sweet revenge (b)

9.7K 1.9K 162
                                    

Berlyn memang sudah memperingatkan Orin bagaimana load pekerjaan setelah ini. “Tunggu aja, setelah ini orang-orang di kantor bakalan kelabakan mengimbangi apa yang aku dapatkan di lapangan,” kata pria itu sambil tertawa.

Orin berdecak-decak tak habis pikir. Kalau Berlyn kalau sudah kumat jailnya, siapa saja bisa jadi sasaran. Termasuk Orin sendiri. Karena tahu-tahu hari-hari gadis itu diisi dengan menghadiri berbagai rapat maraton bersama direktur teknik dan beberapa bagian terkait.

Orang-orang di kantor hampir kewalahan mengimbangi kerja tim Berlyn yang luar biasa agresif dalam memenangkan beberapa kesepakatan yang berujung pada proyek baru bagi perusahaan. Satu per satu apa yang dulu hanya merupakan bagian dari daftar usulan proyek, kini sudah berada di dalam genggaman dan memiliki peluang 90% untuk diwujudkan.

“Berlyn mah, setan dia! Itu mulutnya entah ada apanya, sampai-sampai setiap negosiasi dia bisa menang begitu. Dengan biaya marketing yang sangat rendah pula!” Pak Budiarso sang direktur teknik menggeleng-geleng antara kesal dan takjub. “Gimana, Neng? Selama pacaran sama Berlyn, lo digombalin melulu nggak?” tanya pria senior itu kepadanya.

Orin yang sudah mulai terbiasa berada di antara para pria berjabatan tinggi dan kalau bicara sering lupa pakai filter, hanya tersenyum tipis. Meskipun dalam hati sudah memaki-maki dengan kesal.

“Jangan mau kalau dikadalin dia. Minta panjar yang gede. Bentar lagi duitnya banyak dia, kaya raya. Bonusnya ampun-ampunan tuh dari setiap megawatt listrik yang berhasil dia golkan. Kalau perlu minta rekening pribadi yang isinya banyak. Jangan mau rugi,ya?”

Para pria yang hadir di tempat itu terkikik geli. Orin berusaha mati-matian untuk tidak sampai tersipu malu mendengar obrolan dengan kadar pedas level sepuluh ini.

“Minta rumah. Minta mobil. Sekarang aja, mumpun dia lagi kaya. Nggak usah nunggu nanti. Kalau Berlyn nanya, bilang aja lo diajarin Pak Budiarso. Pasti mingkem dia. Berlyn boleh menang cakep, menang pinter, punya pacar masih muda kayak gini. Tapi dia kalah tua sama gue.”

Beberapa orang yang hadir tertawa menanggapinya. “Akhirnya ada juga yang bisa menaklukkan Berlyn,” Pak Irsal tergelak-gelak.

Orin jadi heran, selama beberapa kali mereka meeting bersama, tak sekali pun ada gurauan tentang pernikahan Berlyn dengan Irma. Seolah hal itu tidak pernah terjadi. Atau karena ada dirinya di tempat itu? Sepertinya tidak juga. Karena beberapa waktu lalu mereka mengerjai Pak Dhani yang juga sudah bercerai sejak setahun lalu.

“Lo beruntung banget, Rin, dapet tangkapan oke banget kayak Berlyn. Terjamin deh masa depan lo sama dia,” Pak Irsal mengedip genit. “Siapa sih cewek yang sanggup menolak pesona Berlyn? Pasti dia udah bikin lo klepek-klepek, ya?”

“Sepertinya kebalik,” sahut Pak Dhani sambil tertawa. “Pak Berlyn kelihatannya yang kelabakan ngadepin Orin yang nggak banyak omong.”

Orin cukup mengenal bosnya ini. Nyinyir memang bukan watak Pak Dhani. Tetapi pria ini memiliki kemampuan untuk meletakkan bom di saat yang tepat. Jadi Orin tidak akan terlena dengan kalimat sanjungan yang baru saja dilontarkan.

“Tempo hari saya ke lapangan sama Pak Berlyn. Bolak-balik dia mojok buat telepon Orin. Bener kan, Rin? Dia ngobrol melulu sama kamu?” tanya Pak Dhani. “Bukan telepon cewek yang lain kan?”

