14. ARSEN FERNANDEZ GUSTAVO (1)

4.2K 105 17
                                    

~

Keluarga. Satu kata dengan kekuatan yang lebih dari milyaran kata di dunia

~

"Arseennnn" suara Mama memenuhi pendengaranku , membuatku seketika membuka mata karena terkejut.

"Iyaaa, Ma. Arsen udah bangun" kataku lirih sambil mengumpulkan segenap nyawaku.

"Jadi ke pantai gak? Katanya mau lihat sunset " ujar Mama mengingatkanku pada tujuanku datang ke Bali. Karena menurut berbagai artikel yang aku baca, Bali merupakan salah satu tempat yang memiliki sunset terindah.

"Iya, Ma. Lima menit lagi Arsen siap" teriakku pada Mama yang masih berada dibalik pintu.

"Yauda, Mama tunggu dibawah ya" kata Mama sebelum menjauh dari kamarku.

Tak perlu waktu lama untukku bersiap-siap, hanya mengenakan kaos berwarna pink dan boxer bermotif bunga - bunga, mencuci mukaku sekilas, kemudian menyisir asal rambutku dengan jari tangan. Selesai, aku sudah siap.

Aku memang sedikit menyukai warna pink , hanya sedikit. Itu karena Mama yang membuatku terpaksa menyukainya dengan membelikan mayoritas baju untukku berwarna pink.

Mama memang sangat menyukai warna pink. Karena menurut yang aku dengar dari Papa, dulunya Mama menginginkan anak perempuan, tapi ternyata anak laki - laki yang terlahir, dan sayangnya itu aku.

Tapi yasudalah mau bagaimana lagi, yang penting meski begitu kedua orang tuaku sangat mencintaiku. Karena memang hanya akulah satu - satunya putra mereka.

Dan soal boxer bunga - bunga, itu juga Mama yang membelikannya dipinggir jalan saat perjalanan ke villa dengan alasan tidak ada boxer yang bermotif lain.

Mama juga beralasan malas membongkar koperku hanya untuk mengambil celana pendek, jadi menyuruhku memakai boxer bunga - bunga itu untuk sementara. Jadi apa boleh buat, toh hanya itu yang tersedia di lemariku saat ini. Mama memang selalu menyiapkan segala kebutuhanku, dari makanan, baju, apapun kebutuhanku.

Sebenarnya aku juga bisa menyiapkan kebutuhanku sendiri, tapi Mama menolak dan menyuruhku membiarkannya menyiapkan kebutuhanku. Tapi aku senang karena tidak perlu repot - repot menyiapkan keperluan, menata kamarku, atau mencari sesuatu yang kubutuhkan, karena Mama selalu ada untukku. Tapi jangan salah, meskipun begitu, aku tidak termasuk dalam kategori anak manja.

"Yeayyyy" ujarku berteriak semangat sambil berlari kecil mendahului kedua orang tuaku.

"Jangan lari - lari Arsen, nanti jatuh" suara Mama dibelakang memperingatkanku. Aku tak menghiraukannya.

Aku terus berlari ke pantai. Aku beruntung karena Papa memilih villa yang tepat berada di pinggir pantai, karena Papa tahu benar apa yang aku suka. Papa memang selalu memanjakanku dan memberikan segala yang kuinginkan, berbeda dengan Mama yang selalu meneriakkiku dan mengomel saat ada kesempatan. Fiuhh aku memang sedikit sebal kalau Mama sedang mengomel, tapi entah kenapa aku tidak bisa jauh dari Mama meskipun berulang kali mendengar omelannya, rasanya sehari tanpa mendengar Mama mengomel seperti air laut terasa tawar, seperti superman tanpa celana dalam, atau seperti hidung tanpa upil. Aneh seperti ada yang hilang.

Aku sangat teramat menyayangi Mama. Aku juga sangat menyayangi Papa , tapi Mama masih tetap nomor satu, yah meskipun cerewetnya membuatku seringkali kesal.

Pagi itu kami baru saja tiba di Bali. Aku tahu orang tuaku pasti merasa lelah, tapi karena setiap malam sebelum berangkat, aku selalu merengek ingin melihat sunset di Bali. Jadi mau tidak mau, mereka menemaniku hari itu juga. Padahal aku juga tidak memaksa mereka menemaniku, mungkin karena mereka takut , anak mereka yang terlalu tampan hilang ditengah ombak, diculik atau kesasar. Entahlah

WEKKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang