8

9.4K 466 10
                                    

delapan : Youth - Troye Sivan.

#

"Lo belum jawab pertanyaan gue Yo".

Rio yang tengah menyesap kopinya,mengangkat kepala. Pertanyaan Dilla yang mana? Ia benar-benar lupa.

Dilla mendengus,"kenapa kopi lo jadiin pelampiasan?"ulangnya lagi.

Kali ini,barulah Rio ingat. Pertanyaan yang belum sempat ia jawab,karena pelayan tampan yang menghampiri meja mereka.

"Gue dulu perokok. Kalau ada masalah,ya gue ngerokok. Kalau lagi stres,gue cuma mau rokok. Apa-apa gue tuangin ke dalam rokok. Pokoknya klopnya gue ya sama rokok. Sampai akhirnya,bokap tau kalau gue itu perokok akut. Ya,sama kaya gue suka kopi,sebelum gue jadi pengopi.  Gue kalau lagi stres,sehari bisa ngabisin satu sampai dua bungkus rokok. Setelah bokap tau,dia nganjurin gue buat ngeganti rokok jadi kopi. Berhubung dia dulu perokok juga. Awalnya gue sempet bingung,gimana caranya ngebayangin kopi itu rokok. Kopi diminum,rokok diisep,kan jauh. Papa gue bilang,terserah aja. Tapi dia cuma mau gue berhenti ngerokok,dan gantinya kopi.

Ya udah,karena gue gak mau nyakitin hati papa,gue ngopi. Gue buang semua rokok yang gue simpen,gue bakar. Pola hidup gue mulai berubah sejak empat bulan ini. Gue ngerasa jauh lebih sehat,gue juga gak lagi ngerasa pusing. Tiap pagi sebelum ke sekolah,gue ngopi bareng bokap. Tiap minggu kita nongkrong di depan rumah sambil ngopi. Papa berperan banget dalam perubahan gue ini. Dia bilang,gue mesti berubah apapun halangannya. Dan,meskipun itu susah banget,asli Dill,gue sempat give up dan gak mau lagi,tapi bokap terus dukung"jelas Rio panjang lebar.

Dilla yang mendengarnya,tercengang tak percaya. "Masalah dan stres? Lo punya masalah? Setau gue idup lo aman-aman aja".

Rio membulatkan matanya lalu tertawa,"lo bisa ngomong gitu,karena you just see me from the outside,just outside not inside. Lo gak tau gimana gue"Rio tersenyum miring.

Dilla meringis begitu melihat senyum Rio,terlihat pancaran kesedihan di balik mata hitam itu. Kesedihan yang tak dapat Dilla ketahui dan rasakan.

"Maaf"lirihnya sambil mengambil tangan Rio lalu mengusapnya.

Rio tersenyum,ia membalas mengusap punggung tangan Dilla dengan lembut,"gak apa-apa. Memang seharusnya lo tau. Gue minta maaf,karena gak bisa cerita sekarang"jelas Rio.

Dilla dengan cepat menggelengkan kepalanya,"lo gak perlu cerita. Masa lalu gak perlu diungkit. Dan,gue juga gak berhak untuk tau. Iya,kan?".

Rio menggeleng cepat,ia tak menyetujui ucapan Dilla,"gue perlu cerita Dill. Tapi,nggak sekarang. Butuh waktu yang tepat buat ceritain itu sama lo. Gue perlu ceritain masalah gue sama lo,supaya lo tau kenapa. Gue bisa ungkit apapun buat orang yang gue sayang,meskipun itu menyakitkan. Lo berhak tau,sangat berhak untuk tau. Maka dari itu gue cerita,karena lo berhak tau. Lo berhak tau gue".

Dilla terdiam,ia menatap dalam Rio. Dilihatnya mata tenang dan teduh itu. Kini kesedihan itu tak terlihat lagi. Yang dapat Dilla lihat hanya ketenangan,ntah kenapa sejak saling berpandangan tempo hari,Dilla mulai menyukai mata hitam Rio. Mata yang selalu mampu membuatnya merasa nyaman.

Dilihatnya Rio tersenyum,"you have to know every part of me ,you have to because you're special for me".

Rio tersenyum tipis,ia mengambil tangan Dilla yang tadi digenggamnya. Ia mengangkat tangan putih bersih itu,menghapus jarak antara punggung tangan Dilla dengan bibirnya. Kecupan hangat mendarat di tangan Dilla.

Sambil tersenyum,Rio mengusap tangan itu. Ia menyukai tangan mungil itu. "Makasih".

Dilla memerjapkan matanya,berusaha membawanya kembali ke dunia,"makasih,buat apa?".

MineWhere stories live. Discover now