[20] END

35.2K 1.3K 293
                                    

Agatha berjalan memasuki mansion, diikuti Windu dan juga Joana. Agatha merasa sesuatu yang buruk akan terjadi padanya, tanpa sadar ia mengelus perutnya yang masih rata.

Gerakan itu tidak luput dari pengamatan Joana, sekian tahun menjadi seorang dokter ia tahu arti dari gerakan tangan memutar itu.

Ternyata firasat buruk Agatha benar, Windu mendorong Agatha sangat keras sampai gadis itu terpelanting ke bawah sehingga membentur lantai. Untung saja Bian sempat mengajarinya cara bertahan saat jatuh agar tidak membahayakan bayi mereka.

Agatha menyangga tubuhnya menggunakan telapak tangan, merelakan saja tangannya mengalami patah tulang asal tidak terjadi sesuatu pada kandungannya. Dengan kaki tertekuk ia mendudukan dirinya sepelan yang ia mampu.

Namun sepertinya, walau sudah melakukan itu perutnya tetap terasa nyeri. Agatha berdoa agar tidak terjadi sesuatu yang buruk pada bayi mereka.

"Apa-apaan kalian?" bentak Agatha, "Henrick? Juwita?" Agatha tidak menyangka mereka yang ia anggap sahabat bisa berbuat sekasar itu.

"Hahahaha, kita sudah mengenal sejak lama Agatha, tapi kau bahkan tidak mengingatku, hm?" Agatha membisu, tidak mengerti sepatah katapun yang Henrick ucapkan.

Laki-laki itu mendekat, memaksa Agatha mendongak kemudian membelai pipi pucatnya, "Bagaimana kalau kita berkenalan lagi? Halo Agatha, aku Windu," ucapnya penuh penekanan.

Laku-laki itu kembali terkekeh saat melihat rona terkejut di wajah Agatha, "Kau memang pintar gadis mungil, tapi kau tidak sepintar aku. Kau bahkan terjebak dalam permainanmu sendiri," lanjut Windu.

"Windu ... Joana?" tanya Agatha tiba-tiba. Saat penculikannya dulu, Raza sempat mencari informasi mengenai penculiknya, Windu, Juwita dan Joana. Diantara ketiga orang tersebut, Joanalah yang paling berbahaya. Entah berapa orang tidak berdosa yang berakhir tak bernyawa di tangan terampilnya.

Bahkan di saat kuliah dulu, Joana melupakan lulusan sarjana bedah terbaik di fakultasnya. Tanpa sadar Agatha kembali mengelus perutnya, saat melihat seringaian kejam di wajah Joana.

Joana menarik Agatha berdiri dari duduknya kasar, kemudian mendorong gadis itu lagi dengan cukup keras, untung saja dibelakangnya sebuah sofa yang cukup lembut sehingga Agatha tidak terbentur terlalu keras.

"Bajingan!" bentak Agatha ketakutan. Bukan takut terjadi sesuatu padanya tapi takut terjadi sesuatu pada bayinya.

Kenapa harus dia? Kenapa saat ini? Kandungannya baru memasuki trimester pertama, kandungan itu begitu rentan dan lemah, risiko terjadi keguguranpun sangat tinggi jika ia tidak berhati-hati.

"Duduk! Diam saja!" perintah Joana berbisik di telinga Agatha, mengancam Agatha dengan pisau menempel tepat di perut gadis itu. Agatha menelan ludahnya, dengan keringat mengalir di dahinya. Tangan kanannya bergerak kedepan, memberi jarak antara pisau tersebut dengan perutnya, menjaga calon bayinya yang masih berbentuk janin dengan posesif.

Agatha meringis saat merasakan tanggannya teriris oleh permukaan pisau, darah mengalir dari punggung tangannya.

"Jangan berani kau menyentuh anakku, atau aku akan mengejarmu sampai ke neraka sekalipun," ancam Agatha tegas.

"Hahah," Joana reflek tertawa, sungguh mengesalkan, "tanpa aku menyentuh anakmu pun, dia tetap akan mati Agatha," ucap Joana diiringi bunyi ledakan, pilar berapi jatuh tepat diatas mereka, disusul bunyi ledakan kedua dan ketiga.

Mata Joana membelalak tidak percaya begitu pula tubuh Agatha yang melemas seketika.

Jeritan Windu terdengar, membuat mereka menatap laki-laki itu. Api berkobar besar melahapnya, tidak menyisakan apapun selain jerit penderitaan. Waktu bergerak lambat untuk Agatha, saat serpihan atap berapi jatuh tepat di atas kepalanya. Dengan cara apa lagi agar ia bisa melindungi sang buah hati?

Tubuh Agatha bergerak maju, sampai membentur tubuh seseorang. Joana? Untuk apa wanita itu membantu Agatha?

"Jangan bergerak jalang kecil, atau kau akan menyesal pernah melawanku," kali ini Joana meletakan pisau tersebut di leher Agatha, menempelkan erat sampai darah merembes keluar. Entah disengaja atau tidak, Joana menghindari pembuluh besar dibagaian leher tersebut, yang jika teriris kemungkinan untuk selamat sangat kecil.

Agatha memasrahkan diri, bukan karena takut tapi karena merasa kelelahan. Asap dari api tersebut memenuhi paru-parunya menimbuklan perasaan sesak dan terbatuk. Jika mereka berdua tidak keluar dari mansion tersebut, bisa jadi mereka meninggal akibat keracunan asap bukan karena terbakar api, tertimpa balok kayu ataupun beton.

Agatha tidak mengetahui bagaimana cara Joana membawanya, yang ia tahu hanya mereka sampai di halaman mansion tidak jauh namun cukup untuk menghindari kobaran api dan asap yang menyesakan dada tersebut.

Agatha tersungkur ke rerumputan saat Joana melepaskan cengkramannya pada tubuh Agatha. Joana sendiripun ikut tersungkur, bahkan gadis itu terbatuk keras.

Walaupun tidak mampu menggerakan tubuhnya, Agatha melihat saat Joana meraih pistol di saku celana gadis itu. Membidik kearahnya sebelum menarik pelatuk.

Joana segera berlari meninggalkan Agatha setelah menembakan peluru. Bunyi tembakan menggema menarik perhatian Bian, membuat laki-laki itu berlari ke asal suara.

"Agatha," teriak Bian saat melihat gadisnya terbaring lemah bersimbah darah.

"Bi~," Agatha tersenyum saat melihat wajah laki-laki yang sebulan lagi menjadi suaminya. Ingin sekali ia memeluk Bian, bersandar dan melepaskan rindu. Namun matanya terasa berat, tidur sebentar tidak masalah, 'kan?

-----

"Agatha, saat ini berada dimana?" Sisi mendesah saat laki-laki yang ia peluk termenung, menatap bintang-bintang yang bertaburan di angkasa sambil menanyakan pertanyaan yang sama, berulang-ulang kali setiap malam selama hampir dua tahun ini.

"Apakah gadis itu bahagia?" Sisi tidak tahu harus menjawab apa. Setahun setelah kepergian Agatha, Ia dan Abisena memutuskan menikah. Membagi beban perasaan bersalah itu berdua.

Agatha ... dimanapun kau berada, kuharap kau bahagia. Walau tidak bersama kami.

THE END

AKHIRNYA TAMAAAAT YEEEIII *dikeroyok masal😂*
Tuliskan kesan kalian selama baca ceritaku dong, kalau ada masukan juga tinggalkan di kolom komentar,

12/04/2017

Stuck On You [COMPLETED]Where stories live. Discover now