Bab 59

4.5K 749 142
                                    

Aji melangkah keluar dari kamarnya. Pandangannya langsung tertuju pada sang ayah yang tertidur pulas di atas sofa. Kakinya pun melangkah, mendekat.

"Papa." Dengan hati-hati, ia menggoyangkan tubuh pria itu.

Gio membuka matanya perlahan. "Hai," ucapnya dengan nada khas bangun tidur.

"Papa kenapa tidur di sofa?" Terlihat jelas ekspresi heran di wajah Aji.

"Kamu siap-siap ke sekolah, nanti Papa yang antar." Gio mengubah posisinya menjadi duduk.

"Iya." Anak lelaki itu kembali masuk ke dalam kamarnya.

***

Aji melangkah pelan menuju meja makan. Semua anggota keluarganya sudah berada di kursinya masing-masing. Pandangannya terpaku pada Fiqa yang masih mengenakan pakaian tidur dan Qila yang belum mengganti pakaian yang ia kenakan untuk pergi ke rumah Nadya.

"Kafi nggak kerja?" tanyanya ketika duduk di kursi miliknya.

Perempuan itu menggeleng.

Dari tempatnya, Aji dapat melihat jelas wajah sembab Qila. Ia menghela napasnya. "Maaf."

Sadar bahwa kini semua mata tertuju padanya, ia melanjutkan, "Maaf karena Aji udah bikin kacau suasana dinner semalem."

"Bukan salah kamu," ucap Qila dengan singkat.

"Kalau Mama jadi kamu, Mama akan tanya semua pertanyaan." Mel menjeda kalimatnya, matanya melirik Gio sekilas. "Ke papa."

Gio berdeham. "Silakan dimakan sarapannya."

Setelah satu sendok suapan, Aji kembali bersuara. "Semalem papa tidur di sofa."

Fiqa menoleh ke arah Qila yang terlihat tidak terganggu oleh perkataan sang adik. Ia tetap menikmati makanannya.

"Oh, ya?" Merupakan respons Fiqa.

"Iya. Kenapa?"

"Papa ketiduran," jawab Gio.

"Kok bisa?" Qila ikut bertanya, seolah memancing pria itu untuk berkata jujur di hadapan Aji.

"Papa lagi ngurus kerjaan," jawab pria itu.

Fiqa menatap sang adik. "Papa emang gila kerja. Kalau disuruh pilih kamu atau kerjaan, pasti pilih kerjaan."

Gio bungkam.

Mel menatap kedua anak perempuannya. "Kalian mau ngapain hari ini?"

"Aku mau di rumah aja," jawab Fiqa.

"Aku mau ke toko." Qila ikut menjawab.

"Kamu kenapa, Fiqa? Jangan karena kamu kerja di tempat Papa, kamu bisa seenaknya." Gio memberikan tatapan serius.

Fiqa memejamkan kedua matanya, berucap dengan nada dramatis. "Aku demam."

Qila bangun dari duduknya, berdiri tepat di belakang saudara kembarnya. Hal itu membuat Gio menghela napas.

"Ayo, Aji. Papa antar. Pulang dijemput sopir, ya."

Aji berdiri, mengecup ibu dan kedua kakaknya secara bergantian.

***

Qila melangkah masuk ke dalam sebuah toko kue. Sejak kecil, ia selalu ingin memiliki toko yang menjual kue-kue kesukaannya. Tetapi, toko itu baru didirikan sejak ia diterima untuk melanjutkan pendidikannya di Australia supaya ia akan sering pulang ke Indonesia.

"Pagi, Kak Qila," sapa salah seorang karyawannya yang direkrut oleh kedua orangtuanya.

"Pagi." Qila tersenyum ramah. Ia tidak suka dipanggil dengan sapaan Ibu yang membuatnya merasa sangat tua.

WasanaWhere stories live. Discover now