Two: The Story Behind Us

13.2K 1.7K 101
                                    


Akhir pekan adalah saatnya Orin menggunakan waktu tersebut untuk mengisi-ulang energinya yang sudah terkuras oleh aktivitas pekerjaan selama satu minggu.

Memang sih, pekerjaannya kali ini bukan jenis yang sangat berat karena hanya perlu dikerjakan di belakang meja. Apalagi kalau dibandingkan dengan aktivitasnya ketika berada di lapangan dulu. Sekarang pekerjaan utama Orin adalah analisis data. Bukan jenis yang menantang banget, dan sangat dihindari oleh sesama assistant engineer. Siapa juga yang ingin tenggelam setiap hari bermain-main dengan data curah hujan dan data debit. Bila banyak petualangan yang lebih menjanjikan di luar sana.

Tetapi Orin kerasan sekali di sini. Membuat teman-temannya heran. Bahkan Berlyn pun menyampaikan hal yang sama.

"Serius Rin, kamu cuma ingin di divisi hidro?" tanya pria itu minggu lalu, saat mereka sedang makan siang bersama di kantin karyawan.

"Aku seneng kok di situ," jawab Orin sebelum menyuap nasi soto yang dia pesan.

"Nggak bosen kan?"

Orin menggeleng. Bagi orang yang punya hobi yang menurut beberapa orang adalah kegiatan membosankan seperti menjahit, berkutat dengan data ribuan sheets data adalah hal yang sangat normal. Apalagi ada bonus menarik berupa otak-atik rumus Mononobe untuk menghitung intensitas curah hujan, atau analisis debit banjir dengan metode Melchior. "Waktu kuliah dulu aku paling suka mata kuliah hidrologi emang."

"Maksudku, aku bisa sih usahain..."

"Nggak usah, Bee. Aku tetap di divisinya Pak Dhani aja. Udah cocok sama orangnya."

Orin tak peduli kalaupun di belakangnya banyak yang menjulukinya gadis nerd, yang sama nerd-nya seperti Pak Dhani. Kenyataannya atasannya adalah orang yang baik yang membuat Orin betah bekerja bersamanya. Sedikit bicara dan perintah yang diberikannya jelas. Standar mutu yang ditetapkan juga jelas. Tidak pernah marah-marah tanpa alasan. Selama semua pekerjaan selesai tepat waktu, kalau pun terlambat selalu disertai alasan yang logis, beliau oke-oke saja.

Dibalasnya tatapan Berlyn yang seolah ingin mengatakan lebih banyak lagi. "Aku udah dua tahun lebih di divisi ini. Aku nyaman kok."

"Ya udah kalau emang begitu. Sebab divisi itu kan—"

"Aku banget," potong Orin. "Jadi jangan bilang kalau hidrologi membosankan, ya! Dan terima kasih atas tawarannya. Aku menghargai banget hal itu. Tapi nggak usah."

Berlyn sudah banyak sekali menurunkan standar pribadinya demi mengimbangi Orin yang masih sangat pemalu untuk menunjukkan hubungan mereka secara terbuka. Salah satunya adalah kebiasaan makan di kantin karyawan ini. Sebagai orang dengan jabatan lumayan, ada tempat khusus baginya di lantai lima gedung divisinya. Sekali dua kali pria itu berhasil mengajak Orin untuk makan siang di sana. Tetapi lama-lama Orin menghindar dengan beragam alasan, yang semua didasari oleh keengganannya untuk berada di tempat yang asing buatnya. Apalagi bila terpaksa harus menyapa orang-orang tua kolega Berlyn. Ampun!

Ketika Orin mengatakan kalau lebih baik mereka makan siang sendiri-sendiri saja, Berlyn menyelesaikan masalah itu dengan muncul di ruangan hidro sebelum jam makan siang tiba. Tanpa canggung sekalipun pria itu mendampinginya makan siang di kantin karyawan, dan membaur bersama teman-temannya. Pembawaannya yang santai membuatnya bisa diterima di mana saja dan dengan mudah berkomunikasi dengan orang-orang yang lebih muda.

Bahkan ibu kantin sering dibuat tersipu-sipu digodain oleh Berlyn. Sehingga memberi bonus beberapa lauk tambahan.

"Receh banget sih, godain ibu kantin hanya buat dapat gratisan!" protes Orin dengan wajah merah padam. "Malu tuh, Bee!"

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Where stories live. Discover now