[5]

41.3K 2.1K 163
                                    

Bian menurunkan kecepatan Bugatti Veyron-nya bersiap memasukan mobil itu kedalam pekarangan rumahnya. Ia tidak segila Agni yang memberikan nama Juliet pada Lamborghini Veneno milik laki-laki itu. Bagi Bian mobil hanyalah sekedar mobil tanpa harus diajak bercakap-cakap ataupun digoda dengan rayuan maut ala Agni.

Bian mengernyit bingung saat melihat lampu rumahnya yang masih menyala, laki-laki itu mengalihkan pandangannya kejam tangan yang ia gunakan. Jam 2 malam, biasanya jam 11 malam lampu rumahnya sudah dipadamkan dan hanya beberapa lampu yang menyala. Namun kini rumahnya terang benerang.

Bian merasakan sesuatu yang buruk telah terjadi didalam rumahnya. Ia bergegas kepekarangan rumah, mengambil sebuah kartu didalam dompetnya, menempelkan kartu tersebut pada handle pintu rumahnya.

Bian menyeringai kejam, siapapun yang berani mengusik ketenangan dirumahnya akan ia habisi. Bian mengamati mayat-mayat di dalam rumahnya. Jika ia menghubungi polisi, maka keberadaan Agatha yang pernah menginjakan kakinya disini akan segera diketahui. Namun jika tidak menghubungi polisi, pelayan-pelayannya tidak akan mendapatkan keadilan. Untung saja malam ini hanya sebagaian dari pelayannya yang bertugas, hanya 10 orang.

Bian tahu seharusnya ia bergegas mencari keberadaan Agatha, ia menyadari bahwa pembunuhan yang dilakukan dirumahnya bukan untuk perampokan namun untuk menculik gadisnya. Kompleks perumahannya sangat sepi, walaupun banyak rumah-rumah mewah yang ada disekitar rumahnya Bian sudah memastikan selama satu minggu kedepan rumah-rumah tersebut kosong. Oleh karena itu Bian bisa dengan yakin, orang-orang yang telah melakukan kerusuhan didalam rumahnya bukan berniat untuk mencuri.

Tapi, tidak ... Bian tidak akan mencari keberadaan Agatha sekarang. Ia bukan mahluk bodoh yang akan bertindak tanpa rencana. Sekali lagi Bian menatap sekelilingnya.

Seorang pelayan wanita tewas akibat luka sayatan benda tajam pada lehernya. Sayatan tersebut melintang lebar sehingga hampir memutuskan leher dari badan wanita tersebut.

Dengan langkah pelan Bian kembali memasuki rumahnya, menuju ke arah kamar Agatha.

"Bodoh sekali," gumamnya saat melihat semakin banyak darah yang berceceran dengan beberapa orang yang juga sudah tewas.

Keadaan rumah yang sepi membuat suara ketukan sepatu yang digunakan Bian dengan lantai terdengar nyaring.

Langkah laki-laki itu tetap tenang, tidak sedikitpun Bian ingin merubah kecepatan berjalannya. Laki-laki itu meraih pegangan pintu kamar Agatha yang tertutup, membukanya perlahan sambil melangkah masuk.

Bian mengedarkan pandangannya kedalam kamar. Mayat Clara, pelayan yang ia pekerjakan untuk memenuhi kebutuhan Agatha terbujur kaku dengan luka tembak dikepalanya.

Bian berjalan mendekat, kemudian ia memakai sarung tangan kulit berwarna hitam yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Dengan mendekati mayat tersebut, Bian ingin memperkirakan waktu kematian pelayannya itu.

Walaupun hanya seorang dokter yang bisa menentukan kapan seseorang meninggal, tetapi Bian sempat menjalani pelatihan mengenai thanatologi jadi sedikit banyaknya ia bisa memperkirakan waktu kematian seseorang. (Thanatologi = sebuah cabang ilmu dalam kedokteran forensik yang mempelajari tentang kematian, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan post-mortem. Untuk mengetahui lebih lanjut silahkan tanya mbah google)

Bian membuka baju yang digunakan oleh Clara tanpa menyisakan sehelai benangpun, kemudian ia membalikan tubuh wanita itu untuk melihat punggungnya. Karena pada saat ditemukan Clara sedang berbaring, maka Bian menarik kesimpulan bahwa wanita itu tewas dalam keadaan yang sama.

Jika wanita itu tewas dalam keadaan berbaring, maka lebam mayat akan terdapat pada punggungnya. Oleh karena itu Bian sengaja membuka baju Clara dan memiringkan tubuh wanita itu agar ia bisa memastikannya.

Stuck On You [COMPLETED]Where stories live. Discover now