Runtuh 11

4.7K 217 8
                                    

Pukul setengah lima pagi Sarah sudah bangun sebelum mertua dan suaminya bangun, dia lekas ke kamar mandi cuci muka dan gosok gigi.

“Loh Mbak Sarah kok sudah bangun.” Itu suara Mbok Sumi.

“Eh, Mbok. Iya nih Mbok, aku mau ikut ke pasar.”

Mbok Sumi menatap Sarah penuh keterkejutan, pasalnya wanita paruh baya itu tau kalau Sarah berasal dari keluarga kaya raya dan dulunya seorang model. Sumi pasti tau kalau menantu majikannya ini tidak pernah pergi ke pasar.

“Mbak Sarah yakin mau ikut ke pasar?”

“Yakin, Mbok.”

“Tapi nanti kalau dimarahin tuan sama nyonya gimana?”

“Kenapa dimarahin. Kan niat aku baik mau bantuin Mbok.”

Mbok Sumi sungguh bimbang antara mengijinkan Sarah ikut dengannya atau melarangnya.

“Ayo Mbok keburu pagi nanti.”

Akhirnya mereka berdua pergi ke pasar naik sepeda motor. Ternyata pasar yang didatangi Mbok Sumi tidak seperti pasar yang ada dalam imajinasinya. Dia pikir pasar yang akan mereka datangi adalah pasar swalayan tapi ternyata pasar tradisional.

“Mbak Sarah.” Sarah menoleh kala Mbok Sumi memanggilnya. “Mbak Sarah bisa nunggu di sana kalau gak mau ikut masuk.” Mbok Sumi menunjuk seorang pendagang nasi pecel.

Sarah melihat banyak sekali orang yang tengah berjualan serta berbelanja bahan makanan. Seumur hidupnya dia tidak pernah menginjakkan kakinya di pasar tradisional, sungguh tidak pernah.

“Mbak Sarah, saya belanja dulu ya.”

Sarah lekas mengejar Mbok Sumi masuk ke dalam pasar. “Mbok Sum, tunggu!”

Semua orang yang ada di pasar memandang Sarah dengan tatapan yang sulit diartikan karena perawakannya sangat menonjol diantara orang-orang yang ada di pasar ini.

“Mbok, orang-orang kenapa lihatin aku sih. Aku jadi risih.” Bisik sarah pada Mbok Sumi.”

“Mungkin karena Mbak Sarah cantik.” Jawab Mbok Sumi.

“Mbok, ayo kita pulang, aku udah engap di sini.”

“Iya Mbak.”

Pukul 05.05 Sarah dan Mbok Sumi baru sampai di rumah.

“Loh, Sarah. Kamu habis ikut Mbok Sumi ke pasar?” tanya Erna.

“Iya Ma. Tadi aku bantuin Mbok Sumi belanja.”

“Emang kamu gak jijik ke pasar tradisional?”

Sarah terlihat kikuk. “Sebenernya jijik sih, Ma.”

Erna sudah menduga itu. Mana mungkin seorang putri seperti Sarah mau repot-repot pergi ke pasar tradisional.

“Ya udah, lain kali gak usah ikut kalau kamu gak suka.” Kata Erna.

“Iya Ma.”

Ketiga perempuan itu kini sudah berkutat di dapur membuat sarapan. Saat Sena sudah bangun, Sarah cepat-cepat masuk ke kamar, menyiapkan baju suaminya untuk dipakai ke kampus, begitu juga Erna yang melakukan hal sama.

Pukul 05.50 mereka semua sudah berada di meja makan untuk sarapan.

“Sarah kami berangkat dulu ya, kalau kamu bosan di rumah, kamu bisa ajak temen kamu ke sini.” Kata Hendra pada Sarah.

“Iya, Pa.”

Kedua orang tua Sena bekerja sebagai PNS, Hendra papa Sena bekerja di Dinas Pendidikan sedangkan mama Sena bekerja sebagai guru di salah satu SMA negeri di Surabaya, adik Sena juga baru memasuki bangku SMA. Jadi saat semuanya pergi hanya Sarah dan Mbok Sumi yang tersisa di rumah itu.

Runtuh : Luka dan Cinta (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang