[12] B

31.9K 1.6K 169
                                    

"AGNI!" geraman penuh nada kebencian, yang mampu membuat orang matipun lari terkencing-kencing ketakutan terdengar menggema dalam ruangan yang dipenuhi orang-orang itu.

Tubuh Agatha merosot kelantai diiringi isak tangis ketakutan. Perduli setan dengan imej angkuhnya. Agatha harus melampiaskan emosinya agar tidak menjadi gila. Hampir saja...

Hampir saja ia kehilangan sahabatnya, seorang yang telah menemaninya seumur hidupnya. Sejak mereka berusia 4 tahun.

"Abi," bisik Sisi. Tidak ada yang menyangka laki-laki itu kembali sadar, walau dengan darah yang menetes dari kepalanya. Serpihan atap yang terkena peluru itu berjatuhan tapi untungnya tidak runtuh menimpa dua kakak beradik itu.

"Kau pikir apa yang kau lakukan?" tanya Abisena pelan, Bian yeng reflek melindungi sahabatnya dari bogem mentah Abisena mencengram salah satu tangan Abisena yang mengarah kepada Agni.

Sedangkan Raza mencengkram sebelah tangan Bian agar tidak membalas pukulan yang Abisena lancarkan pada Agni, sudah ia bilang sebelumnya. Hubungan antara Agni dan Bian sungguh rumit, jika diistilahkan dalam bahasa modern benci tapi cinta. Ya, begitulah.

Bian tidak akan membiarkan seseorangpun menyentuh Agni baik dari ujung kepala ataupun kakinya begitu juga sebaliknya. Tapi kedua laki-laki itu tidak akan setengah-setengah jika dihadapkan pada pertarungan satu lawan satu. Setidaknya mereka tidak akan berhenti sampai salah satu dinyatakan mengalami patah tulang pada beberapa bagian tubuh.

"Kau bisa membunuhnya kalau kau melayangkan pukulanmu Bian," ingat Raza sambil melirik kepala Abisena yang masih bocor. Jika tidak dihentikan laki-laki itu pasti mati mengalami perdarahan.

"Ini masalah keluarga, biarkan mereka menyelesaikannya," bujuk Raza lagi. Seberharga apapun Bian dimata Agni, bagi Agni keluarganya adalah yang paling utama. Laki-laki itu bahkan rela menukarkan nyawanya hanya untuk menjaga kedua adiknya itu.

Bian melepas cengkramannya pada tangan Abisena kemudian berjalan kearah Agatha. Laki-laki itu sempat melupakan keberadaan wanitanya saat melihat ancaman pada sahabatnya. Tidak menutup kemungkinan juga, jika dihadapkan pada pilihan antara keselamatan Agatha ataupun Agni, Bian akan kesulitan memilih. Kedua orang itu sangat berharga dalam hidupnya.

"Sttt... semua baik-baik saja," bisik Bian sambil menarik Agatha kedalam pelukannya. Bukannya mereda tangis Agatha kembali mengeras, perasaan bersyukur dan juga lega saat mengetahui mereka semua selamat bahkan juga Sisi.

"Tapi bagaimana cara mereka semua berada disini?" Raza menatap sekelilingnya. Tim polisi indonesia terbaik yang sedang dalam tugas menyamar di Hongkong dengan jumlah hampir seratus orang telah bersembunyi dibalik balok kayu gudang ini.

"Sejak kapan mereka berada disini?" tanya Raza lagi, lebih kepada dirinya sendiri karena tidak akan ada satu orangpun yang menyahutinya. Agni dan Abisena yang masih sibuk mengukur kekuatan lawan. Dan Bian yang lupa daratan setelah berhasil memeluk Agatha.

"Hentikan drama murahan kalian!" bentak Windu kesal karena merasa diacuhkan. Selain itu juga ia membutuhkan tambahan kepercayaan diri saat jelas-jelas pasukannya kalah jumlah. Kemampuan? Jangan ditanya! Siapapun yang berani mencari gara-gara dengan Bian hanya mempunyai dua pilihan. Maut atau Neraka.

"Sisi kedua orang tuamu sudah kuamankan, kemarilah!" perintah Abisena lembut membuat beberapa orang disana kaget.

Apa yang terjadi?

Flashback.

"Agatha," Abisena menyebutkan nama adiknya, "gadis itu akan mencoba untuk kabur. Jadi serahkan surat ini, dan minta dia untuk jangan bertindak macam-macam. Jangan memancing kemarahan penculik itu karena kita belum tau apa motif penculikan yang dia alami." Sisi menatap kertas yang Abisena serahkan padanya. Dengan kebimbangan yang ia tak pedulikan sisi menulis sesuatu di kertas lain yang tersisa.

Stuck On You [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant