Pelabuhan

64 38 8
                                    

Bissmillah ....
Awali semua dengan do'a yah sob.
Selamat menikmati alurnya. Jangan lupa vote dan komennya. 😍🙏

***

"Permisi Mas, saya dengar ada berita ada temuan mayat di daerah sini. Boleh saya tau dibawa kemana sekarang jenazahnya?" tanya Bagaskara pada salah satu kuli panggul di sekitar pelabuhan.

"Oh iya Mas. Jenazahnya sudah dibawa ke rumah sakit Bhayangkara," jelas kuli panggul itu berlalu.

Segera Bagaskara beranjak dari pelabuhan menuju rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, Bagaskara bertemu dengan ustadz Wahid.

"Ustadz," panggil Bagaskara menghampiri ustadz Wahid.

"Bagas," sahut ustadz Wahid menoleh ke arah Bagaskara.

"Ustadz ngapain di sini?" tanya Bagaskara.

"Kebetulan kamu di sini. Ana mau kasih kabar. Aisyah meninggal," tutur ustadz Wahid santai.

"Innalillahiwainnailaihirojiun," ucap Bagaskara tak percaya. "Apa yang terjadi?"

Ustadz Wahid hanya menggeleng dan rautnya terlihat biasa saja. Tak ada kesedihan di wajahnya.

"Berhubung Aisyah sudah meninggal, nanti kamu nikahnya sama Dira saja," ujar ustadz Wahid.

Mendengar hal itu, Bagaskara memilih pergi.

***

"Mas," kata pemilik kedai menepuk pelan bahu Bagaskara.

Bagaskara terbangun dan terkejut, melihat dirinya masih berada di kedai.

"Sudah sore Mas. Saya mau tutup," kata pemilik kedai itu.

"Ehm iya. Maaf," ucap Bagaskara melihat segelas kopi di depannya yang masih utuh.

Bagaskara meludah ke kiri dan berdoa. Segera Bagaskara bangkit dari tempat duduknya. Berjalan gontai menyusuri terminal. Tak memiliki arah dan tujuan untuk mencari Aisyah.

"Haruskah aku ke pelabuhan?" gumam Bagaskara.

"Kenapa aku harus ke sana? Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Dira mungkin betul, Aisyah pergi untuk uang. Jangankan Aisyah, Alif dan Kakak aja berkhianat untuk uang. Hubungan, perasaan, dan ketulusan itu sudah gak penting sekarang. Yang penting uang!"

Bagaskara menaiki bus untuk kembali ke pondok pasantren.

Ting!
Notifikasi masuk ke dalam benda pipih milik Bagaskara. Segera Bagaskara meraba sakunya dan mengeluarkan benda itu. Sebuah pesan suara dari nomor tidak dikenal.

+6285386xxxx

Bagas, ini ana Aisyah. Lupakan soal pernikahan kita. Untuk biaya hidup kamu dan anak-anak aja masih susah. Gimana mau menyanggupi biaya hidup kita. Kamu jadi pimpinan pasantren juga, karena bantuan Kakak Wahid. Aku gak bisa hidup bersama orang miskin kayak kamu. Lupakan aku dan jangan berharap. Selama ini aku maksain diri buat terima kamu, hanya karena kasian. Sesaat aku mikir. Kenapa aku harus lakukan itu? Kenapa aku harus mengorbankan kebahagiaan aku untuk kamu? Gak penting banget. Aku sudah dapat yang lebih baik dan lebih kaya dari pada kamu.

KARA - ENDWhere stories live. Discover now