15

2K 194 9
                                    

Happy reading

*****

"Aku nemenin kamu ada yang marah enggak sih?"

"Gatau Lex sumpah, gue udah nolak lo baik-baik lo asli. Lo malah gini, lo mau bawah gue kemana sih?"

Pulang sekolah tanpa direncanakan sudah ada Alex yang menunggunya di gerbang depan. Dan sialnya semua temannya pergi ke rumah sakit. Untuk kembali menjenguk Xavier, yang katanya katanya. Kondisi kek udah nggak stabil lagi, gara-gara semalam lepas infus menemui Anettha. Gadis itu bukannya gamau ikut, cuman dirinya tidak mau terluka lagi jika nanti harus menyaksikan pulang perginya para cewek-cewek yang berdatangan menjenguk Xavier. Dengan mengaku sebagai ceweknya.

Cewek mana coba yang nggak sakit hati. Didepannya sendiri. ada yang mengaku sebagai pacar dari cowoknya. Meskipun sudah terbiasa dengan hal itu, tetap saja hatinya sulit berdamai dan menerima hal itu. Cewek emang suka gitu, kalau udah jatuh cinta terlalu pake perasaan. Pas udah ngerasain jatuhnya banget pun kadang masih gunain perasaan ketimbang logika. Masih ada orang yang sanggup bertahan sama cowok yang kadang nggak ngangep keberadaannya, nggak ngangep dia sebagai pacar, demi bisa memuaskan hasrat main-main ke cewek lain. Coba ada nggak yang kayak Anettha?

Kalau ada. Hebat sih, bisa bertahan sama orang yang kayak gitu. Jalin hubungan yang nggak jelas yang di dapat hanya luka. Bahagianya cuman di satu pihak.

"Kamu jujur sama aku, kamu udah cape kan sama Xavier. Kamu mau udahan kan sama dia? Tapi kamu masih pertahanin karena rasa kamu kedia besar banget kan, Net? iya kan??" Alex berhenti sejenak disebuah tepi jalan yang lumayan sepi. Suasana sore seperti ini memang jalanan sekitar taman tua begitu sepi, jarang orang berlalu lalang. "Kamu sama dia itu dibikin sakit hati terus, Net, aku yang liatnya aja nggak tahan."

"Gue yang jalanin, lo nggak usah ikut campur!"

Biar diperjelas, dan dipertegas. Kalau orang yang berbicara disampingnya ini juga satu dua sama Xavier, cuman ke tutup sama muka polos dan ucapannya yang kelewat manis aja. Jangan lupakan tabiat Alex yang kalau udah cinta terobsesinya sampe kegila-gila. Dan sampe sekarang ia masih berharap mendapatkan Anettha kembali bersamanya. Padahal kalau sama dia, Anettha jauh lebih parah tertekan. Dari segi hati dan fisik. Hati disuruh kuat bertahan untuk menerima segala aturan dan kemauan dari Alex, tanpa penolakan dan pengecualian. Kalau Anettha tidak menurut ya siap-siap saja. Orang terdekat Anettha pasti ada yang tersakiti. Diteror, diancam dan lain sebagainya.

"Aku peduli lo sama kamu, Net," ujarnya begitu manipulatif, terdengar sangat tulus namun aslinya cuman sebagai topeng. "Kamu juga udah aku anggep adek aku sendiri. Abangmu kan temen aku, Net."

"Terus urusannya sama gue?"

Hufft.
Menghela nafas berat Alex memukul stir mobil tersebut sampai klaksonnya berbunyi. Anettha sudah tidak betah berada satu mobil dengan Alex, dia ingin buru-buru pergi. Tapi pedofil satu ini bisa-bisanya masih mengunci pintu mobil.

Mencoba terus tenang, diam-diam tangannya bergerak aktif mengaktifkan GPS yang langsung di notice, dan di respon oleh seseorang.

"Lo mau ngomong apasih? Daritadi mau ngomong penting, pentingnya lo tuh mau ngomong apa? Cepetan, gue mau kerja kelompok sama temen-temen gue," desak Anettha sebisa mungkin tidak mengentarakan rasa tidak nyamannya. "Cape juga woi, daritadi lo nggak langsung pada intinya, ya!"

Xanetha [on going]Where stories live. Discover now