Detik-detik

60 37 14
                                    

Bissmillah ....
Awali semua dengan do'a yah sob.
Selamat menikmati alurnya. Jangan lupa vote dan komennya. 😍🙏

***

Seperkian jam ustadz Yislam diintrogasi dan dengan kuatnya bukti, terpaksa dirinya harus ditahan untuk menunggu putusan pengadilan.

Ustadz Wahid pun beranjak untuk kembali kehotel. Hisham membawa ibunya pulang.

***

"Kamu itu Kakak macam apa Hisham! Adik sendiri malah dijebloskan kedalam penjara. Gak punya hati kamu," sungut ibunya yang duduk di sebelahnya.

Hisham mengemudikan mobilnya kecepatan normal. "Biar Hisham bisa nikah sama Aisyah dan bisa ngusai harta Papah sendirian," batin Hisham mengulum senyum. "Mah ... Yislam memang salah. Mau gimana lagi coba? Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatan dia. Kita gak boleh egois Mah. Mamah lihat sendiri tadi siang gimana hancurnya Dira. Kasian Mah," urai Hisham.

"Alah kamu itu memang keterlaluan. Sama seperti Papah kamu!" tukas ibunya. "Pokoknya Yislam harus bebas. Mamah rela bayar uang jaminan besar untuk kebebasan Yislam," tambah ibunya.

"Mamah gak boleh gitu. Itu namanya gak adil buat Dira. Mamah juga perempuan, seharusnya Mamah bisa ngertiin perasaan Dira," timpal Hisham.

"Mamah juga seorang Ibu. Mana bisa Mamah diam aja, kalo anak kesayangan Mamah ditahan sama polisi."

***

Waktu menunjukkan pukul 22.00. Ustadz Wahid baru saja tiba di hotel. Dira sudah terlelap dalam pelukkan Aisyah di sofa.

"Bismillah," ucap ustadz Wahid menggendong Dira pelan-pelan dan merebahkan Dira di tempat tidur.

"Gimana Kak?" tanya Aisyah cemas.

"Alhamdulillah pelakunya sudah ditahan. Pelakunya itu ustadz Yislam yang selama ini kita kenal dengan ustadz Ibrahim. Dia melakukkan operasi plastik pada wajahnya. Untung ada dokter Hisham yang bawa beberapa bukti kuat," jelas ustadz Wahid duduk di sofa.

Aisyah tak bisa berkata-kata mendengar kebenaran itu. Begitu pun dengan Bagaskara.

"Ehm ... ustadz Wahid, aku pamit check-in kamar lain," tutur Bagaskara yang direspon dengan anggukan ustadz Wahid.

Bagaskara pun beranjak dari kamar itu.

***

Keesokkan harinya, mereka kembali kepondok pasantren bersama-sama. Keadaan Dira sudah lebih baik sekarang.

Perjalanan memakan waktu beberapa jam melalui jalur darat. Sesampai di area pondok, Bagaskara pun langsung menuju saungnya.

"Ehm Bagas," henti ustadz Wahid. "Nanti setelah ashar kamu kerumah saya, kalo gak ada kegiatan lagi."

Bagaskara hanya mengangguk dan masuk kedalam saungnya. "Assalamualaikum."

"Waalaikumssalam," sahut bi Diah.

"Kumshayam," sahut Jihan yang sedang memakan camilannya dengan senyum manisnya.

"Eh anak Pappi sudah bisa makan sendiri ya," tutur Bagas menghampiri Jihan dan memberikan ciuman.

KARA - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang