add. Tough Love in Memory

9.8K 1.4K 79
                                    

Disclaimer:
Ini bukan update ya...
Tadi waktu cek ricek beberapa bagian pada novel Tough Love, aku memutuskan untuk membagi sedikit adegan pada bab-bab awal novel terbitan 2015 ini.
Ketika Orin baru bertemu Berlyn, dan pria itu adalah atasannya secara langsung.
Ketika Orin menemukan potensi gombal luar biasa pada diri pria ini.
Buat yang sudah baca, bisa dilewati.
Buat yang belum baca, semoga paragraf-paragraf berikut bisa membantu untuk lebih mengenal karakter utama kisah ini.
Selamat membaca.

Orin masih sibuk berkutat mengecek data progres yang baru di-submit oleh kontraktor dan menyesuaikannya dengan laporan hasil pengecekan di lapangan oleh para inspektor, ketika tiba-tiba suara Berlyn yang menggelegar memecah keheningan kantor yang hanya diisi dengung pelan printer serta sayup- sayup musik yang terdengar dari entah laptop siapa.

“Orin, sini dulu, Sayang, bantu aku!”

Glegkh! Orin menelan ludah dengan susah payah. Meski dia sudah bernjanji tidak akan merona malu, tidak akan terkejut, apalagi merespons berlebihan pada panggilan ‘sayang’ yang  dilontarkan Berlyn kepada hampir semua makhluk berkelamin perempuan, tak urung Orin salah tingkah dengan wajah memerah. Orin cemberut sebel pada Yunita yang terkikik-kikik geli melihat reaksi Orin. Sementara di ujung sana Charles, Agus, dan Lambok tak dapat menahan tawa, terbahak-bahak di depan komputer masing-masing.

“Nggak lucu, tau!” semprot Orin kepada Yunita yang semakin geli hingga kedua matanya berair, sambil beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju ke tempat si bos berada.

“Ya, Pak Berlyn?” tanya Orin begitu tiba di depan meja laki-laki itu.

Berlyn tidak memalingkan wajahnya dari layar laptop. “Sini deh, bantu aku beresin file ini,” katanya masih tanpa menoleh.

Orin berjalan memutar dan berdiri di sebelah kursi atasannya itu dengan penasaran. Otomatis pandangannya tertuju ke layar yang sedang dibuka Berlyn. Satu diagram yang cukup kompleks terpampang di sana.

“Kamu lihat kan, ini diagramnya banyak banget? Seliweran nggak karuan bikin sakit mata dan bikin bingung karena nggak tau apa yang mau diinformasikan oleh diagram ini,” Berlin menunjuk ke garis-garis aneka warna yang simpang siur. Aneka faktor bertubrukan dan bersilangan tidak jelas.

“Nah, tugas Orin sekarang adalah, tolong ini dibikin secantik dan semanis dirimu yang pagi ini begitu berkilau pakai baju kotak-kotak itu. So, ntar siang pas meeting, para pembesar di lantai atas itu nggak bakal punya alasan lagi buat  nanya-nanya bingung dan kritik sana-sini sok tau seperti biasa. Semakin sedikit mengundang pertanyaan, semakin jauh dari masalah. Seinformatif dan sesimpel mungkin. Just like Sweet Orin. Ok?”

Orin bengong memandang bosnya yang sedang tersenyum menawan sok menampilkan puppy eyes yang nggak banget di wajah maskulin itu. Orin sampai berkedip-kedip heran, tak yakin dengan apa yang dilihatnya maupun kalimat yang barusan didengarnya. Ajegile! Bisa ya ni orang segitu gombalnya sampai buat ngasih job aja pake bawa-bawa baju segala?

“Nah, sekarang coba kamu ambil flash disk imutmu itu, aku kangen liat cengiran lucunya. Aku belum ketemu flash disk itu sama sekali pagi ini.”

Dasar geblek! Rilakkuma dikangenin? Sewot setengah mampus, Orin berjalan kembali ke mejanya mengambil flash disk berbentuk karakter beruang Jepang itu. Sementara para penghuni kantor yang lain semakin tergelak-gelak mendengar percakapan ajaib atasan bawahan yang super antik.

Setelah menyalin data dari laptop Berlyn, Orin sudah bersiap hendak beranjak dari sebelah laki-laki itu.

“Orin, soal Puji jangan dipikir lagi ya, Sayang. Nggak ada gunanya juga. Kalau dia memang pilih Sandra, biarin aja. Cari yang lain aja yang lebih ganteng. Cowok masih banyak, lho. Dan nggak jerawatan kayak dia.”

Orin terkejut. Ini orang nyinyir apa reseh, sih?

“Idih! Bapak, aneh-aneh aja. Saya nggak ada apa-apa sama Mas Puji, kok.”

“Bener, nggak ada apa-apa? Kalau memang nggak ada apa-apa, buang dong wajah cemberutmu itu. Ntar manisnya berkurang lho.”

“Iya, Pak, nggak ada apa-apa,” Orin mengangguk dengan mantap. Lebih untuk meyakinkan diri sendiri. Apakah dirinya setransparan itu? Sampai-sampai atasannya pun tahu?

“Kalau mau cari gebetan model gitu gampang kok, serahin aja padaku. Ntar aku cariin satu khusus buat kamu.”

“Eh?”

“Bener. Serius.”

“Pak Berlyn...!”

“Tinggal kamu tentukan aja, kamu mau yang berekor cokelat apa berekor putih?”

Ha? Orin membelalakkan mata. Berlyn cuma nyengir berlagak sok polos, sepolos setan yang baru menjebak Adam!

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang