29

7K 325 3
                                    

duapuluh sembilan : I Know Better - John Legend.

#

Rio langsung memeluk gadisnya begitu suara Dilla memanggil namanya, ia tak ingin menghabiskan waktu terlalu lama untuk berpikir ini nyata atau mimpi. Semua yang memberati pundaknya seketika menurun dan mereda ketika tangannya merengkuh tubuh kecil Dilla yang lusuh dan terlihat mengenaskan tersebut. Ia merindukan wangi parfum milik gadis ini. Ia rindu merasakan lembutnya helaian rambut hitam kekasihnya. Ia rindu meletakkan dagunya di atas kepala Dilla. Ia rindu memeluk gadisnya. Ia merindukan semua yang ada pada diri gadis di dalam pelukannya ini. Untuk sekarang, ia sungguh tak ingin melepaskan pelukan Dilla,

namun, suara seorang gadis menganggu dan mengharuskannya melepaskan pelukan kangen itu. Suara Abby yang jelas, lalu disusul suara langkah kaki yang terdengar begitu jelas di ruangan dimana ia berada sekarang. "Dilla!"seru Hannah yang langsung berlari menghampiri Rio yang sudah asik mendecak karena momen kangen-kangenannya harus terganggu.

"Sumpah lo semua ngacau"desis Rio sambil memutar bola matanya kesal. Ia bergeser sedikit untuk memberi ruang pada Hannah dan kembali membuka lilitan tali yang masih mengikat kuat kaki Dilla.

"Somebody around my pretty girl".

"Uno"cicit Abby.

Rio langsung menjatuhkan tali tambang yang tadi dipegangnya ketika mendengar suara seorang laki-laki yang tak dikenalnya. Ia menoleh ke asal suara, mendapati Uno sedang berdiri tak jauh darinya dengan tangan yang terlipat di depan dada. Seseorang menghidupkan lampu dan Rio dapat melihat bagaimana rupa Uno dan senyum jahatnya. Sangat jahat. Rahangnya mengeras, dengan cepat ia berjalan menghampiri Uno yang juga berjalan menghampiri Dilla.

"Ar, jangan!"lirih Dilla yang masih dapat didengar Rio ketikan tangannya terangkat dan terkepal di atas udara, siap untuk memberi tinjuan manis pada Uno. Tangannya langsung melemas, turun begitu saja, entah apa yang sedang terjadi, namun jelas saja Uno tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini, dimana Rio berpaling untuk melihat gadisnya.

"RIO!"pekik mereka yang sungguh terkejut dengan apa yang barusan terjadi. Ini gila. Bahkan Dilla sudah tak dapat menahan berat badannya sendiri, ia terjatuh ke lantai, untunglah ia tak pingsan. Sementara Rio, laki-laki itu terjatuh dengan darah segar yang mengalir dari sudut bibirnya.

"Gini cara lo nyelesain masalah? Cetek banget"desis Rama dengan tatapan tajam yang tertuju untuk Uno. "Udah gede, tapi mainannya kaya anak SMP". Uno yang mendengarnya hanya terkekeh, jelas saja ini bukan bumerang sama sekali untuknya, ia mendengarkannya lalu membuangnya.

"Sahabat lama, mulutnya ternyata masih sama kaya dulu, pedes". "Munafik juga lo ternyata, lebih belain bajingan daripada sahabat lo ini".

Bug

"Gue gak suka siapupun orang yang berani ngatain dan ganggu sahabat atau pacar gue, lo perlu tau itu"ujar Rio sambil menghapus kasar sisa darah dari sudut bibirnya.

"Nantang juga ternyata"gumam Uno dengan senyum miringnya.

"Uno udah!"kesal Abby berusaha memisahkan Uno dan Rio yang masih ingin membunuh satu sama lain.

"Ar, jangan". Semua larangan itu tentu dengan senang hati Rio tak dengarkan, kali ini ia sudah tak dapat menahan semuanya. Ia benci seseorang mengatainya dengan begitu kasar, ia benci seseorang menganggu hidup sahabat dan pacarnya, ia benci apapun yang menyangkut kehidupannya. Uno sudah kelewatan, dan seharusnya mendapatkan pelajaran indah darinya.

Uno memulainya, jelas bagi Rio untuk mengakhirinya.

Uno menantangnya, jelas bagi Rio untuk menerimanya.

MineWhere stories live. Discover now