[52] Bismillah

23 6 6
                                    

.

.

.

Dan dia berencana untuk ke rumah sakit, sore nanti.

————————————————








"Pak, Kirana mau pergi dulu ya, bentar," pamit Kirana pada bapaknya yang sedang meracik makanan untuk Jalu si kesayangan.

Masih pada ingat Jalu kagak, kalian?

Ayyub menoleh sebentar, menghentikan kegiatan racik meracik. "Mau kemana? Sore-sore, cah wadon kok sobo!" katanya kesal, lalu lanjut meracik.

[Translate : sore-sore, anak perempuan kok kelayapan]

Anaknya cemberut, "ih, ora dewekan kok! Aku sama Sean. Ada tugas, kalo ngerjainnya gak sekarang gak bakalan selesai. Soalnya Sean nanti malam ada perlu, terus tadi juga matkul kita jamnya beda," elak Kirana.

[Translate : ih, gak sendirian kok!]

"Nyenyenye." Putrinya jika memang soal membuat alasan selalu paling masuk akal. Namanya juga anak ibunya.

"Pulang jam berapa? Jam delapan harus udah pulang! Kalo minta uang di saku baju koko yang tadi bapak pake."

Kirana full senyum. Ini yang dia suka dari bapaknya, gak pernah pelit soal uang kecuali kalo emang benar-benar masih sedikit. Prinsipnya tuh; uang bisa dicari, tapi urusan mangan kudu tetep saiki.

Kalo ditanya alasan prinsipnya gitu, ya dia jawab, "ya gimana mau cari uang kalo perutnya laper?"

Wah, bijak.

"Oke Pak! Salim nya gak usah ya, tangan bapak masih kotor. Kirana pergi dulu, assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalam!"









Sekitar setengah jam, Kirana baru sampai di rumah sakit. Begitu sampai dia langsung cepat-cepat ke meja resepsionis dan menanyakan nama ruangan dimana kemarin dia dirawat.

Setelahnya, Kirana langsung berlari menuju ruang VIP 9. Sean berusaha menyamakan kecepatan berlarinya walaupun yah, dia ngos-ngosan.

Begitu pintu kamar dibuka, kosong.

Ruangan ini ternyata sudah tidak ditempati sejak pagi tadi. Itu kata dokter yang baru saja keluar dari kamar VIP 8.

Kirana terduduk lemas di kursi panjang. Jantungnya berdetak lebih kencang. Karena sehabis berlari, juga karena baru saja mendapatkan kenyataan yang membuat hatinya sesak.

Sean turut sedih melihatnya. Dia duduk disamping Kirana. Tangan kanannya merogoh saku celana, dan mengeluarkan sebuah kertas yang dilipat menjadi kecil.

"Maaf, sebenarnya gue udah tau kalo Juan udah pulang pagi tadi. Karena gue juga yang bantu Riki beres-beres barangnya Juan. Dia nitip ini buat lo. Katanya, dibaca pas malam aja. Sekarang, ayo pulang. Gue ada perlu malam nanti."

Deg!

"Lo mau kemana?"

Sean berdiri, mengedikkan bahu. "Gatau, acara keluarga, maybe?"









***

Semenjak Isya tadi, Kirana overthinking karena ucapan Sean yang katanya ada perlu malam ini. Padahal itu yang dia ucapkan pada bapaknya tadi. Sungguh, untuk alasan itu, dia hanya bohongan. Sean mana mau keluar malam-malam. Cowok itu, pasti menghabiskan malamnya untuk rutinan skincare dan nonton drakor.

Tapi ini, dia mau kemana?

Menuruti pesan Jaka, setelah selesai bersih-bersih sebelum tidur, Kirana mengambil kertas yang diberikan Sean sore tadi dari atas meja belajar. Hatinya dagdigdurser mengira-ngira apa isi dari surat tersebut.

Diawali dengan bismilah dan al-fatihah, Kirana membuka lipatan kertas itu dan mulai membacanya pelan-pelan.

Diawali bismillah dan al-fatihah, diakhiri dengan tangisan.









***
Siapa yang udah su'udzon sama kalimat ku kemarin tentang umur gaada yang tau?

Gak ada yang kenapa-napa kok bree, cuma kan ya gitu. Nyesel aja, gatau kalo Jaka nya udh pergi dari pagi. Seandainya siang itu Kirana langsung gece ke RS, pasti masih bisa ngikutin kemana kiranya Jaka pergi.

Tapi ya, nasi udah mateng. Gak bisa jadi beras lagi. Bisanya nasi aking, mau?

Makanya, kalo ada apa-apa tuh, langsung bilang. Biar belakangnya nasinya gak jadi nasi aking.

Oke, intinya jangan lupa bahagia, dan sehat selalu!

Dadah!

Pangeran Domba || [Yang Jungwon]Where stories live. Discover now