06. PERJANJIAN

210 25 0
                                    

Malam hari di kediaman keluarga Milea, tampak Nadia yang sedang berdiri seorang diri di dapur dan melamun memikirkan sesuatu seraya memegang handphone di tangannya, wanita itu tampak ragu untuk menghubungi seseorang.

Setelah berpikir lumayan lama, akhirnya Nadia menekan tombol telepon pada nomor teman lamanya, Ajeng.

"Halo, Nad, ini kamu? Udah lama banget nih gak ketemu, apa kabar? Ada apa kok tiba-tiba nelpon?" Ajeng melontarkan begitu banyak pertanyaan begitu telepon itu tersambung.

"Baik, sendirinya gimana?"

"Alhamdulillah baik, sehat. Ada perlu apa?"

Nadia terdiam sejenak, lalu bertanya, "Punya nomer Arina?"

Sedangkan di kamar...

Milea sedari tadi terus tertawa menonton kartun favoritnya menggunakan laptopnya, gadis dengan piyama pendek dan rambut yang di cepol itu sudah 1 jam menghabiskan waktunya dengan hanya menonton kartun itu saja, tidak ada kegiatan lain yang bisa dilakukannya.

Selang beberapa menit kemudian Milea akhirnya menghentikan aktivitasnya itu, mengucek matanya yang terasa lelah. Ia bangun dari duduknya dan pergi menuju balkon kamarnya, untuk melihat bulan dan bintang.

Sesampainya di sana, Milea tersenyum melihat bulan dan bintang itu bersinar menghiasi langit malam. Gadis itu masuk kembali ke dalam kamar dan mengambil handphonenya, lalu memotret pemandangan indah itu sampai beberapa jepretan.

Milea menggeser-geser galerinya untuk melihat-lihat beberapa hasil jepretan yang baru saja di ambilnya itu, senyumannya perlahan menghilang kala ia terlalu jauh menggeser galerinya sampai galerinya itu tak sengaja memperlihatkan foto Yovan, Milea belum menghapusnya.

Milea mengusap lembut foto cowok itu menggunakan jarinya, tatapannya berubah menjadi sedih, perasaan rindu kembali menghujamnya.

"Sekarang kamu udah jadi bintang di langit ya, Van? Bintang yang bersinar paling terang, bintang yang berbeda dari bintang lainnya." Ucap Milea pada foto Yovan.

"Aku gak tau kenapa dunia bisa sekejam itu sama aku, aku udah gagal dalam pendidikan, keluarga, dan sekarang aku juga gagal dalam percintaan karna kepergian kamu."

"Padahal kita udah janji bakal ngerayain anniv ke satu tahun kita 3 bulan lagi di sini, di Jakarta, tapi mana janji kamu, Van?"

"Kenapa juga kita harus telat ketemunya? Kenapa kita gak ketemu dari dulu, sebelum aku pindah ke Bandung? Gapapa kalau kita gak pacaran dan sekedar kenal doang karna kita berdua masih kecil, tapi setidaknya aku udah pernah ketemu sama kamu secara langsung."

"Dan kenapa juga Mama sama Papa ngajakin aku pindah ke Bandung kalau ujung-ujungnya bakal balik ke sini lagi?" Lanjutnya kini berdecih.

Detik itu juga Milea segera mematikan handphonenya ketika air mata tiba-tiba mengalir membasahi pipinya, gadis itu langsung menghapus air matanya tapi air matanya itu malah semakin bertambah deras sehingga membuatnya kesal.

Milea kembali menatap ke depan dan kembali menatap ke langit, matanya memerah tapi ia berusaha kuat untuk tidak berkedip.

Tiba-tiba sebuah langkah kaki yang membuka pintu kamarnya mengalihkan perhatiannya, Milea segera mengusap matanya dan menoleh ke belakang.

"Ada apa, Mah?" Tanya gadis itu seraya menghampiri Nadia yang sekarang ini sudah berada di dalam kamarnya.

"Mama mau ajak kamu ke cafe buat ketemu sama seseorang. Ini masih jam tujuh lebih 15 menit, nanti jam 8 kita ke cafe-nya. Kamu harus dandan yang cantik, pake baju yang bagus tapi jangan pake celana, jangan pake baju yang terlalu terbuka juga."

LACONIC Where stories live. Discover now