I

45.4K 2.2K 11
                                    


Seorang wanita berusia 27 tahun menambah kecepatan mobilnya. Raut wajahnya tidak menunjukkan adanya keramahan. Wajahnya memerah lantaran menahan amarah yang dipendam.

"Hiera katakan apa maksudmu?"

Ishvara mendorong pintu ruang kerjanya lalu melangkah masuk ke ruangan yang hanya berukuran enam meter persegi.

"Ada apa kak? Kenapa marah? Apa ada sesuatu sampai semarah ini?" tanya adiknya yang duduk di meja kerja Ishvara sambil menyilangkan kaki. Hiera menatap Ishvara tanpa perasaan bersalah.

"Hiera hentikan permainan kekanak-kanakan mu,"bentaknya.

"Kenapa? Aku hanya ingin bekerja, papa menyuruhku untuk memulainya dari bawah. Jadi aku membeli kantor kecilmu yang berada di pinggiran ini."

Ishvara memejamkan matanya menahan emosi. Ia menghela napasnya kasar. Telapak tangannya terkepal kuat hingga bergetar. Wanita itu mendengus.

"Hiera tolong jangan menganggap remeh kantorku. Semua yang kumiliki sekarang adalah hasil kerja kerasku dan tidak akan kuberikan kepada siapa pun termasuk keluargamu," ucap Ishvara dengan nada tegas.

"Hei, hei, hei, apa kau lupa? Sejak kecil keluargaku 'Wylian telah merawatmu. Bukankah seharusnya kau membalas budi kepada kami? Ini hanya kantor kecil kenapa sampai semarah ini?" tanya gadis muda itu lagi dengan nada remeh.

"Aku keluar dari keluargamu sejak 21 tahun yang lalu." Ishvara menatap lurus ke arah jendela tidak ingin memandang Hiera adiknya.

Hiera turun dari meja kerja. Berjalan ke arah Ishvara. Telapak tangannya dia letakkan di pundak wanita yang dianggapnya sebaik kakak tiri.

"Kak kau terlalu serius, kau bisa merintis usahamu lagi."

Ishvara melepas kasar tangan Hiera dari pundaknya. Menarik napas dalam lalu berkata, "Kau tidak akan mengerti."

"Seorang anak tanpa ayah dan ibu ditinggalkan sendiri. Tanpa sepeser uang. Bahkan cara mereka membuang hewan lebih manusiawi daripada cara mereka membuangku," tekan Ishvara menatap dalam ke bola mata milik Hiera.

Ishvara mengalihkan pandangannya ketika pintu terbuka. Banyak orang menunggu keduanya di depan pintu. Tuan Wylian datang dari arah belakang menerobos masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Cukup lama tidak bertemu." Tuan Wylian berjalan perlahan menggunakan tongkat kayu dengan ukiran naga di pegangannya.

"Tuan Wylian, katakan pada putrimu bahwa kantorku bukan tempat untuk bermain."

"Hiera tidak sedang bermain. Putriku sudah berulang kali memohon agar aku bisa membuatnya bekerja di sini."

Ishvara tertawa renyah. Ada rasa kecewa dihatinya. Ishvara tahu tidak ada gunanya meski ia angkat suara sekalipun. Benar jika uang bisa mengatasi segalanya. Termasuk membeli hasil jeri payah yang sudah Ishvara bangun selama bertahun-tahun.

Ishvara merogoh saku blazernya. Tangan lentiknya mengeluarkan beberapa kunci. Lalu melemparnya di atas meja yang berada tak jauh dari Hiera berdiri.

"Kunci rumah dan kantor ini bisa membayar hutang budiku pada keluarga Wylian. Terlebih kalian telah merawat ku. Untuk ke depannya aku harap kita bisa menjalani hidup tanpa saling mengganggu satu sama lain. Akan lebih baik jika setelah ini diantara kita tidak saling mengenal."

Mengingat kembali kejadian pagi ini membuat kepalanya berdenyut. Mata yang semula fokus pada jalanan di depannya. Kini beralih menatap ponsel yang berdering. Menampilkan sebuah nama, yaitu Sam. Hal ini pun membuat Ishvara menepikan mobilnya.

The Cruel Duke and DuchessWhere stories live. Discover now