Ten: Couple Layout Design (a)

7.7K 1.6K 56
                                    

Rumah berkembang seiring perkembangan pribadi.

Sebagai orang yang sehari-hari beraktivitas di bidang kerajinan, Orin sangat memahami bagaimana karakter seorang creator tertuang dalam hasil karyanya. Setiap warna yang dipilih, detail yang dipakai, hingga sentuhan akhir yang diberikan, adalah gambaran utuh pribadi sang pembuat, atau sang pemilik.

Begitu pun dengan hunian. Sekecil apa pun ruangan yang ditempati, tak pernah bisa dilepaskan dari sosok penghuni utamanya. Sejak dia tinggal di kamar kos yang kecil, tinggal di mes karyawan yang terletak di pedalaman, hingga sekarang menempati paviliun dengan ukuran yang lebih besar, Orin selalu berusaha menatanya sebaik mungkin. Dengan mempertimbangkan faktor keterbatasan yang dimiliki ruangan, entah luasnya, entah warna cat dindingnya, faktor kebutuhannya, dengan begitu banyaknya barang koleksi yang dia miliki, serta kenyamanan yang diinginkannya. Karena nyaman bagi Orin adalah semua barang tertata rapi, tetapi mudah ditemukan, dan dirapikan kembali tanpa ribet. Praktis, efisien, dan nyaman. Serta mengakomodir segala kebutuhan.

Orin tidak pernah menganggap remeh sebuah proses desain. Meskipun untuk rumah seorang Berlyn. Iya! Berlyn yang itu! Yang seolah tidak peduli mau tidur di sofa, di kasur, atau di lantai. Si pelor, yang asal capek, nempelin kepala, dan molor nggak pakai lama. Yang tidak pernah ingat karpet di ruang tamunya berwarna apa dan didapat dari mana. Yang juga tak begitu peduli meskipun gordennya yang selain terlalu pendek, juga kehilangan satu ring. Membuatnya terpasang miring dengan menyedihkan.

"Udah diurusin istrinya Pak Hus. Diatur sama Mama. Aku tinggal masuk dan pakai saja," katanya tak acuh.

"Tapi masa iya kamu nggak tahu kalau gorden kamu kependekan? Ditutup full pun nggak guna karena bagian bawahnya kelihatan." Orin menunjukkan apa yang dia maksud.

Berlyn mengerutkan kening. "Oh iya, ya. Kependekan."

"Ye... baru nyadar!"

"Tapi lucu lho, Rin. Kayak orang pakai rok mini. Bawahnya kelihatan."

Dan Orin menyambitnya dengan bantal kursi yang sudah keras dan kaku, entah didapat dari zaman apa. Berlyn tertawa terbahak-bahak. Mencium pipi Orin dengan gemas, lalu menghilang dengan alasan harus bekerja sebentar.

Membiarkan Orin bebas membuat konsep desain untuk penataan ruang utama rumah ini. Sementara si tuan rumah sudah berada di salah satu ruangan yang difungsikan sebagai ruang kerja darurat. Dikatakan darurat karena buku-buku Berlyn banyak yang terserak di lantai karena belum memiliki rak yang cocok. Beberapa malah masih berada dalam kotak-kotak yang masih tersegel. Juga beberapa koper yang turut memeriahkan lantai ruangan kecil itu.

Meskipun keberadaan keduanya terpisahkan oleh beberapa dinding, jangan harap suasana akan terasa sepi. Berlyn satu orang, ributnya nggak kalah sama sepuluh orang ngomong bareng. Apalagi kalau sedang ngobrol, suaranya yang keras seperti sedang ngajak berantem. Orin khawatir HP pria itu sering jebol karena terlalu lelah setiap hari diteriakin. Dia pernah bertanya, apakah sinyal si penerima begitu jeleknya, membuat Berlyn harus berteriak-teriak begitu.

"Emang aku ngomongnya terlalu keras ya?" tanyanya dengan muka tak berdosa.

Dasar!

"Jadi, gimana sayangku? Sudah siap pergi berbelanja perabot?" tanyanya memecah konsentrasi Orin.

Orin menoleh dengan terkejut. "Kok bisa sih, kamu nongol aku nggak denger?" tanyanya terkejut.

"Kamu asyik sekali sih," Berlyn mengempaskan diri di sebelah Orin. "Lihat dong!" Tangan pria itu terulur untuk meraih gawai andalan gadis itu. Lalu mengamati sketsa tata letak yang sudah dibuat.

"Tadi aku sekalian browsing katalog furniture yang beredar di pasaran. Kayak ini nih, buat set living room kamu, Bee. Di sisi dinding yang itu, dipasang display cabinet dengan empat pintu. Warna putih aja, biar kalau nanti kamu mau pindah di rumah baru, tetap akan serasi sama cat dinding yang akan dipakai," Orin menunjukkan barang yang dia maksud. "Barangnya ready, tadi aku juga sudah chatt sama customer service merk ini. Tapi kalau kamu nggak suka, bisa alternatif yang satunya, Bee."

Dengan lincah gadis itu membuka-buka laman yang sudah dia tandai, menunjukkan kepada Berlyn berbagai alternatif yang bisa dipilih pria itu.

"Konsepnya, ukuran lebar kabinet nanti proporsional sama lebar ruangan ini, Bee. Nggak kelihatan terlalu penuh, tapi juga nggak nyempil seuprit di sudut ruangan. Perkara warna gampang. Kalau kamu nggak minat warna-warna netral yang aku sebutin tadi, kamu bisa pilih warna lain. Hijau tua pun oke. Soal nanti pas apa nggak sama warna dinding, bisa diatur."

Orin masih nyerocos beberapa lama. Sampai dia menyadari kalau Berlyn sudah tidak lagi berkomentar. Melainkan asyik menatap wajahnya. Terutama bibirnya.

"Kamu kenapa deh, Bee. Kok bengong gitu?" tegurnya.

"Aku nggak bengong, aku tuh lihatin bibir kamu yang lagi ngomong, Rin."

Orin terkejut. "Emang kenapa bibirku? Ludahku muncrat?" tanyanya gugup. Dengan panik dia mengangakat tangan dan bermaksud menyentuhnya dengan punggung jari.

Tetapi Berlyn menghentikan gerakan Orin. "Nggak ada ludah yang muncrat kok," katanya dengan suara pelan. "Aku hanya sedang cari alasan untuk menyentuh kayak gini."

Orin terdiam dengan dada berdebar ketika ujung ibu jari Berlyn menyentuh bibirnya dengan lembut.

***

Berbelanja bersama Berlyn mengingatkan Orin pada masa kanak-kanaknya dulu. Ketika dia sering salah fokus dan bosan pada aktivitas ibunya dalam menawar barang-barang. Membuatnya tanpa sadar mengikuti kemauan sendiri dan menyusuri rak demi rak mengamati aneka barang yang memikat hatinya.

Berlyn pun begitu. Di saat Orin sedang berdiskusi dengan pramuniaga tentang cara instalasi kabinet besi yang akan mereka pesan, pria itu sudah kabur entah ke mana. Saat Orin meneliti material pelapis sofa, dan mengelusnya untuk mengecek serat kain yang digunakan, Berlyn malah tenggelam di bagian hobi, asyik memilih aneka peralatan memancing.

Pria itu hanya mengedip genit ketika Orin menegurnya dengan tatapan matanya yang tajam. Berlyn cengengesan, Orin geregetan, sang pramuniaga mengamati keduanya dengan senyum yang berusaha ditahan.

Note:

Unggah dikit dulu. Karena mau reset sistem. Semoga nggak pakai lama.

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Where stories live. Discover now