As I assumed before, batin Orin. “Coba nanti saya tanya Pak Berlyn, dia sudah menghubungi siapa saja,” balasnya tenang.

“Kan? Apa saya bilang?” Pak Dhani memandang Pak Irsal. “Cewek selow kayak gini bikin Pak Berlyn kelimpungan. Tapi biarlah sekali-sekali dia dibikin mati kutu sama Orin.”

“Nah, bener. Pinter lo, Rin. Terus aja kayak gitu. Biarin Berlyn meraba-raba sendiri. Diam menghanyutkan itu memberi kesan misterius. Bikin pria pemburu macam Berlyn ini jadi tertantang.”

Orin hanya tersenyum, tak satu pun dari omongan para pria itu yang bisa membuatnya percaya. Mereka hanya bergurau. Dan dirinya sebagai satu-satunya perempuan di ruangan ini hanyalah salah satu jokes item bagi mereka.

Di antara mereka semua, sulit mengatakan siapa akrab dengan siapa. Berlyn terlihat akrab dengan Pak Irsal karena kebetulan saja memiliki hobi yang sama. Tetapi dia lebih sering berdiskusi masalah pekerjaan dengan Pak Dhani. Secara tersirat Berlyn sangat menghargai pendapat profesional koleganya ini. Sedangkan Pak Budiarso, karena pria ini lebih senior. Meskipun beberapa kali Berlyn menyebutkan kekurangan direktur teknik ini sebagai orang yang kurang agresif untuk urusan pekerjaan, dan cenderung menyukai zona nyaman.

Para pria dengan dunianya. Yang seolah tidak mengizinkan wanita untuk mengintip aktivitas sekeras ini. Mungkin karena Berlyn adalah bagian dari komunitas ini juga yang membuatku belum bisa percaya 100% padanya, batin Orin. Seolah ada batas tak kasat mata yang menghalanginya membuka diri sepenuhnya pada Berlyn. Karena kalau dia mencintai Berlyn dengan sangat besar, secara otomatis dia menginvestasikan perasaan dan hidupnya dengan jumlah yang sama besar. Andai hubungan ini tidak berjalan dengan lancar, dan kemungkinan terburuk gagal di tengah jalan, Orin takut dia sudah tidak memiliki apa-apa lagi.

Orin sedang bersiap menikmati makan malam yang terlambat ketika sebuah keinginan menghampirinya. Mungkin aku harus berusaha lebih keras untuk mengimbangi Berlyn. Jalan karierku sudah menapak di jalur yang pas untuk mendekatinya. Apa salahnya kalau aku juga mencoba mendapatkan Berlyn? Kalau dalam pekerjaan aku bangga bisa sampai sejauh ini karena usaha sendiri, mungkin aku akan sama bangganya andai bisa membuat hubungan ini berhasil karena usaha sendiri.

Incoming video call from Orin.

Berlyn yang sedang berada di kamar hotel, hampir terjengkang melihat tulisan di layar ponselnya. “Halo, Hello Kitty cantikku?” sapanya tanpa dipikir.

Di ujung lain, Orin berusaha menahan diri untuk tidak melempar ponselnya, geregetan oleh sambutan norak Berlyn. “Bee…”

“Orin lagi ngapain?” tanya Berlyn memotong dengan cepat.

“Mau makan malam.”

“Tunggu sebentar ya, aku tutup dulu.”

“Kamu nggak lagi di kamar mand—”

Ketika Berlyn memutus sambungan dengan semena-mena, jantung Orin berdegub kencang. Ada apa ini? Apakah dia bersama seseorang?

Lalu ponsel Orin berdering. Panggilan video kali ini berasal dari Berlyn. Dengan waswas gadis itu menekan tombol terima. Kali ini Berlyn sedang berada di ruangan yang lain. Ruangan yang lebih terbuka dan terdengar beberapa suara.

“Bee—”

“Rin, aku sudah di resto hotel. Dengan begini kita bisa makan malam bareng lewat video, kan?”

Note:

Ngingetin lagi ya, minta bantu  polling dengan mengisi form di link : bit.ly/OrinBerlyn

Terima kasih.

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang