XXXXVI - Uncomfortable

643 60 1
                                    

"Tunggu!"

Ishvara baru saja keluar dari dalam kamar mandi menghentikan Kave yang hendak pergi keluar. Keputusannya untuk bermalam di apartemen ini tampaknya sudah cukup bulat. Melihat sama sekali tak ada keraguan dari setiap tindakannya. Bahkan mengabaikan air yang masih menetes dari rambutnya yang basah. Serta dirinya yang masih memakai bathrobe dengan tampilan kain yang mengkilap seperti satin.

Kave menolehkan kepalanya setelah mendengar Ishvara memekik. Tubuhnya sudah menghadap Ishvara dengan telapak tangan yang masuk ke dalam saku celananya. Tampilannya kini terlihat lebih santai karena hanya menggunakan kaos dengan beberapa kancing, serta celana panjang berbahan kain. Tidak tahu akan kemana pria itu pergi.

"Tunggu di sini, aku akan membelikan mu pakaian untuk ganti."

Kenapa harus membeli? Ishvara menautkan alisnya dengan kening berkerut heran. Lagi pula Ishvara juga tidak masalah jika harus menggunakan pakaian yang sama. Pada akhirnya dia juga akan pergi esok harinya.

"Kenapa harus membelinya?"

"Suhunya akan terasa tidak nyaman. Salah satu pendingin ruangan rusak dan orang yang memperbaikinya baru bisa datang besok."

Penjelasan ringkas itu membuat Ishvara mengangguk-anggukan kepalanya paham. Namun belum saja Kave melangkah ujung baju pria tersebut ditarik lembut oleh Ishvara.

"Tidak jangan pergi."

"Hanya sebentar." Pria itu melepaskan jari Ishvara yang menarik ujung bajunya. Jari-jari kasarnya mengusap lembut telapak tangan yang berukuran lebih kecil darinya seolah memberikan keyakinan.

Sekali lagi Ishvara seakan tak membiarkan pria itu pergi. "Tidak masalah aku memakai apapun. Kau tidak perlu repot-repot untuk keluar."

Kave menggelengkan kepalanya tidak setuju dengan Ishvara. Tidak mungkin Ishvara memakai pakaian formalnya ketika tidur. Dirinya sungguh tidak menyangka bahwa Ishvara akan menjadi seperti ini. Padahal hanya sekedar turun untuk membelikannya pakaian.

Meskipun tidak tahu jelas bagaimana bisa wanita itu menjadi begitu takut untuk membiarkannya pergi. Lagi-lagi dirinyalah yang mengalah.

Kave beranjak pergi menuju area dapur menelpon layanan apartemen untuk meminta bantuan. Raut wajahnya terlihat serius menjelaskan. "Bisa bawakan aku satu piyama perempuan."

Ishvara mengamati sekelilingnya. Ini sudah kesekian kalinya Ishvara datang. Namun rasanya masih begitu asing. Ruangan yang ditata rapi memberikan kesan yang luas. Meskipun apartemen ini tidak terlalu luas. Namun terasa begitu nyaman. Mungkin pemiliknya lah yang terlalu pandai dalam menata dan memilih furniture. Hingga menimbulkan kesan yang nyaman.

Dirinya kini berkeliling apartemen membuka setiap pintu yang ada. Salah satu pintu yang berbeda adalah kamar utama yang dapat dipastikan kamar tersebut ditempati oleh Kave.

Ishvara tidak ingin masuk ke dalam kamar utama. Ia memilih melihat ruangan lainnya. Terdapat satu toilet berukuran lebih kecil di sebelah ruang tengah. Lalu terdapat ruang kerja berisi rak-rak penuh buku dan satu ruangan lain yang entah di fungsikan untuk apa. Tetapi terlihat tidak terlalu terawat dibanding yang lainnya. Karena hanya disinari oleh cahaya lampu yang temaram.

Cukup lama pria tersebut pergi ke area dapur. Namun sampai saat ini masih tidak kunjung kembali. Baru saja Ishvara memiliki niatan untuk menyusul. Tetapi Kave lebih dulu muncul dengan segelas air lemon. Kave meletakkan satu gelas air lemon hangat bercampur dengan madu di atas meja makan.

Kedua lengan kekarnya menekan meja dengan pandangan yang tak lepas dari wanita bertumbuh ramping di depannya.

"Duduk," titah pria itu pada Ishvara.

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang