XXVII - Benefit

11.1K 941 26
                                    

Ishvara mengerjap menatap jam dinding yang menunjukkan pukul satu siang. Matanya terasa berair menatap layar komputer selama beberapa jam. Wanita itu kini menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sembari mengaktifkan ponsel sekedar melihat notifikasi masuk.

Pandangannya kini tertuju ke arah dinding kantor yang terbuat dari kaca, dinding yang tidak tertutup oleh tirai membuatnya dapat melihat dengan jelas bahwa di luar tengah hujan meskipun hanya rintik-rintik.

Pikirannya melayang membuat Ishvara kembali memikirkan tentang Ishvara Berenice. Ia masih tidak yakin dengan apa yang terjadi. Mimpinya tentang Ishvara Berenice sangat membekas di pikirannya. Bagi Ishvara itu adalah mimpi buruk yang panjang. Dan juga ia tidak menyangka dirinya akan terbaring di rumah sakit sampai tidak sadarkan diri selama beberapa hari. Padahal ia tidak merasakan sakit ataupun gejala aneh sebelumnya.

Sudah hampir satu minggu semenjak dirinya keluar dari rumah sakit. Setelah kepulangannya kini Ishvara mulai menjalani harinya seperti biasa. Meskipun tubuhnya masih belum sepenuhnya pulih namun mau tidak mau dirinya harus tetap bekerja. Tidak ada yang berubah kecuali pekerjaannya.

Pundaknya terasa ditepuk oleh seorang wanita. Ishvara menatap ID Card wanita tersebut. Aluna, itulah nama yang tertulis. Ishvara tahu betul bahwa wanita itu merupakan ketua tim yaitu rekan kerja barunya. Wanita berambut lurus itu berdiri dari arah belakang mengangkat setumpuk dokumen untuk diletakkan di meja kerja Ishvara hingga menimbulkan bunyi yang keras.

"Pekerjaan untuk siang ini. Ah jika bisa selesaikan hari ini juga lalu serahkan padaku," ucapnya beranjak pergi tanpa basa-basi lagi.

"Sebanyak ini? Aku baru bekerja sehari. Apakah perusahaan seperti kalian selalu memeras karyawan baru?" tanya Ishvara dengan nada tegas sambil mengangkat sebelah alisnya membuat langkah Aluna terhenti.

Wanita itu memutar tubuhnya menyilangkan tangannya di depan dada sembari menatap tidak suka.

"Teman Iris bukan? Aku hanya ingin tahu sampai mana kemampuanmu. Wanita itu mengatakan kau memiliki pengalaman lebih banyak. Jadi bukankah tidak masalah?" tukas Aluna masih setia dengan posisinya.

"Tidak masalah," jawab Ishvara mengangkat sudut bibirnya meremehkan lalu memutar kursinya untuk kembali menatap layar komputer. Dirinya terlalu malas untuk meladeni orang-orang seperti Aluna. Akan lebih baik sekarang dia menyelesaikan pekerjaannya.

Aluna yang sejak tadi berdiri kini beranjak meninggalkan Ishvara dengan kaki yang dientakkan. Heels yang dia kenakan kian membuat suara entakkan makin nyaring.

Hembusan napasnya terasa berat ketika Ishvara melihat mejanya kembali penuh dengan tumpukan dokumen. Rasanya dia seperti memulai kembali kariernya dari nol.

Ponselnya bergetar. Panggilan masuk dari Iris sang sahabat membuyarkan lamunannya.

"Aku tahu, mungkin saat pulang kerja. Masih ada pekerjaan yang belum ku selesaikan," jawab Ishvara kepada seseorang di seberang sana spontan sembari memandangi tumpukan kertas di mejanya.

"Baik kirimkan alamatnya, sampai jumpa nanti malam.."

Panggilan kini di akhiri. Ishvara menghembuskan napasnya kembali lalu bergegas menyelesaikan pekerjaannya.

•••

Ruangan kerja terasa hening orang-orang tampak fokus dengan pekerjaannya masing-masing. Jam kini telah menunjukkan pukul lima sore.

Ishvara memutuskan untuk mengistirahatkan pikirannya sejenak. Wanita itu pergi ke dalam toilet untuk membenahi riasan wajahnya yang mulai berantakan.

Pintu toilet terbuka menampakkan karyawan wanita yang juga melakukan hal serupa. Ishvara berdiri di samping kedua karyawan wanita tersebut seraya tersenyum tipis ketika pandangan mata mereka bertemu.

The Cruel Duke and DuchessWhere stories live. Discover now