#Prologue

62.6K 4.2K 227
                                    

[ Lost In Seoul | Prologue ]

Jemari kurus milik gadis berusia delapan belas tahun itu terus-terusan bergerak tanpa henti selagi menghitung uang tabungan yang selama ini telah ia kumpulkan. Matanya berbinar-binar kala bibirnya terus berucap secara perlahan sembari menyebutkan nominal yang telah ia hitung.

"Dua juta won!" pekiknya kelewat bahagia, ia kemudian memasukkan uang yang sudah masing-masing ia rekatkan ke dalam tas selempang miliknya.

Namanya Melissa Lynn dan ia sudah selesai menghitung uang cash yang baru saja ia tukarkan di money changer dekat rumahnya.

"Itu kalo dirupiahin berapa?" tanya Dindha, Mama Melissa yang sedaritadi menatapi anak gadisnya dengan mata yang tak kalah berbinar dari milik Melissa.

Melissa terlihat menimang-nimang sesaat sebelum menjawab pertanyaan Mama Melissa, menghitung kira-kira berapa jumlah uang yang sudah ia tukarkan tadi. "Dua puluh dua juta?" jawab Melissa yang malah terkesan seperti sebuah pertanyaan.

Mata Dindha menyipit. "Bukannya kamu cuman punya uang dua puluh lima juta? Terus sisanya tinggal tiga juta dong?"

Melissa menganggukkan kepalanya. Tangannya menutup resleting tas miliknya dan beralih untuk duduk di samping sang Ibu dan bersandar pada bahunya.

"Tenang aja, Mah," kata Melissa, berusaha untuk menenangkan perasaan Dindha. "Tiap bulan nanti kan ada uang hasil penjualan novel yang masuk."

Dindha menatap anaknya dengan pandangan sedih. Seandainya ia bisa lebih membantu soal biaya sekolah anaknya ini, pasti Melissa tidak perlu repot-repot bekerja setahun belakangan dan mengumpulkan uangnya untuk biaya kuliah.

"Emangnya segitu cukup?" tanya Dindha dengan nada khawatir.

Melissa tersenyum mendengar perkataan yang Ibunya lontarkan. "Cukup kok, Ma," jawab Melissa. "Kan adek semuanya gratis. Tinggal biaya makan sama keperluan lain aja."

Dindha menghela napasnya tanda lega, walau sebenarnya Melissa sudah seringkali membicarakan masalah ini dengannya. "Nanti pesawat kamu berangkat jam berapa?" tanya Dindha, berusaha mengganti topik dan juga setelah matanya mendelik jarum jam yang menunjuk ke arah angka sebelas siang.

"Jam sembilan malem ma," jawab Melissa.

"Yaudah istirahat dulu sana. Abis maghrib mama bangunin."

•••

Melissa melangkahkan kakinya secara perlahan begitu ia turun dari pesawat dan langsung disambut oleh udara pagi hari di bandara Incheon.

Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, Melissa tidak menyangka kalau kejadian seperti ini akan terjadi. Namun, dalam hatinya juga, Melissa begitu senang lantaran dirinya pada akhirnya tidak sekedar memimpikan bahwa dirinya akan sampai di negeri ginsengu ini, tapi sekarang sudah menjadi kenyataan.

Melissa menghela napasnya kemudian menyunggingkan seulas senyum di wajahnya saking bahagianya, kemudian, ia melangkah turun dan segera berjalan untuk mengambil barang bawaannya dan keluar dari bandara.

Setelah selesai dengan koper dan beberapa bawaannya, Melissa merogoh tas jinjingnya untuk mengambil pasport dan visa yang sebelumnya ia keluarkan saat di pesawat, untuk menunjukkannya kepada penjaga. Baru saja ia hendak menjulurkan berkas-berkasnya, tiba-tiba tubuhnya terdorong kedepan sehingga Melissa kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Begitu juga dengan berkas-berkasnya yang terhempaskan.

"Apakah Anda baik-baik saja?" tanya si petugas sembari membatu Melissa untuk bangkit dan meraih barang bawaan Melissa.

Melissa membalasnya dengan tersenyum dan mengangguk. Kemudian, kepalanya menoleh ke belakang untuk memastikan apa penyebabnya terdorong jatuh dan seketika saat pintu otomatis terbuka, telinganya mendengar teriakkan-teriakkan yang begitu histeris dari luar sana. Dan, orang yang baru saja menabraknya yang kini sedang melangkah dengan tergesa-gesa.

"Minta maap kek," gerutu Melissa, tangannya menepuk-nepuk bagian celananya dan berlanjut menarik kopernya untuk segera keluar dari sini. Padahal ia ingin marah-marah, tapi sepertinya kondisinya tidak memungkinkan.

Saat keluar, Melissa harus menerima kenyataan yang teramat pahit karena dirinya disambut oleh teriakkan-teriakkan histeris yang sebenarnya bisa saja menghancurkan gendang telinganya.

Melissa meraih earphone dan juga ponsel dari dalam sakunya, kemudian memasangkannya ke lubang telinga dan memulai lagu yang sekiranya dapat mengalihkan suara-suara berisik ini. Lalu kakinya melangkah tanpa rasa peduli dan tangannya melambai untuk menyetop taksi bandara.

"Universitas Kyunghee, Seoul."

•••

n o t e s
yang di italic dalam percakapan kalo misalkan itu tetep indo ceritanya lagi ngomong bahasa korea yah. tq.

Lost In Seoul [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now