35. SEMPURNA

858 40 3
                                    

~

Keluarga bukan hanya sebuah rumah untuk pulang
Juga bukan sekedar tempat untuk berlindung dari segala problematika yang ada
Keluarga adalah segalanya

~

#Play musik sebelum baca yahh…

Sang surya kembali menampakkan diri dengan keagungannya. Aroma sejuk butiran embun yang menggantung diujung dedaunan semakin menyempurnakan suasana pagi ini.

Rafa dengan polosnya mematuhi perintah Alvano untuk tak bersuara. Like father like son, Rafa pun mengikuti gerak – gerik Alvano, berbaring dengan posisi miring menopang kepalanya dengan tangan kiri.

Sepasang mata indah yang sejak dua jam lalu  mereka tatap tak kunjung terbuka.
Sebelumnya Rafa sempat bingung dengan kehadiran Maura, selama 3 tahun ini, Rafa tidak pernah bertemu dengan Maura.

Ia tidak mengenal sosok Maura, ibunya.
Alvano selama ini hanya mengenalkan arti sosok ibu secara umum untuk anak seusianya tanpa memberikan gambaran fisik padanya, mungkin tidak sepenuhnya kesalahan Alvano. Karena menurutnya, belum saatnya Rafa untuk mengetahui kenyataan yang begitu rumit, toh Rafa masih terlalu belia untuk mengetahui semuanya.
Hingga kata ‘tante’ muncul dari bibir mungilnya saat kali pertama bertemu dengan Maura. Beberapa detik setelah mendengar kata itu terucap dari bibir Rafa, Maura sempat tertegun. Hanya beberapa saat, sebelum ia memaksakan sebuah senyuman terukir dibibirnya.

Saat itu lagi – lagi Alvano merasa bersalah, putranya tidak mengenal Maura, sosok ibu yang selama ini berjuang untuknya. Alvano tahu Maura sedih dan kecewa saat itu. Wajar saja, semua ibu juga akan merasakan hal yang sama dengannya saat buah hati yang selama 9 bulan bersatu dengan tubuhnya tidak mengenalinya.

Maura berusaha terlihat baik-baik saja dan memulai perannya sebagai seorang ‘tante’ yang Rafa kenal.

Alvano tidak bisa melakukan apapun saat itu. Menjelaskan yang sebenarnya tentang Maura pada Rafa pun tidak mungkin, putranya akan sulit menerima kebenaran yang terlalu tiba-tiba untuknya. Semua akan percuma, dan mungkin akan menimbulkan masalah baru.

Membutuhkan proses dan waktu untuk memulai semuanya dari awal. Maura tidak keberatan untuk itu. Perlahan semuanya akan kembali seperti semula, cepat atau lambat putranya akan mengenalinya. Maura yakin, ikatan batin antara ibu dan anak tidak akan berubah tidak peduli seberapa kuat jarak yang telah memisahkannya.
Maura hanya perlu bersabar sampai waktunya tiba.

“Mamaaaaaaaaaaaa” teriak Rafa dengan suara menggemaskannya saat kelopak mata Maura perlahan terbuka. Maura tersenyum sendu, bukankah kebahagiaan tak ternilai bagi seorang ibu adalah saat anaknya memanggilnya dengan kata itu?

Tanpa sadar cairan bening merembes diujung matanya, haru yang begitu dalam. Kebahagiaan yang tak pernah ia bayangkan akan seindah ini. Melihat suami dan putra kecilnya memberikan senyuman tepat setelah ia membuka mata, dua orang yang lebih dari segalanya. Maura benar-benar bersyukur karena Tuhan telah memberinya kesempatan untuk kembali membuka mata, mengizinkannya untuk tetap berada disamping orang – orang yang ia cintai.

Takut.

Maura sangat takut saat kematian benar – benar menghampirinya. Bukan takut karena ia harus meninggalkan dunia ini. Melainkan takut karena harus berpisah dengan orang-orang yang begitu berarti untuknya, meninggalkan tanggung jawab dan kewajibannya sebagai seorang ibu dan istri untuk anak dan suaminya.

WEKKERWhere stories live. Discover now