Ta-tapi, kamu..."

"Aku hanya pemilik tempat yang berbaik hati menyewakan ruang yang kosong untuk dijadikan tempat bisnis." Bian melanjutkan tanpa diminta.

Via terperangah. Kakaknya? Pemilik dari Oasis?

"Jangan bercanda! Dia mana mungkin punya tempat--"

"Masbos Leo," salah satu pramusaji yang tadi melayani. "Tumben datang tanpa bilang-bilang dulu."

Interaksi itu membuat Via melongo. Apalagi melihat pramusaji itu tampak begitu menghormati Leo.

"Ah, ini juga mendadak." Jawab Leo, "adikku ternyata datang ke sini untuk menengok bisnis baruku."

Dia tidak percaya mendengar Leo bermulut manis. "Siapa juga yang berniat menengok," gumamnya pelan.

Via tidak pernah berniat kemari sekadar menengok keluarganya yang telah menyakiti kepercayaannya.

***

"Pokoknya aku nggak berniat pulang ke rumah! End of discussion."

Obrolan kakak-adik yang lama tidak berjumpa itu malah semakin pelik. Via menolak mentah-mentah saran kakaknya untuk ikut pulang ke rumah neneknya.

Ralat, kini rumah itu menjadi milik ibunya dan Leo, yang tinggal di sana. Sejak nenek tiada, Ibu dan Leo tinggal di sana.

FLAW(LESS)Where stories live. Discover now