2. MAURA DINTA MARTADINATA

5.6K 288 2
                                    

~

Bernapaslah, selagi kesedihan belum sempat menyentuh kebahagiaanmu


~

Gadis cantik itu melangkahkan kaki jenjangnya memasuki bangunan bernuasa putih dengan aksen emas di beberapa sisi.

Rumah dimana kehidupan pahitnya berjalan selama sebelas tahun sebelum ia berangkat ke Paris untuk menenangkan diri sepuluh tahun yang lalu.

Kediaman Martadinata. Jangan tanya soal kehangatan didalamnya.

Pandangan Maura tertuju pada pria paruh baya yang sedang duduk bersandar di sofa sambil menyilangkan salah satu kakinya, membaca beberapa lembar kertas dengan posisi kacamata sedikit turun menggantung di ujung hidungnya. Rambutnya sedikit memutih , beberapa helai rambutnya terjatuh menutupi dahi tapi tetap tidak mengurangi aura tegas dalam diri pria itu.

Tidak ada yang berubah. Masih tetap sama, pria itu masih saja bersikap dingin dan tidak menganggapnya ada. Tapi setidaknya Maura tetap menampilkan senyum terbaiknya meskipun tidak ada senyuman yang menyambutnya.

Maura bergerak mendekat ke pria paruh baya itu.

"Selamat malam Tuan Haris Martadinata" sapanya dengan senyum yang ia buat sebahagia mungkin. Pria itu adalah ayah kandung Maura . Menyadari pergerakan Maura, Haris bangkit dari duduknya lalu melangkahkan kakinya beranjak dari sofa.

"Ayah" suara Maura menghentikan langkah Haris.

"Apa sepuluh tahun belum cukup?" tanya Maura parau dengan nada sedikit meninggi

"Sampai kapan ayah melakukan ini, apa benar aku bukan anak kandungmu?" lanjut Maura, dengan lirih, air matanya sudah menumpuk dipelupuk matanya. Haris hanya mendengarkannya lalu meninggalkannya tanpa sepatah kata pun.

Setelah Haris menghilang dari pandangannya, Maura merasakan telapak tangan menyentuh bahunya "Non Maura sudah pulang, kok gak kasih kabar bibi non? Bibi kan bisa nyiapin makanan kesukaan non Maura, bibi anter ke kamar ya non" Bik Surti merangkul bahu ringkih Maura, dan membawanya ke kamar.

Maura hanya mengikuti arahan Bik Surti tanpa menyanyakan atau menanggapi apapun.

Maura sudah menganggap Bik Surti seperti ibunya sendiri, Bik Surti menyayangi Maura seperti anaknya sendiri, Bik Surti tau seberapa penderitaan Maura selama ini , karna dia sudah bekerja dikeluarga Martadinata sejak orang tua Maura menikah.

Bik Surti sangat merindukan Maura, sudah sepuluh tahun Tuan Putri Martadinata ini tidak pulang, sekarang dia kembali menjadi gadis yang sangat cantik dan begitu menawan .

Flashback on

Kota romantis, semua orang menganggap kota ini romantis, tapi tidak bagi Maura, kota ini menjadi saksi bisu perkembangan Maura, dari gadis lemah tidak berdaya menjadi gadis yang sangat kuat. Kota Paris.

Maura benci hidupnya, ia tidak tau apa kesalahannya, ia bukan pembunuh, tapi orang itu menganggapnya pembunuh. Haris Martadinata, ayah kandungnya.

Ia berjalan seorang diri, jalanan lebih lenggang dan sepi dari biasanya. Kota ini dulu kota asing baginya, tapi kota inilah yang mengajarkannya kejamnya hidup dan sulitnya bertahan hidup seorang diri disaat semua tidak mengharapkannya.

Ia merapatkan jaket yang dikenakannya, tubuhnya kebas, tak lagi merasakan apapun bahkan dinginnya udara malam yang berhembus tidak lagi ia rasakan . Sepertinya sarafnya tak lagi berfungsi, jangankan berjalan, untuk melihat saja ia tak mampu, bayangannya kabur penuh air mata. Telinganya seakan menuli, ia tidak bisa merasakan apapun , kecuali rasa sakit dihatinya. Hanya itu yang bisa ia rasakan saat ini, dunianya seakan runtuh dan hatinya terasa hampa.

WEKKERWhere stories live. Discover now