Sixteen: It's Just That ...

8.7K 1.8K 101
                                    

Kemarahan dengan intensitas sebesar itu dalam ucapan Orin membuat Berlyn terkejut. Pria itu seperti baru saja mengenal sisi pribadi Orin yang lain.

"Apa yang sudah kamu lakukan, Bee? Bersama orang-orang itu."

"Mereka bukan orang lain, Rin. Mereka teman-teman kerjamu."

"Sejak kapan kamu tahu siapa temanku dan siapa yang bukan?"

Berlyn menatap Orin dengan tegas. "Mereka bekerja di kantor yang sama denganmu selama bertahun-tahun. Beberapa dari mereka berasal dari divisi yang sama denganmu. Dan atasan mereka adalah kolegaku."

Seketika Orin merasa dirinya buruk sekali karena sudah berprasangka seperti ini. Sekarang gantian kamu yang tolol, Rin! Apa Kamu tahu apa tentang Berlyn? Tentang posisinya di perusahaan yang harus terkoneksi dengan banyak pihak? Baik atasan maupun bawahan. Bahkan sebagai atasan Berlyn juga wajib mengayomi orang-orang yang kamu anggap brengsek seperti Mei dan Mila.

"Aku tahu, sebagai rekan kerja, kamu dan mereka pasti terlibat banyak konflik. Tidak semua dari mereka menyenangkan. Yang menyebalkan juga banyak. It's just that ... ," Berlyn merentangkan kedua tangannya sambil menggeleng-geleng, mencari kata yang paling tepat untuk menjelaskan maksudnya. "Itulah hidup, Rin."

"Aku hanya ..." ucapan Orin terputus. Merasa alasan kemarahannya tadi sudah tidak relevan lagi. Karena Berlyn tidak tahu apa yang harus dia hadapi setiap hari di kantor. Dan Orin tidak tahu bagaimana cara mengatakan hal tersebut dengan jelas, tanpa membuat dirinya seperti seorang pengadu seperti anak kecil yang kalah bersaing dengan teman sekelasnya. Orin tidak bisa mengutarakan maksudnya tanpa membuat dirinya menjadi menyedihkan.

"Aku tidak merasa melakukan sesuatu yang membuatku mendapatkan ekspektasi serendah itu darimu. What's wrong with me, Rin?"

Pertanyaan sederhana dari Berlyn membuat Orin terkejut.

Berlyn menatap gadis yang ada di hadapannya dengan tajam. Orin yang dikenalnya bukan jenis orang yang suka membesar-besarkan masalah. Bahkan alih-alih cari perhatian, gadis ini malah cenderung bersembunyi untuk membuat dirinya tidak terlihat. Jadi ketika Orin memutus hubungan telepon tanpa peringatan sebelumnya, menolak panggilan-panggilan berikutnya, dan terakhir mematikan ponsel, Berlyn langsung sadar ada sesuatu sedang terjadi.

"Tadi aku panik sekali. Kupikir sesuatu sedang terjadi padamu," kata Berlyn. "Dan aku merasa bodoh sekali karena selama ini tidak pernah menyempatkan diri untuk lebih peduli serta memperhatikan aktivitasmu. Aku tahu di mana galerimu berada, tetapi aku tak tahu namanya apa. Aku mengenal Luna, tetapi aku tidak terpikir untuk menyimpan nomor ponselnya. Andai kamu tahu betapa aku waswas, Rin."

"Maafkan aku, Bee..."

"Rin, ini bukan urusan yang hanya akan selesai dengan perkataan maaf. Kamu bisa meminta maaf, aku juga bisa. Tetapi selamanya aku tidak akan tahu apa-apa kalau kamu nggak bicara, Rin."

Karena pacar lo bukan dukun! Orin menguatkan hati untuk membuka diri. "Aku hanya marah..."

"Karena?" tanya Berlyn berusaha sabar. Untuk pertama kalinya dia benar-benar terjepit dalam kondisi yang membuatnya mati kutu. Tetapi ini Orin, gadis yang sudah dipilihnya untuk menjadi pendampingnya.

"Ehm ... tadi aku konflik dengan Mei. Aku tidak mau dia memanfaatkanku untuk meminta traktir sama kamu hanya karena kamu mau ke lapangan."

"I see..."

"Sudahlah, Bee. Itu nggak penting," kata Orin sambil bergerak meninggalkan Berlyn dan memilih duduk di kursi yang biasa dia pakai untuk bekerja. Karena meskipun dia mengatakan seperti itu, sangat bertentangan dengan hati nuraninya. Karena apa yang membuatnya sakit hati adalah sesuatu yang biasa bagi orang seperti Berlyn. Perbedaan seperti ini menyakitkan.

Sew The Heartmade (akan terbit dengan judul :Love You, Orin)Where stories live. Discover now