Bab 51

5.6K 983 230
                                    

Aji merebahkan tubuhnya di atas kasur. Kedua matanya menatap langit kamar. Sejak tadi, ia terus memikirkan hubungan sang kakak dengan Cole. Samar-samar, telinganya mendengar deru mobil yang kian menjauh. Pandangannya beralih pada pintu kamar.

Meski penasaran dengan apa yang terjadi, anak lelaki itu tidak berani membuka pintu. Tangannya mengambil gawai, membuka sebuah aplikasi untuk mengecek melalui kamera pengawas di rumahnya.

Sayangnya, ia tidak dapat mengakses apapun. Gio telah mematikan akses ke kemera pengawas. Tangannya mengepal, dipukulnya kasur yang ia tiduri dengan keras.

"Kalau aku jadi kamu, aku akan mempertanyakan segalanya."

Aji menoleh, dilihatnya Fiqa yang masuk ke kamarnya melalui pintu yang menghubungkan kedua kamar anak. Iapun berdiri, menatap sang kakak dengan bingung.

"Papa mempersilakan kamu untuk nanya segalanya. Kenapa gak kamu manfaatin?"

Tidak mendengarkan perkataan sang kakak, Aji menunjukkan layar gawainya. Terlihat layarnya yang hanya hitam.

Fiqa menatap layar persegi panjang itu dan berkata, "Oh, papa sama mama pasti berantem. Makanya kita gak bisa akses supaya kita gak tau."

Kening Aji mengernyit. "Papa sama mama gak mungkin berantem, Kak."

Gadis yang berdiri di hadapannya itu menatap layar gawainya sendiri. Kemudian, ia tersenyum miring dan keluar dari kamar melalui pintu kamar sang adik.

"Kak, jangan!" ucap Aji yang melihat sang kakak membuka pintu. "Kita gak boleh keluar kamar."

Sudah menjadi peraturan tak tertulis sejak dulu, jika kedua orang tua mereka meminta mereka untuk masuk kamar, tidak ada yang boleh membuka pintu kecuali orang tua mereka.

Fiqa menoleh, "Papa sama mama pergi." Iapun melangkah pergi, menuruni anak tangga.

Melihat gadis itu melanggar peraturan rumah, Aji hanya bisa mematung.

***

Aji terbangun dari tidurnya. Jam menunjukkan pukul delapan pagi. Iapun mengubah posisinya menjadi duduk. Buru-buru ia masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri.

Setelah selesai, tak lupa ia berpakaian dan langsung turun, menuju meja makan. Takut jika sang ayah akan marah karena ia telat bangun.

"Loh, makanannya mana?" tanyanya yang melihat kedua kakaknya masih duduk dengan kedua tangan menopang dagu.

"Papa lagi beli. Aku laper." Fiqa memajukan bibir bawahnya.

"Mama mana?"

"Gak tau, gak ada." Kini, Fiqa melipat kedua tangannya di atas meja dan menyembunyikan wajahnya di atas lipatan tangan.

"Kenapa Kaela gak masak?" Aji menatap kakak pertamanya.

"Kata papa, gak usah."

Suara deru mobil terdengar. Ketiganya menoleh ke arah pintu utama. Tak lama, Gio datang dengan dua tote bag merek terkenal berisi makanan. Senyummya terukir.

"Kenapa gak masak aja, Pa?" Aji kembali bertanya.

"Papa kesiangan." Gio mengusap rambut anak lelakinya.

"Mama mana?"

"Di rumah Kakek." Pria itu duduk di kursinya.

"Ada Tom and Jerry," ucap Fiqa.

Qila menatap saudara kembarnya, memperingati.

"Di YouTube." Fiqa menunjukkan deretan giginya.

WasanaWhere stories live. Discover now