Eighteen: Count Me! (a)

7.2K 1.7K 102
                                    

Never tell your enemy she is doing the wrong thing.

Orin tahu hari ini akan menjadi hari yang berat untuk dilalui. Selain urusan pekerjaan dan tanggung jawabnya terhadap tim, kemudian masalah Mila, gadis itu juga yakin kalau Mei tidak akan tinggal diam setelah kejadian semalam.

Ya sudah, dijalani saja sih Rin. Memang seperti itulah jalannya hidup. Tidak mungkin berharap semua baik-baik saja. Tidak mungkin membuat semua orang senang. Kesalahan akan tetap terjadi meskipun tidak ada yang salah sama sekali. Ibunya akan menyebut kondisi seperti itu sebagai 'apes'.

Tadi Berlyn meneleponnya setelah subuh dan mereka mengobrol tentang hal-hal random. Mengesampingkan segala kecanggungan sisa semalam, Orin menemani Berlyn ngobrol dalam perjalanan ke bandara di pagi buta. Juga mengiyakan tanpa banyak protes pada pesan-pesannya agar Orin rutin mengecek rumahnya, dan mengatur beberapa hal bersama pengurus rumah tangga. Dan obrolan itu membuatnya tidak bisa tidur lagi dan tiba di kantor lebih pagi.

Suasana kantor masih sepi ketika Orin memasuki ruangannya. Terlihat beberapa tas teman-teman sekantornya yang diletakkan bertumpuk di meja luas di tengah ruangan. Yang menandakan mereka sudah datang dan sedang sarapan di kantin.

Dengan tenang Orin menyalakan komputernya dan mulai membuka perlengkapan perangnya. Membuka tablet andalannya, gadis itu meneliti satu per satu daftar pekerjaannya hari ini. Rutinitas yang menjadi ciri khasnya. Orin si pecinta ketertiban.

Dia begitu tenggelam dalam aktivitasnya sehingga tidak menyadari kehadiran seseorang di dekatnya. Barulah ketika sang tamu berdeham untuk mengisyaratkan keberadaannya, gadis itu mendongak. Ada Jeffry berdiri di depannya.

"Selamat pagi," sapa pria itu dengan sopan.

"Selamat pagi. Saya pikir Pak Jeffry ikut ke lapangan," balas Orin dengan kesopanan yang sama.

Jeffry mungkin lima tahun lebih tua dibanding Orin. Tetapi dia adalah salah satu senior di perusahaan ini. Andai Sunu masih bekerja di sini, keduanya akan berada di level yang sama.

"Oh, nggak. Saya sama Anom ditahan di kantor sampai urusan beres. Pak Berlyn pergi didampingi sama Agus Pakpahan dan tim yang lain. Tadi pagi saya sudah menghubungi Pak Dhani, dan beliau mengatakan kalau hari ini kita berkoordinasi bertiga. Saya, Mbak Orin, sama Pak Dhani."

"Anom?" tanya Orin otomatis.

"Dia di kantor, untuk mengerjakan kembali laporan. Membenahi dari awal. Saya yang ditugaskan untuk supervisi dia sampai pekerjaannya bisa dipertanggung jawabnkan. Itu instruksi langsung dari Pak Berlyn. Semalam kami langsung mengadakan meeting secara virtual. Pak Berlyn langsung bertindak cepat berdasarkan informasi dari Mbak Orin sebagai hidrologist."

Orin tersenyum sambil mengangguk. Matilah Berlyn kalau sampai tidak percaya pertimbangan profesionalku. Tidak percaya padaku, sama aja dia dengan mengakui telah memilih orang bego sebagai pasangannya. Ha!

Dengan sudut matanya Orin melihat Mila muncul dari pintu.

"Rin ..." Mila mendekat dengan wajah butek. "Lo ngomong apa sama Pak Berlyn?" tuduh cewek itu tanpa peduli kehadiran Jeffry sang deputi kepala divisi bisnis dan energi.

Orin menghela napas panjang. Malu dan segan pada bawahan Berlyn. Tetapi Mila memang sekurang ajar itu orangnya. "Aku ngobrolin banyak hal dong sama Pak Berlyn. Kita kan pacaran, ingat?" balas Orin berusaha tenang dan santai.

"Jangan sok bego, lo! Lo kan yang mengadu tentang kesalahan data itu? Yang bikin Mas Anom diskors, nggak bisa ke lapangan untuk batas waktu yang tidak ditentukan?"

Ya ampun, Mila! Apakah dengan bicara seperti ini cewek di depan Orin ini ingin menunjukkan powernya? Bahwa Orin bukan berarti apa-apa buat dia?

Orin berdiri dari tempat duduknya dan menatap Mila dengan tenang. "Aku nggak wajib jawab pertanyaan kamu deh, Mil," balasnya.

Melihat situasi kedua perempuan yang sepertinya akan bertengkar, Jeffry segera mengambil tindakan. "Mbak Orin, Pak Dhani barusan japri, memberitahu kalau beliau sudah tiba di lobi. Kita segera ke sana aja ya."

Orin menoleh pada Jeffry. "Oke," jawabnya sambil tersenyum. Lalu kembali menatap Mila. "Mil, boleh jadi kita barengan masuk ke sini. Boleh jadi kita teman seangkatan di sini. Tetapi secara struktural, posisiku lebih tinggi dari kamu," kata Orin tanpa tekanan, tanpa kemarahan.

Mila menatap Orin dengan tegang. Menyaksikan bagaimana gadis itu menyiapkan perlengkapannya dengan tenang.

"Aku rapat ke kantor Pak Dhani dulu, Mil," pamit Orin dan berjalan menyusul Jeffry yang tersenyum menyeringai melihat gaya Orin.

"Ternyata Pak Berlyn seleranya cewek kalem kayak Mbak Orin gini. Biasanya cewek kalem itu mematikan, Mbak," komentarnya sambil tertawa.

Orin tersenyum. "Nggak juga kok, Pak," sahutnya ngeles.

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Where stories live. Discover now