Chapter #10,0

15.1K 1.9K 133
                                    

[ Lost In Seoul | 10A ]

Telinganya seolah berdengung begitu selesai mendengar ucapan perempuan di telepon tadi, ia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya maupun bersuara barang sedikitpun. Sampai, sebuah hentakkan langkah menghampirinya.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Choi Minho. Ia langsung merebut ponselnya dan melihat nomor yang baru saja menghubunginya, lalu jemarinya langsung menggeser layar untuk memutuskan sambungan. Sementara Melissa, masih terpaku di tempatnya dengan posisi semula.

Sementara Minho memasukkan ponselnya ke dalam saku dengan kasar, Melissa kini meneguk salivanya dengan susah payah. Entah mengapa, perasaannya jadi tidak enak sekarang lantaran aura di sekitarnya berubah kian kelam. Melissa mencoba sekuat tenaga untuk berbalik dan menghadap Minho yang tengah menatapnya dalam-dalam, tajam, penuh selidik, dan tak terelakkan.

"Itu.. tadi.. anu-"

"Aku bertanya apa yang kau lakukan!?" Minho bertanya dengan nada tinggi, membentak Melissa dengan napas yang memburu.

Ia tersentak, dan menundukkan kepalanya juga mundur selangkah secara spontan. Melissa berubah ketakutan. Entah mengapa, ia merasa Minho marah besar sekarang. Seperti seluruh emosi Minho yang sudah tertahan sejak pertama kali Melissa terlambat datang, membuatnya menjadi pusat perhatian saat terlambat di pembacaan naskah pertama, ketinggalan designer dan kelaparan. Semuanya menjadi satu. Tapi, Melissa tau kalau sekarang adalah lebih dari itu. Dia sudah melewati batasan wajarnya.

"Maaf," ujar Melissa dengan suara parau. Ia menundukkan kepalanya dan enggan bertemu pandang dengan Minho. Ia takut akan menangis, karena yakin kalau saat ini benar-benar kesalahannya. Yang entah mengapa, mungkin menjadi kesalahan terbesarnya.

Minho berdecak meremehkan. Ia melempar menu pesanan, meraih dompetnya dan segera berjalan menuju pintu.

"Aku tidak butuh maaf," ucap Minho, kemudian melanjutkan langkahnya dan pergi meninggalkan Melissa sendiri di ruangan itu.

Tanpa sadar, air matanya menetes. Ia paling tidak tahan kalau dibentak. Pribadinya memang keras, tapi entah mengapa ia paling lemah begitu mendengar bentakkan terlebih lagi diacuhkan.

•••

Sohee mengacak-acak rambutnya sekali lagi dengan gerakkan frustasi.

Ia yakin, ada yang salah dengan sahabatnya ini. Karena, semenjak ia bangun pagi tadi untuk pergi ke pelatihan, sampai dia pulang di jam dua siang sekarang ini, sahabatnya itu masih tak bergerak barang sesenti pun dari balik selimutnya. Dan karena hal itu pula yang membuat Sohee kelimpungan bukan main.
Apa ia sesak napas? Atau serangan jantung?

"Aish! Melissa! Serius, bangun sekarang!"

Sohee menepuk-nepuk badan Melissa dengan kesal dan berusaha untuk menarik selimutnya seperti terakhir kali. Mencobanya dengan sekuat tenaga, sampai akhirnya selimut itu terbuka dan menampilkan kondisi sahabatnya yang kacau balau.

"Ya! Apa yang terjadi denganmu!? Matamu.. wajahmu.. kenapa seperti ini?!" tanya Sohee dengan panic. Ia buru-buru menyibak selimut Melissa dan berlari meraih handuk kecil, dan wadah kecil untuk ia isi air hangat di dalamnya. Ia memerasnya dan langsung menyodorkan handuk kecil itu ke bawah mata Melissa.

"Siapa yang tega-teganya membuat keadaanmu menjadi seperti ini!?" pekik Sohee, terdengar tidak terima. Ia hampir saja menangis kalau melupakan tugasnya yang seharusnya menenangkan sabahatnya dan bukan malah memperparah.

