XXXXIV - Another threat

1K 96 2
                                    


Iris dan Ishvara asik berbincang hingga tidak terasa sudah satu jam berlalu. Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Di luar jendela ruang rawat inap langit juga terlihat lebih gelap tanpa bintang.

Ishvara tahu bahwa kurang sopan jika berkunjung di waktu malam. Disaat Iris dan pasien lainnya harus beristirahat. Sebelum dirinya ditegur. Ada baiknya Ishvara segera mempersiapkan dirinya untuk pergi. Karena dia tidak ingin mengganggu waktu istirahat para pasien terutama Iris.

"Jaga dirimu baik-baik. Aku akan berkunjung kembali besok."

Iris mengangguk-anggukan kepalanya menatap kepergian Ishvara dengan. Ishvara tersenyum hangat lalu segera melangkah keluar.

Pintu ruangan rawat inap yang dibuka. Menampilkan Kave yang masih setia menunggu di kursi. Kursi yang berjajar di sepanjang lorong rumah sakit.

Ishvara menyadari beberapa perubahan sebelum dirinya masuk dan keluar dari ruang rawat inap. Beberapa lampu yang berada di sepanjang lorong sebagai telah dimatikan.

Keluarnya Ishvara dari rung rawat inap sontak membuat Kave yang menunggu berdiri dari kursinya. Ishvara menutup pintu ruangan dengan canggung. Keduanya saling berdiri berhadapan tanpa berbicara.

"Ingin ku antar?" Kave menawarinya untuk pulang bersama.

Ketika pandangan keduanya bertemu. Ishvara merasakan debaran aneh di tubuhnya. Perasaan yang cukup asing dan tidak bisa ia mengerti. Entah kenapa saat memutuskan kontak mata mereka Ishvara merasakan Kave memperhatikannya dengan seksama. Membuat wanita itu agak sedikit canggung dan bingung dalam bertingkah.

"Vara? Bagaimana?"

Ishvara mencoba menyingkirkan perasaan aneh yang dia rasakan. Jika boleh dikatakan sebenarnya dia ingin menolak ajakan Kave. Mengingat sikapnya yang terlalu tidak sopan pagi tadi. Ishvara merasa sedikit bersalah. Apalagi setelah melihat Kave lah yang merawat Iris ketika sahabatnya itu mengalami kecelakaan.

Ia yakin pria itu bertindak bukan hanya sekedar ikut campur. Tetapi Kave bisa saja menganggap Ishvara cukup penting karena Ishvara adalah sahabat dari adiknya. Meskipun begitu, bukan sebuah kewajiban yang harus dilakukan Kave untuk peduli terhadap Ishvara.

Pada akhirnya Ishvara memutuskan untuk pulang bersamanya. Ishvara juga tahu dimana lokasi apartemen Kave. Karena dirinya pernah berkunjung. Ishvara mengetahui persis dimana lokasinya berada.

Lokasi apartemen Kave lebih jauh dibandingkan apartemennya. Lagipula Kave tidak harus memutar karena apartemen mereka sejalan. Jadi tidak ada alasan untuk Ishvara menolak ajakan pria tersebut.

Keduanya telah duduk di mobil dengan memasang seatbelt masing-masing. Mobil dilajukan dengan kecepatan sedang karena kondisi lalu lintas yang ramai lancar.

Sepanjang perjalanan hanya musik yang membantu meramaikan suasana di dalam mobil. Sesekali jari telunjuk Kave mengetuk-ngetuk setir mobil menikmati alunan musik yang didengarnya.

Ishvara hanya menyandarkan kepalanya pada kaca mobil. Suasana yang tenang membuatnya sedikit mengantuk. Ditambah kecepatan mobil yang stabil membuat dirinya merasa nyaman selama perjalanan.

"Maaf jika terlalu ikut campur mengenai urusanmu."

Ishvara yang hampir saja masuk ke dalam dunia mimpi, sedikit tersentak mendengar Kave mulai berbicara padanya. Manik mata bulat itu menatap pria yang sedang fokus pada jalanan di depan.

Ishvara sendiri tidak tahu harus menanggapinya seperti apa. Beberapa kejadian yang telah terjadi membuat semuanya terasa begitu canggung. Ishvara juga tidak tahu harus bertindak bagaimana untuk mengakhiri kebodohannya.

The Cruel Duke and DuchessWhere stories live. Discover now