[6]

37.3K 1.9K 36
                                    

"Kekiri tuan," perintah Sisi tanpa melepas pandangannya dari mobil yang mereka ikuti.

"Iya, iya aku tau," jawab Abisena singkat.

"Lebih cepat lagi tuan," kali ini Sisi hampir berteriak gemas saat Abisena tetap melajukan mobilnya pelan dan menjaga jarak dengan mobil yang tengah membawa nonanya itu.

"Sisi, kita harus menjaga jarak agar mereka tidak curiga."

Semakin larut, jalanan semakin legang. Mobil yang mereka ikuti semakin melaju kencang membuat Abisena secara otomatis meningkatkan kecepatan mobilnya. Sisi menahan dirinya agar tidak menjerit ketakutan saat mobil yang ia tumpangi terasa melayang.

"Pegangan!" perintah Abisena.

"Pegangan? Apanya yang dipegang? Mamangnya kita sedang mengendarai motor?" sahut Sisi panik. Bagaimana tidak panik, jika kecepatan berkendara mereka melebihi 200 km/jam. Ia bahkan tidak menggunakan panggilan tuan yang sebelumnya tak pernah ia lupakan sekalipun.

Abisena melirik penumpang disebelahnya, walaupun gadis itu membentaknya tetapi Sisi tetap melakukan apa yang ia perintahkan. Terbukti saat salah satu tangannya mencengkram kursi yang ia duduki dan satunya lagi mencengkram sabuk pengaman.

Abisena tahu bahwa menaikan kecepatan mobil sampai 200 km/jam sangatlah berbahaya untuk keselamatannya dan juga keselamatan Sisi. Namun, jika tidak melakukan itu, maka mobil yang ia ikuti akan terlepas dari kejarannya.

Secara tiba-tiba mobil yang mereka ikuti itu berhenti membuat Abisena segera menginjak rem dalam sehingga menimbulkan bunyi decitan keras. Ia mengulurkan tangan kirinya kearah Sisi agar kepala gadis itu tidak terbentur dengan dashboard mobil.

"Apakah kau baik-baik saja?" tanya Abisena khawatir. Laki-laki itu menatap gadis didepannya lekat, memperhatikan setiap jengkal tubuh Sisi.

Sisi membalas tatapan Abisena dengan pandangan kesal. Seolah-olah berkata, kau tidak gila kan? Bagaimana mungkin aku masih baik-baik saja jika nyawaku hampir saja tertinggal karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan kecepatan mobilmu! Namun, hanya anggukan yang mampu ia lakukan. Bibirnya seperti terjahit tanpa mampu mengeluarkan sepatah katapun. Ia segera menyandarkan kepalanya kearah belakang.

Membiarkan jok mobil itu menumpu seluruh berat badannya sementara ia mengumpulkan kembali puing-puing keberaniannya yang tercecer.

"Sisi apakah kau baik-baik saja?" kali ini Abisena tidak hanya bertannya tapi juga menyentuhkan telapak tangan dinginnya kedahi Sisi.

Sisi yang awalnya terpejam, kembali membuka mata terkejut. Raut wajah khawatir yang Abisena perlihatkan membuatnya terharu, ia merasa menjadi gadis spesial bagi Abisena.

"Iya, saya baik-baik saja. Ayo kita turun," ajak Sisi.

"Tidak! Sisi bisakah kau membantuku?" tanya Abisena serius. Sisi mengangguk mengiyakan.

"Terimakasih, aku yang akan turun. Kau tetaplah disini," pinta Abisena.

"Tapi..."

"Tidak! Dengarkan aku dulu Sisi, ini untuk kebaikan kita bersama." Sisi menatap Abisena ragu, akankah laki-laki itu baik-baik saja melawan mereka sendirian?

-----

Bian memacu Bugatti Veyron-nya cepat, menekan pedal gas dalam, meliuk-liuk mengikuti jalanan sempit perumahan kumuh kota itu. Laki-laki itu bahkan tidak memerdulikan mobilnya yang terluka akibat tergores benda-benda aneh di sekitar jalan yang ia lewati. Tujuannya hanya satu, ia harus sampai di tempat itu sebelum mobil yang membawa gadisnya sampai. Bian melihat ujung jalan tersebut.

Stuck On You [COMPLETED]Where stories live. Discover now