[19]

20K 1.1K 90
                                    

"Tatap aku Sisi, sebelum aku menggila dan menghancurkan semua yang ada dihadapanmu!" perintah Abisena membuat Sisi mendongak, membiarkan laki-laki yang ia cintai menatap wajah buruk rupanya yang begitu menjijikan.

Abisena menyeringai, Sisi-nya. Gadis itu benar Sisi-nya. Tidak perlu melakukan tes DNA, Abisena sangat yakin gadis yang berdiri di depannya adalah Sisi yang selama ini ia tunggu-tunggu.

"Kemana saja kau selama ini?" Abusena menangkup kedua pipi Sisi, menatap mata gadis itu lekat. Membiarkan dirinya tenggelam dalam kerinduan.

"Jangan menangis, Abi," Sisi mengusap air mata yang mengalir di wajah Abisena.

Abisena terkejut, menyentuh tangan Sisi yang sedang mengusap wajahnya. Menangis? Ia?

"Aku merindukanmu," Abisena memejamkan matanya, meresap kehangatan dari telapak tangan Sisi diwajahnya.

"Aku juga merindukanmu," balas Sisi berbisik. Gadis itu menjinjit menyetuh bibir Abisena dengan bibir mungilnya. Membiarkan kedua bibir itu menempel tanpa melakukan apapun.

Abisena mengerang, bersikap pasif bukanlah ciri khasnya. Namun ia juga tidak mau mengejutkan Sisi dengan hasrat yang selama ini ia pendam. Tanganya mengepal agar tidak berkeliaran di tubuh gadis itu.

"Sttt ... " Raza berbisik ke arah Bian.

[Apa?] tanya Bian tanpa suara, ia tidak enak mengganggu kedua sejoli yang selama ini terpisah itu. Untung saja nasib Abisena sedikit lebih baik daripada Cinta yang ditinggal hampir 12 tahun oleh Rangga.

[Gue pengen punya pacar, masa keduluan Agatha sama Abi] balas Raza lagi dengan wajah super cemberut. Bian memutar kedua bola matanya.

[Tenang, Agni juga masih jomblo. Kalian pacaran aja] Bian berujar kesal.

[Mana ada, bentar lagi juga orang itu pacaran. Tuh lihat!] Bian mengikuti arah yang Raza tunjukan. Benar juga, Agni sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dari Juwita. Menatap gadis itu penuh dendam, sementara Juwita memilih berpura-pura tidak menyadari tatapan Agni yang berapi-api tersebut.

[Bodoh! Itu tatapan benci bukan cinta]

[Benci sama cinta beda tipis]

"Kalau berbisik jangan keras-keras goblok!" Agni menjitak kepala Raza. Menyebalkan sekali kedua sahabatnya itu.

"Biaaaan," rengek Raza mendekat kearah Bian meminta bantuan, sementara Bian dengan senang hati membiarkan Raza masuk kedalam pelukannya.

"Begini ya dia kalau sudah nemu yang baru, Bi." Raza membenamkan diri didalam pelukan Bian. Menangis terisak-isak dengan suara keras. Anak TK pun tahu seberapa menderitanya Raza ... nanti saat mempertanggung jawabkan kebohongannya di depan tuhan.

Juwita terkekeh geli melihat drama tiga sekawan tersebut. "Siapa yang menyuruhmu tertawa?" bentak Agni pada Juwita. Gadis itu segera menutup mulutnya, menghentikan tawanya dengan paksa.

"Jangan cemberut!" perintah Agni lagi saat melihat bibir Juwita mengerucut sebal.

"Sekalian aja jangan bernapas," gerutu Juwita.

"Ide bagus, mati saja!" Bian dan Raza ternganga mendengar kata-kata Agni. Mati? Agni meminta seorang wanita agar mati?

Mungkin pendengaran mereka sedang bermasalah.

"Anu ... " keributan Agni-Juwita tersela suara lembut Sisi.

"Biaaaannn," Raza kembali merengek saat melihat pemandangan di depannya. Abisena berdiri dibelakang Sisi dengan tubuh menempel sepenuhnya seperti perangko dengan amplop surat. Tangan Abisena melingkar di perut Sisi dan kepala bersandar di kepala gadis itu.

Stuck On You [COMPLETED]Kde žijí příběhy. Začni objevovat