prolog

33.4K 2.5K 85
                                    

Sekali lagi Orin menatap wajahnya di depan cermin.

Bahkan sampai sekarang pun aku belum bisa menyukai bayangan gadis yang sedang menatapku itu. Kenapa sih dia pilih warna peach? Demi Tuhan, ini kan pesta di malam hari? Kenapa nggak pilih warna-warna yang lebih berani sih?

Orin mengulurkan tangan untuk menjangkau tissue organizer yang tergantung di sebelah cermin ketika HP-nya berbunyi nyaring. Berlyn. Bahkan hanya dari suara deringnya saja seolah sudah mewakili ketidaksabaran pria yang sedang menunggunya di teras.

"Sayang, sepuluh menit lagi kita sudah harus nyampe di tempat acara, lho. Udah selesai dandannya?"

"Ehm—"

"Kan aku bilang kalau kamu udah memiliki kromosom cakep, jadi nggak usah diapa-apain juga sudah oke."

"Gombal!" omel Orin menahan kesal sekaligus menahan senyum.

Tanpa menunggu jawaban Orin mematikan sambungan, menyambar hand bag berukuran mungil, dan dengan menggunakan ujung kakinya yang langsing mengambil sepatu dari rak kecil serta menginjaknya.

Berlyn berdiri menatap ke luar, saat sinar matahari sudah sepenuhnya meredup, membuat suasana menjadi gelap. Mendengar langkah Orin yang mendekat, pria itu membalikkan tubuhnya. Dengan senyum sejuta watt pria itu menatap gadis itu dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Aku nggak terima kritik," komentar Orin sambil terus melangkah mendahului pria itu.

Berlyn tertawa, mengikuti gadis itu dengan langkahnya yang panjang, menuju mobilnya yang sudah terparkir di halaman. Malam ini adalah kesempatan pertama bagi mereka untuk hadir sebagai pasangan di acara pesta perusahaan. "Kamu tuh bisa banget bikin aku mati kutu begini. Penampilanmu bikin aku malu pada usiaku. Rasanya aku jadi kayak om-om lagi anterin ponakan ke pesta prom."

"Sengaja," jawab Orin sambil menyeringai.

Mereka sudah duduk bersisian di dalam kendaraan. Bahkan Berlyn juga sudah siap di belakang kemudi, ketika Orin mendapati ada sesuatu yang kurang. "Bee? Kamu emang nggak pakai dasi?"

Berlyn mengembuskan napas dengan kesal. "Duh, ketahuan!"

"Jarum jatuh aja aku tahu, apalagi kecelakaan kayak gini. Tunggu bentar!" kata Orin sambil membuka tasnya dan mengeluarkan sehelai dasi –Yups! DASI!—dari benda yang seolah tak ada gunanya karena terlalu imutnya. "Sini, aku pasangin!"

"Dan gimana bisa kamu tahu warna dasi yang paling cocok buat bajuku!" Berlyn menggeleng-geleng takjub. Selain matanya selalu teliti pada setiap detail, Orin adalah polisi warna paling kejam yang dia kenal.

"Gampang! Kan aku hafal banget selera warna kamu buat baju-bajumu. Jadi aku bikin dasi-dasi yang warnanya dijamin cocok buat padanannya."

Gosh!

Berlyn terdiam dan berusaha tenang ketika jari-jari Orin bergerak melilitkan dasi di lehernya dan dengan lincah menjadikannya simpul yang rapi.

"Udah," kata Orin sambil kembali ke posisinya semula. Duduk dengan manis dan rapi di sisinya. Tak peduli pada tatapan tajam Berlyn yang tertuju kepadanya.

Orin melabeli Berlyn sebagai perayu ulung dan tukang gombal sejati. Tetapi sadarkah gadis itu kalau sebenarnya dia lah the natural-born-gombalers? Karena Orin sendiri kelihatan tidak sadar kalau sedang nggombal, dan tidak pula menyadari kalau Berlyn sudah takluk oleh gombalannya.

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang