14

1.8K 207 13
                                    

***

Pukul 23:15, Anettha masih terjaga.
Biasalah cewek, kalau permasalahan lagi banyak-banyak nya suka nangis overthinking tengah malam. Nah itu juga yang dilakukan Anettha, ia menangis dalam diamnya. Mumpung Mami Papinya lagi ngada dirumah dan bibi juga udah tidur dibawah. Ini adalah saatnya ia meluapkan kembali rasa yang selalu menjadi benalu.

Mencoba meredamkan segala masalah, hanya dengan cara ini ia lakukan.

Ia bersandar pada sandaran kasur dengan posisi terduduk memeluk dirinya sendiri. Merasakan dirinya benar-benar sendiri dan sangat butuh sandaran dan dekapan saat ini. Dirinya merasa benar-benar tak kuat, menahan gejolak di dadanya. Mengapa jatuh cinta sesakit ini? Jika endingnya tak bahagia mengapa semesta seolah memberi harapan padanya. Dengan terus mendekatkan dengan orang yang menjadi sumber segala rasa sakit hatinya. Sama Xavier itu benar-benar sakit, tapi kalau enggak sama dia. Kenapa rasanya enggak bisa? Begitulah sekiranya isi hati Anettha.

Padahal belum dicoba, tapi udah bilang enggak bisa. Cari penyakit sendiri, terus bertahan dengan rasa sakit. Mau pergi tapi masih memberatkan karena masih punya rasa mencintai. Hakikat cinta tuh enggak harus memiliki, enggak sama dia enggak bakal bikin kita mati. Daripada terus bersama tapi terus membuat luka. Mending udahan sama jalannya masing-masing. Tapi lagi-lagi yang namanya manusia, mana mau tersadar begitu saja. Udah ditampar oleh kenyataan pun terkadang masih menolak sadar.

"Sakit banget dada gue bangsat! Kenapa rasanya senyesek ini sih?! Padahal pas sama Alex enggak gini deh, hiks..."

"Sialan! Dibikin galbrut sama Tapir anoha itu gue. Dianya aja pasti lagi enak-enakkan nih, di jengukin sama para selirnya."

Anettha amnesia atau bagaimana? Perasaan beberapa hari lalu, penangkaran selir Xavier udah dibubarkan. Tapi ia tidak yakin udah benar-benar bubar, pasti masih ada beberapa yang belum jadi mantan Xavier, masih berstatus sebagai selirnya juga masih dimana-mana. Xavier itu sekali lirik, ngegaitnya enggak main-main. Jadi jangan heran kalau mantannya dimana-mana, gebetannya disetiap daerah, selirnya disetiap tikungan jalan. Pasti aja ada tuh.

Gadis itu semakin dibuat merana saat lagu yang sedang ia putar sampai di rafft bagian ternyeseknya.

"Mana ada background lagunya lagi, akhh sial!"

Memang benar ada backgroundnya. Anettha tadi menyetel lagu 'Tak ingin usai' mana yang nyanyi kek menghayati, lagunya seolah mewakili. Enggak mau udahan tapi sakit juga bertahan sekiranya seperti itu jugalah perjalanan cintanya dengan Xavier. Buat apa bertahan kalau hanya rasa sakit yang di peroleh tapi kalau udahan rasanya belum rela. Namanya juga cewek, terlalu pake perasaan ketimbang logika yang nyuruh udahan sejak lama. Pas denger tangisnya hati yang terus-terusan disakiti.

"Harusnya gue nyetel lagu Joko Tingkir, jangan ini anjayy. Jadi makin nyesek, sedih nih gue..." Anettha menyeka air mata yang menetes semakin melulu. Dadanya semakin seksekan menahan rasa sakit yang mendalam. Sekaligus ada sebongkah rindu yang ia tahan kepada orang yang sama yang menjadi alasannya segalbrut saat ini. "Ini gue ada nyesek, tapi juga ada rasa kangen yang menggebu-gebu sama... ayankkk!"

"Katanya kalau kangen sebut namanya aja tiga kali, sambil peluk bahu sendiri. Semoga ini berhasil."

Beberapa menit berlalu, Anettha terpejam dengan menepuk-nepuk bahunya memeluknya dalam kesendirian sambil memanggil nama cowok yang menjadi alasannya seperti ini. Tak lama setelahnya, ada samar-samar lemparan batu yang mengenai jendela balkon. Anettha tak menggubrisnya, mungkin kucing tetangga yang biasanya main disitu. Biasanya kan kucing itu emang suka ngapel menggoda anak gadisnya. Tapi kok makin lama tuh lemparan batu serasa berubah menjadi gedoran di jendela.

Xanetha [on going]Where stories live. Discover now