Bab 57

4.2K 753 93
                                    

Qila melangkah keluar dari walk in closet dengan setelan gaun di selutut berwarna coklat muda. Senyum tipisnya ia perlihatkan ketika menyadari kehadiran Fiqa yang kini sedang duduk di atas ranjang dan menatap ke arahnya.

Saudara kembarnya itu tersenyum. "Itu desain pertama aku setelah kerja di KT's."

Senyum Qila semakin melebar. "Cantik. Aku suka."

Fiqa berdiri, melangkah menuju meja rias. "Sini, aku bantu. Kamu harus keliatan cantik di depan Vero."

Qila menghampiri adiknya. Meski ia tahu bahwa Fiqa sangat menentang perjodohan ini, tetapi perempuan itu tetap memberikan dukungan sebanyak yang ia bisa.

"Aku udah belajar make up, tapi kenapa gak bisa sejago kamu, ya? Kamu make up sendiri aja." Fiqa terkekeh, mencoba mencairkan suasana.

"Masalah fashion, kamu jagonya." Qila ikut terkekeh.

Fiqa menyelesaikan tampilan rambut saudara kembarnya. "Kalau kamu ngerasa gak cocok sama dia, gak usah dipaksain, ya?"

Kini, Qila menatap pantulan wajahnya di cermin. "Malam ini, kamu pergi sama Ervano?"

"Nggak. Dia lagi di Singapura, baru berangkat tadi siang."

"Bukannya dia udah dua kali ke Singapura minggu ini?" Qila menunjukkan ekspresi terkejut.

"Besok sore juga udah di sini. Dia janji mau ngajak aku jalan." Fiqa merapikan pakaian saudara kembarnya. "Udah rapi."

Qila berdiri, menatap kedua mata Fiqa dengan tatapan penuh harap. "Nanti, kita triple date, ya?"

Meski sangat menentang perjodohan ini, melihat tatapan milik Qila, Fiqa merasa tak sanggup. Ia adalah orang yang paling mengerti perasaan perempuan itu. Semua orang pasti ingin merasakan apa itu cinta, begitu juga dengan Qila.

Fiqa mengangguk, tersenyum dengan tulus. "Iya."

Suara ketukan pintu terdengar, disusul oleh suara Aji dari balik pintu. "Kak, udah ditungguin papa."

Kedua anak kembar itu melangkah keluar kamar. Mulut Aji terbuka lebar ketika melihat sang kakak.

"You are so beautiful!"

Qila terkekeh. "Thank you, little brother."

"Wah, jangan sampe Vero nyakitin Kaela. Nyentuh Kaela pake ujung kuku, nanti aku bales pake tinju." Aji tertawa.

"Jangan berpikiran buruk tentang orang, gak baik," ucap Gio yang sudah berada di depan pintu kamarnya.

Qila tersenyum ke arah sang ayah. "Papa udah siap?"

"Udah, ayo." Gio merangkul pinggang anak pertamanya. "Hari ini, Papa cuma mau ngenalin kamu ke Vero, rileks, oke?"

"Kalau gak cocok, gimana, Pa?" tanya Aji secara tiba-tiba.

"Jangan dipaksain," ucap Gio.

Setelah berpamitan, keduanya pun melangkah pergi meninggalkan rumah.

Fiqa menatap kosong arah di hadapannya. "Kalau Kakek tau Qila dijodohin, reaksinya gimana, ya?"

Mel menghela napasnya. "Ganti baju, ayo kita jalan-jalan."

***

Keesokan harinya, Qila baru selesai merapikan tempat tidurnya.

"Qila, gimana? Ayo, cetita!" Fiqa yang baru bangun dari tidurnya, menunjukan ekspresi bersemangat.

"Dia baik, kayaknya. Dia juga punya tatapan tajam, kayak papa."

WasanaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