Melissa hanya menggelengkan kepalanya yang tentu saja membuat Sohee geram. Ia menyelupkan lagi handuknya, memeras dan menaruhnya di bawah mata Melissa yang lainnya.

"Choi Minho lagi?" tebak Sohee, yang langsung dibalas anggukkan lesu oleh Melissa.

Sohee sudah bisa menduganya. Terakhir kali ia melihat sahabatnya ini emosi sebegitu besar ya hanya karena seorang Choi Minho, dan itu tidak menutup kemungkinan kalau laki-laki itu bisa saja menyakitinya dengan ucapan atau bahkan perilakunya.

"Apa yang telah orang itu lakukan kepadamu? Katakan padaku!" tukas Sohee. Ia benar-benar tidak habis pikir. Ia mengenal Melissa sebagai pribadi yang keras dan tampak pantang menyerah, tapi ia tidak menyangka bagaimana bisa seseorang dalam bayangannya itu menangis sampai seperti ini?

Melissa masih sesegukkan, sampai ia memutuskan untuk memulai ceritanya.

Selama Melissa bercerita, Sohee harus bersabar dengan posisinya yang bersila di bawah kasur sementara sahabatnya yang memang lebih tinggi darinya itu duduk di atas kasur, membuat kepalanya harus susah payah mendongak ke atas. Namun, Sohee tetap mendengarkan dan sabar menunggu kala Melissa yang sedang bercerita namun tersedat lantaran sesenggukkan. Juga, tak jarang ia memukul bagan kayu kasur Melissa karena kesal mendengar ceritanya.

"Tapi itu kan bukan sepenuhnya kesalahanmu!"

Melissa menggeleng cepat untuk menyanggahnya. "Itu salahku, Sohee."

Sohee ikut menggeleng, lebih tidak terima. "Kau ini asistennya, sudah sewajarnya kalau kau menggantikannya mengangkat teleponnya saat dirinya tidak ada di lokasi. Dan lagi, dia yang meninggalkan ponselnya. Lagipula, nomer itu tidak terdaftar dalam kontak sehingga kau tidak mengetahui siapa sebenarnya orang yang menelpon aktormu, Choi Minho. Itu wajar, Melissa. Sikapnya saja yang seperti bipolar, dan itulah yang tidak wajar."

Apa yang Sohee katakana ada benarnya, hanya saja Melissa masih merasa kalau ini adalah kesalahannya, di mana ia berkewajiban untuk bertanggung jawab. Walaupun, Minho pergi dengan supir dan van begitu saja untuk meninggalkannya yang harus bersusah payah mencari taksi di saat hari sudah benar-benar gelap gulita.

"Sejak awal kita bertemu, sepertinya semua adalah kesalahanku. Kesalahanku yang seharusnya tidak pernah bertemu denganmu, sehingga semua ini terjadi dan ujung-ujungnya malah menyakiti diriku sendiri."

Mendengar perkataan Melissa, Sohee menggeleng pertanda tidak setuju.

"Kau kehilangan jati dirimu, Melissa," sergah Sohee, bangkit dari posisinya untuk memegangi kedua bahu sahabatnya itu.

"Ini takdir yang harus kau jalani. Kau pasti bisa, karena kau harus membuktikan kepada Choi Minho si laki-laki tak tau diuntung itu. Jangan kecewakan dia lagi dan buat dia terkagum-kagum dengan kemampuanmu. Kau mau menjadi sutradara? Buktikan! Kau akan menjadi orang yang memaki-maki dirinya saat dia melakukan kesalahan dalam berakting. Dan ini, anggap saja sebagai batu loncatanmu untuk memulai langkah besar itu."

Melissa tidak tau lagi harus berkata apa, hingga yang ia lakukan sekarang adalah menelusup ke dalam dekapan Sohee dan memeluknya seerat mungkin. Ia tidak tau kalau Sohee ternyata adalah orang yang sehebat ini.

"Kau baik, cantik, pengertian, dan dewasa di saat kau merasa perlu, Sohee," kata Melissa, memujinya dengan tulus. "Terimakasih atas segalanya."

"Lalu, tunjukkan kepadaku semua kelebihanmu, Melissa."

•••

Lost In Seoul [SUDAH TERBIT]Kde žijí příběhy. Začni objevovat