15

7.5K 403 2
                                    

limabelas : Shy - Jai Waetford

#

Dilla tercengang. Apa yang barusan ia dengar? Apa ia tak salah dengar? Apa hanya khayalan saja yang berbicara? Atau ia mengigau? Atau ini mimpi? Atau...ntahlah.

Rasanya ia ingin menangis. Benar-benar ingin menangis. Menumpahkan semuanya. Ia bingung harus menjawab apa. Ada-apa dengan Rio? Kenapa Rio menembaknya?

Woke up Dill. Woke up! This is just dream. Open your eyes.

Dilla menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia berusaha memikirkannya. Apa ini jawaban dari pertanyaannya tadi pagi? Seputar Oki dan kak Diaz? Apa sudah terjawab malam ini? Tapi ,kalau ini hanya mimpi,ia harus berbuat apa?

"Hey? Dilla?".

Dilla masih terdiam,membuat Rio merasa tak enak hati. Ia memang sudah merencanakan ini dari,tadi pagi,sayangnya. Ia belum cerita tentang rencananya ini dengan kedua sahabatnya. Semuanya terkesan mendadak. Rio tau ini tak romantis. Ia tau dirinya tak menyiapkan cokelat,bunga,atau apapun itu. Ia hanya ingin semuanya terlihat sederhana.

Hanya berdua. Tanpa sebuah barang pun.

Hingga Dilla memeluknya,erat. Rio tersentak,kenapa gadis ini? Perasaannya mulai tak enak. Sebenarnya,Rio tak terlalu keberatan jika Dilla menolaknya. Rio keberatan jik Dilla menolaknya,lalu mulai menjauhinya. Rio keberatan dengan yang terakhir itu.

Jikalaupun misal Dilla menerimanya,tolong tampar pipinya. Takut ini hanyalah mimpi.

Rio tak dapat berbuat banyak,selain tersenyum kecil sambil melingkarkan tangannya. Membalas pelukan itu. Ia meletakkan dagunya di pundak Dilla.

"Yo,maaf".

"Iya,gak apa-apa. Gue tau kok. Gue minta maaf,udah lancang juga. Beneran".

Dilla sudah terisak sedari tiga puluh detik yang lalu. Ntah apa yang membuatnya tiba-tiba menangis. Ia merasa tak enak hati sekaligus bersalah pad Rio.

"Yo,maafin gue".

Rio terkekeh,ia melepaskan pelukan Dilla. Ditatapnya wajah yang nampak lesu itu. Ia menghapus airmata yang membasahi pipi Dilla. Lalu mengelus pipi Dilla dengan tangan kirinya. "Hey,udah dong. Kan bukan salah lo. Gue aja yang terlalu mendadak,dan gak mikir terlalu mateng. Maaf".

Dilla mengusap lengan Rio,ia menurunkan tangan Rio dari pipinya. Sambil mengusap punggung tangannya,Dilla menunduk. "Gue cuma gak bisa".

"Ya,gue tau. Gak apa-apa".

"Gak bisa nolaknya Yo".

Rio menaikkan alisnya. Bingung dengan apa yang barusan didengarnya. Setelah hampir satu menit,barulah ia membulatkan matanya. Menyadari semuanya. Jadi,Dilla?

"Dill?".

Dilla tertawa kecil,lalu kembali memeluk erat Rio. "Cie"godanya.

Rio membalas pelukan Dilla dengan perasaan yang berbunga-bunga. Tak akan menyangka bahwa Dilla akan menerimanya. Jadi,sedari tadi gadis itu berbohong?

Rio mencium puncak kepala Dilla. "Makasih"ujarnya.

Mungkin Rio akan mengingat ini sebagai hari terindah dalam hidupnya. Hari dimana ia menghabiskan waktunya bersama Dilla,kembali mempercayai seorang gadis. Dan,mencoba membuatnya bangun kembali.

"So,can i call you mine?".

"Of course. Now,i'm yours".

Rio semakin mengeratkan pelukannya. Semakin indahlah harinya. Berterima kasih pada dirinya sendiri yang sudah memberikan nyali yang besar untuk menyatakan cinta pada Dilla.

MineWhere stories live. Discover now