Bab 2

18.8K 1.8K 146
                                    

Pagi ini Aji sudah sampai di sekolah satu jam sebelum bel masuk berbunyi. Ia tidak mau mengulangi kesalahannya kemarin. Kelasnya masih sepi, belum ada yang datang sepagi ini kecuali dirinya sendiri.

Lelaki itu memutuskan untuk duduk di tempatnya. Dilepasnya jaket bermerek KT's yang belum dijual untuk umum berwarna biru dongker. Jaket itu memang sengaja dibuat oleh papanya, Gio karena anak laki-lakinya telah menjadi pelajar sekolah menengah atas.

Pintu kelasnya terbuka. Refleks, kedua mata Aji menatap ke arah depan kelas. Seorang gadis muncul dari balik pintu. Rambut hitam panjangnya mengingatkan Aji akan kedua kakak perempuannya. Wajah imutnya membuat Aji salah fokus.

Perempuan itu duduk tepat di bangku paling depan barisan yang sama dengan Aji. Iapun memutuskan untuk  mendengarkan musik dari ponselnya. Menikmati nada demi nada yang mampu membuatnya merasa semangat.

Tepukan di bahunya membuat lelaki itu terkejut. "What?"

"Udah daritadi?" Kadek duduk di tempatnya.

Aji mengangguk dan mematikan musik di ponselnya. "Lumayan, takut telat."

"Ji, lu beneran dari sekolah internasional?" Seorang gadis dengan rambut keriting di bagian bawah, bertanya.

"Iya." Aji menjawab seraya memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

Kedua mata gadis itu melirik merek jaket yang terletak di atas meja. "Lo suka pake KT's?"

Yang ditanya hanya menganggukkan kepalanya.

"Oh, iya. Gue Firla. Bisa kasih lo barang-barang KT's, kalau lo mau."

Aji menoleh, menunjukkan ekspresi tak mengertinya.

"Bokap gue kerja di kantornya, bagian produksi," ucap Firla dengan bangga.

"Makasih infonya, tapi gue gak nanya."

Firla menghentakkan kakinya, kesal. "Lo tuh gak usah belagu, gue tau bokap lo pasti bangkrut. Makanya sekolah di sini."

"Kalau gak tau apa-apa, diem," kata Aji dengan nada tenang.

"Mending buat gue aja, gue juga mau, kok." Seorang laki-laki berkulit gelap tersenyum ke arah Firla.

"Dih, ogah gue sama orang item kayak lo!" bentak gadis itu.

Aji berdiri dari duduknya. "Lo sama dia itu sama-sama ciptaan Tuhan! Gak usah sombong cuma karena kulit lo yang putih."

Nada tinggi Aji mampu menarik perhatian teman sekelasnya. Merasa malu ditatap oleh banyak orang, Firla menangis.

"Uuu sayang, sini sama Aa." Seorang lelaki yang tak kalah tampan dari Aji, hendak merangkul Firla.

Gadis itu bergedik ngeri. Buru-buru ia menghapus air matanya dan kembali ke tempat duduk. Tawa beberapa anak laki-laki di dekat Aji pecah. Menertawakan sifat Firla yang menurut mereka aneh.

"Kalau gak ada lo, pasti dia masih nangis," ucap anak berkulit gelap itu.

"Gue terlalu keras, ya?" tanya Aji dengan bingung.

"Nggak. Itu keren, kok. Anak kayak gitu emang harus dikasih tau." Cowok yang tadi hendak merangkul Firla, menunjukkan deretan giginya. "Gue Damar. Duduk sama Felix si China."

Aji menoleh ke meja sebelah kiri miliknya dengan Kadek. Ada seorang anak bermata sipit yang mengangguk ke arahnya. "China asli?"

Felix mengangguk. "Iya."

"Kenapa jadi Felix si China? Apa Felix gak keberatan?" Lelaki itu kembali menatap Damar.

"Karena ini pertama kalinya gue punya temen sekelas orang China!" jawabnya dengan bangga.

WasanaWhere stories live. Discover now