XII

15.6K 1.4K 1
                                    

Ishvara memandangi kertas kosong di depan matanya. Sudah setengah jam dia duduk di meja kerja. Namun dia sama sekali tidak tahu harus menulis apa.

Sore tadi sejak menerima balasan surat yang dikirimkan Marquess Ronfold. Ishvara sedikit gelisah. Banyak hal yang ingin dia curahkan namun takut jika Marquess menyadari perbedaan yang mencolok darinya dan Ishvara Berenice yang lama. Sebelumnya dia hanya menulis surat sederhana untuk menyapa sang Marquess agar hubungan mereka tidak terlalu renggang.

Ishvara Berenice yang lama diceritakan sebagai gadis yang sangat tertutup bahkan kepada orang tuanya. Namun bagaimana dia bisa meminta tolong jika dia tidak menceritakan hal yang terjadi selama dia berada di kediaman Duke Houston.

Meskipun sedikit ragu tangan yang mulai menggoreskan tinta di atas kertas.

"Nyonya, matahari sudah mulai tenggelam dan angin akan mulai berhembus. Apakah nyonya ingin tirainya di tutup?" tanya Eria pada sang Duchess yang tengah sibuk dengan tinta di depannya.

"Ya lakukan." Ishvara menjawab tanpa menoleh tangan dan matanya masih fokus menuliskan gambaran kalimat yang akan dia tulis dan berikan kepada Marquess Ronfold.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu dari luar membuat Ishvara dan Eria saling berpandangan sesaat. Ishvara mengisyaratkan pada Eria untuk membuka pintu.

Pintu pun terbuka menampakkan kepala pelayan Tronfo yang sedang berdiri. Tidak biasanya wanita tua itu bersikap sopan padanya. Bahkan jika mau, dia bisa saja mendobrak pintu kamar Ishvara tanpa perlu mengetuk.

"Nyonya Karrollien menunggu Anda di ruang makan."

Kepala pelayan Tronfo berucap dengan ekspresi terpaksa. Mata wanita tua itu kini terpusat ke arah meja kerja sang Duchess. Ishvara berdiri dari posisi duduknya ketika menyadari lirikan mata kepala pelayan Tronfo. Tangannya bergerak meletakkan penanya untuk menutupi coretan tinta di atas kertas miliknya dengan gerakkan santai agar tidak terlalu dicurigai.

"Ya, aku akan segera ke sana. Pergilah," balasnya tenang menyembunyikan kegugupannya.

Kepergian kepala pelayan membuat Ishvara menghela napas lega. Meskipun jaraknya dengan kepala pelayan Tronfo cukup jauh. Namun wanita tua itu pasti mengetahui bahwa dia sedang menulis sebuah surat. Ishvara tidak ingin ada orang yang mengetahui rencananya. Apalagi kepala pelayan Tronfo yang sudah jelas tidak berada di pihaknya.

Dalam novel yang dia baca, awal ceritanya berjalan lancar tanpa hambatan. Seolah akan ada badai setelah hujan rintik. Ishvara yakin bahwa novel yang dia baca tidak hanya menceritakan kebahagiaan semata tetapi juga kesengsaraan. Sebelum dia tiba pada masa itu, akan lebih baik jika Ishvara mengantisipasinya mulai sekarang. Karena salah satu kunci untuk bisa bertahan di dunia ini adalah dengan mendapatkan banyak dukungan dari para bangsawan. Ishvara akan memulai mencari dukungan itu saat pesta teh tiba.

Dan tentunya Ishvara harus mendapatkan dukungan dari suaminya. Meski dalam novel hubungan mereka terbilang cukup baik. Namun tidak dijelaskan kepada siapa Duke Houston, suaminya itu berpihak.

Meskipun Asher adalah suaminya. Tetapi tidak menutup kemungkinan pria itu akan lebih mendukung nyonya Karrollien daripada sang istri, lantaran Nyonya Karrollien adalah walinya. Dan satu-satunya tameng yang dimiliki Ishvara hanyalah sang ayah.

Ishvara kini berjalan menuju ruang makan. Di sana Karrollien sudah duduk di kursi menunggu kedatangannya. Ishvara berjalan mendekat ke arah meja makan sambil memberikan salam dan mendudukkan tubuhnya di kursi yang berada tepat di hadapan nyonya Karrollien.

Pelayan kini menyajikan makanan pembuka. Ishvara menyendok sup yang disajikan dengan perlahan. Hingga suara dari Nyonya Karrollien membuat Ishvara menghentikan pergerakannya.

"Aku tidak tahu, ternyata Ishvara Berenice lebih paham tata Krama daripada yang kukira." Karrollien berucap sambil meletakkan sendok supnya.

"Terima kasih atas pujian Anda nyonya Karrollien."

Ishvara menatap semangkuk sup di depannya. Tersirat sebuah senyum tipis di bibirnya. Sangat tipis sampai tidak ada orang yang menyadari senyumannya. Ishvara kini mendongakkan kepala menatap lurus ke arah nyonya Karrollien. Sejak awal dia tahu bahwa Karrollien sudah jelas tidak akan berada di pihaknya. Hal itu tergambar jelas dari sikap yang wanita tua itu tunjukkan padanya.

"Saya jarang mendengar kabar tentang nyonya Karrollien. Apa yang Anda lakukan akhir-akhir ini?"

"Ferrto sekarang menggantikan ayahnya sebagai seorang Count. Jadi akhir-akhir ini saya menghadiri banyak pesta sekaligus mencari nona yang mungkin layak baginya." Karrollien berucap dengan menekankan kata layak di akhir kalimatnya.

Ishvara menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis. "Semoga Ferrto segera menemukan orang yang dia cintai. Saya merasa senang karena dia bisa memilih wanitanya sendiri."

"Kalau begitu... apakah Anda tidak senang ketika dijodohkan Duchess?"

"Tidak. Hampir dua minggu berlalu, hubunganku dengan Asher berjalan cukup baik. Dia lebih pengertian daripada yang aku kira," Ishvara bercerita sambil membayangkan mengenai hal-hal indah agar membuatnya tersenyum.

Sorot mata nyonya Karrollien berubah. Semula yang terlihat tenang kini berubah menampakkan sedikit rasa tidak suka.

"Saya tidak menyangka anak itu menjadi seorang suami yang baik. Mengingat ibunya dahulu pernah berbuat kesalahan yang tidak ter maafkan, jadi aku sedikit keras mendidiknya."

Ishvara melirik telapak tangan nyonya Karroline yang mulai terkepal. Matanya mulai menatap ke arah wanita di depannya.

"Maaf jika boleh saya tahu, kesalahan apa yang dilakukan oleh mendiang Duchess terdahulu?" tanyanya menyelidik.

The Cruel Duke and DuchessWhere stories live. Discover now