II

26K 2.1K 2
                                    

Tubuhnya tersentak seakan jatuh dari ketinggian. Matanya mengerjap seraya menyesuaikan cahaya yang masuk ke netra matanya. Suasanya hening dan sunyi. Di sampingnya terpampang jendela besar dengan tirai terbuka menunjukkan langit yang masih gelap.

Ishvara bangkit dari posisi tidurnya. Wanita itu berjalan menyusuri kamar dengan interior klasik yang sedang dia tempati.

"Tidak mungkin," batinnya tak percaya dengan apa yang dia lihat.

Bagaimana mungkin dia berada di tempat asing. Dilihat dari tata ruang hingga barang-barang yang ada begitu klasik. Mungkin mirip seperti di toko barang antik yang dia datangi sebelum terlempar ke tempat ini.

Matanya tak sengaja menatap ke arah cermin, Ishvara melihat sosok yang bukan dirinya di sana. Tubuh kurus yang tidak terlalu tinggi, kulit yang lebih putih dan pucat, rambut panjang berwarna sedikit kecokelatan, serta bola mata abu-abu tua yang tampak indah di bawah cahaya bulan.

Jika tidak salah ingat, sosok ini seperti deskripsi tokoh novel klise yang dia baca sebelumnya. Mungkin saja dia sedang berada di tubuh Ishvara Berenice, gadis lugu itu. Meskipun nama mereka sama namun keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Tetapi Ishvara tidak ingin terlalu mengingat kehidupan sebelumnya.

Ishvara tertawa renyah, sekarang dia mengamati tubuh tokoh wanita yang kini dia singgahi. Wajah Ishvara dalam novel tidak terlalu buruk. Bahkan jauh lebih baik dari perkiraannya.

"Saat ini tidak tahu siapa yang sedang dewa bantu," gumam Ishvara.

•••

Seorang pria dengan pakaian kebesaran sedang melajukan kudanya cepat di tengah pasukan, menebas kepala prajurit dari wilayah barat yang menghalangi jalannya. Mata birunya memancarkan aura mencekam. Pedang di tangannya bagaikan api yang siap membakar siapa pun yang menghalangi jalannya.

Duke Houston sang penguasa wilayah selatan, atau dikenal rakyatnya dengan penguasa yang haus akan darah. Meskipun memiliki keahlian berpedang namun pria itu tak hanya sekadar mengerti cara berperang. Duke Houston bahkan mampu membuat wilayah selatan makmur di bawah kepemimpinannya. Dia merupakan salah satu tokoh penting dan diakui oleh Raja Ventri.

Rambut hitam, rahang yang keras serta bola mata berwarna cerah. Membuat wibawanya terasa menguar. Baju putih yang dikenakannya kini kotor. Pedang yang dia acungkan pun penuh dilumuri darah.

Sudah beberapa hari setelah pernikahannya. Duke Houston pergi tanpa pamit dan langsung bergegas untuk berperang di wilayah perbatasan. Dia bahkan melupakan Ishvara yang kini telah menyandang status nyonya di kediamannya.

Langit semakin gelap membuat para pasukan mulai kembali ke tendanya masing-masing. Mempersiapkan rencananya yang akan mereka pakai untuk melanjutkan perang keesokan hari.

"Yang mulia, perang sudah berlangsung selama beberapa hari. Meskipun begitu pasukan dari wilayah barat seakan makin surut. Saya khawatir jika mereka tiba-tiba akan datang dengan pasukan yang lebih banyak dari sebelumnya," lapor Cedric kepada Duke Houston yang tengah duduk dalam tendanya.

"Wilayah barat telah mengeluarkan seluruh pasukan mereka di perang pertama."

"Ah, maksud Anda. Wilayah barat akan segera mengakui kekalahan mereka karena kurangnya pasukan?"

Duke Houston memainkan gelas di tangannya, sesekali dia menegak minuman tanpa ekspresi. Cedric menelan salivanya, bibirnya sedikit terangkat mencoba memberanikan diri untuk bertanya beberapa hal yang bersarang di kepalanya mengenai Ishvara yang merupakan nyonya barunya.

"Yang mulia, jika benar wilayah barat mengakui kekalahan mereka. Saya harap yang mulia bisa segera kembali ke kediaman. Kemarin yang mulia terburu-buru pergi meninggalkan yang mulia Duchess lantaran mengurusi perang di wilayah perbatasan. Saya yakin yang mulia Duchess akan mengkhawatirkan Anda."

Duke Houston menatap Cedric tanpa ekspresi. Wajah pria itu selalu sama hingga tak ada yang tahu apa sebenarnya yang ia pikirkan dan rasakan.

"Segera bereskan. Kita akan pergi dari medan perang besok."

The Cruel Duke and DuchessWhere stories live. Discover now