Bab 20

11.2K 1.2K 115
                                    

Di part sebelumnya, aku bilang Aji duduk sama Felix itu salah ya. Dia duduk sama Kadek. Damar yang duduk sama Felix.

***

Aji baru saja menyelesaikan satu bab pelajaran untuk Hari Senin nanti ketika pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Aji, ada temen-temen kamu di luar," ucap Mel dengan sedikit berteriak.

Kening laki-laki itu mengkerut. Untuk apa teman-temannya datang berkunjung di Sabtu sore? Padahal, lusa adalah minggu ujian tengah semester. Tanpa berpikir lebih lama, kakinya melangkah menuju pintu kamar dan membukanya.

"Serius, Ma?"

Wanita di hadapannya itu mengangguk. "Liat aja sendiri kalau gak percaya."

Kakinya kembali melangkah, menuju pintu yang menghubungkan dengan balkon. Dari sana, ia dapat melihat teman-temannya yang masih duduk di atas motor.

"Hei!" teriaknya seraya melambaikan tangan. Senyumnya terukir.

Tanpa menunggu lama lagi, kakinya bergegas berlari menuju lantai bawah, meminta teman-temannya untuk masuk. Ada Arnaldo yang sedang berdiri di samping motor kesayangannya. Di dekatnya, ada Sean yang masih duduk di atas motor dan Damar di belakangnya.

Aji tersenyum lebar. Mempersilakan ketiga temannya untuk masuk ke dalam dan menuju kamarnya. Ruangan bernuansa putih itu terlihat berantakan dengan beberapa buku pelajaran di atas tempat tidur dan meja belajar.

"Ini masih hari Sabtu dan lo udah belajar buat hari Senin?" tanya Arnaldo.

Sean mengambil buku yang akan diujikan pada hari Selasa. "Lah, dia udah belajar materi ini."

"Loh, emang kenapa? Gue harus belajar lebih keras lagi buat ngerti bahasanya. Seharusnya gue udah belajar dari seminggu yang lalu, tapi malah asyik bucin Fanya." Aji terkekeh.

Mendengar nama gadis itu disebut, Damar menunjukkan ekspresi tak sukanya. Namun, Aji tidak menyadari.

Pintu kamar diketuk sekali. Dari balik pintu yang tidak ditutup sempurna itu, Mel muncul dengan senyuman khasnya. Ketiga teman Aji itu langsung mencium punggung tangan wanita itu.

"Temennya gak dikasih minum?"

Aji menunjukkan deretan giginya. Ciri khas ketika ia merasa salah.

"Tadi papa ke toko kuenya Kaela. Kamu ambil aja, ada di dapur. Sekalian sama minumnya udah Mama buatin." Mel tersenyum.

Anak laki-laki itu bergegas meninggalkan kamarnya.

Kini, Mel menatap Sean, Damar dan Arnaldo secara bergantian. "Makasih udah nyempetin main ke sini, ya."

"Santai aja, Tante." Damar tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya.

"Oh, iya. Kalau lagi musim ujian gini, Aji selalu terlalu keras buat belajar. Padahal gak ada yang nuntut dia buat dapet nilai sempurna. Tolong bantu Tante buat hibur Aji, ya?"

Ada tatapan penuh harap yang terpancar dari kedua mata wanita itu.

"Siap, Tante." Damar memberi hormat.

Mel tertawa. "Kamu yang namanya Damar? Aji suka cerita katanya kalau kamu suka ngelucu. Bareng sama Arnaldo."

"Yah, Aji gak pernah ngenalin Sean, nih?" Sean menunjukkan ekspresi pura-pura sedih.

"Aji selalu cerita tentang temen-temennya. Termasuk Sean si Orang Ambon." Mel kembali tertawa kecil.

"Ma, ngomongin orang itu gak baik." Aji muncul dengan nampan berisi empat gelas jus mangga dan beberapa kue yang diambil dari toko.

WasanaWhere stories live. Discover now