Seven: Unseen Distance

8.4K 1.7K 132
                                    

Setia adalah hati yang selalu kembali, sejauh apa pun dia telah pergi.

Perusahaan tempat Orin bekerja bergerak di bidang industri EPC –Engineering, procurement, and construction. Menempati lahan seluas empat belas hektar, perkantoran mereka membentuk satu kawasan bisnis mandiri yang memiliki fasilitas cukup lengkap. Selain kantor pusat, gedung-gedung divisi pun dibangun secara terpisah menempati blok-blok yang diklasifikasikan berdasarkan industri yang dihasilkan.

Divisi jalan dan jembatan adalah divisi yang selama ini menjadi legend di perusahaan. Membawahi steel tower yang ahli dalam urusan transmisi listrik hingga menara komunikasi, steel bridge untuk jembatan rangka baja, hingga boarding bridge, yang melambungkan nama perusahaan dengan produk garbarata yang menghiasi berbagai bandara di seluruh Indonesia. Divisi keren idaman setiap karyawan.

Sejak beberapa tahun lalu ada satu divisi bernama power generation yang membawahi industri pembangkit listrik, baik tenaga air maupun tenaga uap. Semula bidang tersebut dibuat secara terpisah dalam bentuk perseroan terbatas sesuai dengan lokasi proyeknya, dan diperlakukan sebagai anak perusahaan. Tetapi sejak beberapa bulan yang lalu, Berlyn yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di Master Civil Engineering and Management di Delft, Belanda, dipanggil oleh direktur utama dan ditunjuk untuk mengurus divisi baru, bisnis energi. Karena memang pria itu, pertama kali Orin bertemu, sudah menduduki posisi project control dalam power plant project.

Orin sendiri akhirnya berada di divisi baru. Disebut divisi hidro, padahal sebenarnya adalah anak perusahaan baru bernama resmi CME –Consulting and Management Engineering. Gudangnya pada engineer yang menyuplai desain untuk masing-masing divisi. Yang salah satu bidang garapannya adalah hidrologi dan hidrolika. Zona paling nyaman tempat Orin menjadi expert di dalamnya.

Siapa bilang bermain dengan data itu membosankan? Tidak sama sekali. Karena Orin lebih suka bekerja dalam ketenangan. Jauh dari hiruk-pikuk meeting yang mengharuskannya beradu argumen. Biarlah peran-peran seperti itu diambil orang lain. Dia cukup puas berada di balik layar.

Selama para bos ke lapangan untuk menginisiasi proyek-proyek baru, Orin kebagian kalang kabut karena harus menyuplai data yang sewaktu-waktu mereka butuhkan. Membuat gadis itu akhirnya harus tegas menagih hasil kerja timnya. Dia pula yang akhirnya menyusun program kerja serta menentukan deadline setiap hari.

"Njar, kamu nih gimana sih? Masa iya penyajian datanya kayak gini?" tegurnya dengan halus pada Anjar. Meskipun cowok itu seusia dengannya, melalui seleksi alam, akhirnya harus bekerja di bawah koordinasinya.

"Ini waktunya mepet, Rin. Kamu kan mintanya cepet," kelit cowok itu.

"Cepet bukan berarti ngawur, Njar. Coba deh kamu jelasin sama aku, kesimpulannya apa? Grafik yang kamu bikin ini bicara apa?"

Anjar diam.

"Gini lho, kamu kalau menyiapkan data yang digunakan untuk bahan presentasi, bikinlah sesuatu yang gimana caranya orang nggak perlu nanya lagi. Saat presentasi, detail angka kadang nggak penting, Njar. Tapi tampilan visual itu jadi poin utama. Misal nih, kamu lihat grafik ini. Kan nggak bicara apa pun? Selain sekumpulan titik yang digabung sama garis-garis semrawut gini. Nggak nunjukin trend curah hujan di wilayah itu gimana. Kapan curah hujan paling tinggi dan berapa lama, dan kapan hari cerah terjadi. Ntar orang-orang yang mau menyusun schedule di lapangan jadi susah untuk mementukan kapan harus mulai clearing, kapan mulai pekerjaan tanah, dan kapan harus nyiapin pergudangan. Data ini penting untuk menentukan start pekerjaan. Hubungannya dengan tender bareng kontraktor, Njar. Kamu pikir buat apa?"

Akhirnya Anjar mengangguk. "Oke deh. Gue betulin lagi."

"Setengah jam kelar ya," kata Orin, masih dengan nada bicaranya yang kalem.

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Where stories live. Discover now