13

3.4K 582 20
                                    

Terima kasih untuk komentar pada bab sebelumnya!

Ternyata banyak banget yang benci Dinara dan Oji. Yang greget sama Via juga ada :')

Jujur, aku nggak nyangka sama komentar bab sebelumnya. Tiba-tiba membludak. Aku terharu karena baru kali ini banyak yang komen di hari aku posting cerita 😭😭

Selamat membaca semuanya. Semoga kali ini kalian tidak emosi bacanya :')
.
.

"Penumpang yang kami hormati, sesaat lagi Mutiara Selatan akan berhenti di Stasiun Bandung. Bagi penumpang yang akan berhenti di Stasiun Bandung, dimohon untuk mempersiapkan diri. Periksa kembali barang bawaan Anda, jangan sampai ada yang tertinggal atau tertukar."

Via menghabiskan waktu kurang lebih tiga jam di gerbong makan sambil menuntaskan pekerjaannya yang dipindahtugaskan ke Sasi, sebagai penggantinya di Jakarta. Via telah memindahkan sisa pekerjaannya di GDrive yang tersambung dengan Sasi, Revan, dan Haifa. Dia mungkin tidak setiap saat memantau pekerjaan timnya, tapi Sasi memintanya untuk tetap mengontrol kinerja mereka bertiga dari jauh.

Ponselnya kembali berbunyi. Sejak tadi, dia tidak dapat menerima panggilan Sasi dengan baik karena sinyal yang kurang stabil.

"Halo."

"Mbak Via, aku udah terima pekerjaan dari Mbak. Tapi—"

"Aku rasa kamu tidak perlu melapor lagi, Si. Tiga bulan—mungkin lebih, kamu akan jadi team leader menggantikan aku. Kalau kinerja kamu bagus, kamu bisa tetap mempertahankan posisi itu bahkan menggeserku."

"Mbak Via, aku benar-benar nggak enak untuk gantiin Mbak begini."

Via mengambil nafas, "Jangan ngerasa bersalah begitu, Si. Kamu layak untuk posisi itu." Via tersenyum getir saat berkata, "Jadi bagaimana? Duduk di kursi aku pastinya bikin pantat kamu nggak pegel kan, Si?"

"Mbaak," Sasi merajuk. Nada suaranya seperti menahan tangis, "Baru beberapa jam Mbak nggak ada, aku malah kangen sama Mbak. Revan sama Haifa juga."

"Mbak Viaaa! Hati-hati di Jogja ya."

"Anggap aja liburan Mbak!"

Via tersenyum getir ketika Revan dan Haifa bersahutan menanggapinya.

"Revan, Haifa, jangan lupa kerja! Jangan pacaran mulu! Inget kerjaan!"

Terdengar Revan dan Haifa sama-sama tertawa canggung. Ada kesan tidak enak dibalik tawa mereka itu. Via buru-buru menambahkan.

"Udah, kalian jangan khawatir. Tiga bulan doang kok. Anggap aja, kalian nggak ketemu pimpinan galak lagi yang hobinya ngulang kerjaan yang udah kelar. Sasi bisa dipercaya kok. Dia bisa lead kalian lebih baik dari gue. Lagi pula, gue..." Via mengambil nafas, "memang harus pergi kok. Jangan mikir ini karena kalian, makanya gue dikirm ke Jogja."

"Maafin kami ya, Mbak Via," Haifa kembali meminta maaf dengan suara lirih setelah terdiam sebentar.

Via berusaha untuk mengontrol emosinya agar mampu bicara tanpa menangis, "It's okay. Akupun harusnya minta maaf sama kalian karena nggak pernah jujur soal hubunganku dan Dimas dulu."

"Mbak, Mbak nggak perlu minta maaf kok. Kami paham kenapa Mbak nggak pernah cerita soal hubungan Mbak dengan Mas Dimas." Sahut Sasi dengan tenang.

"Mbak juga pastinya nggak mau pekerjaan dicampur aduk sama hubungan personal," sahut Revan menambahkan. "Semangat Mbak Via. Aku nggak akan keluar sebelum Mbak Via kembali ke Headquarter."

Via tersenyum mendengar respon Revan. "Maafin ya, Van, Fa, Si. Aku bukan pemimpin yang baik buat kalian."

"Mbak merendah untuk meninggi ya?" sahut Sasi. "Mbak tuh pemimpin yang baik kok. Mbak udah didik aku menjadi lebih baik dalam bekerja. Aku banyak belajar dari Mbak Via."

FLAW(LESS)Where stories live. Discover now