#3 -- Misi Sinta

7.2K 340 0
                                    

Andini sedang ke perpustakaan kampus. Sinta bisa bebas bergerak. Dia beralasan sedang sakit perut dan pamit ke toilet agar Andini tak mencarinya.

Sinta terlihat gelisah. Berkali-kali dia hanya terlihat mondar-mandir tanpa melakukan sesuatu yang jelas. Wajahnya terlihat mencari-cari sesuatu. Tiba-tiba dia berjalan tergesa.

"Langit...!" serunya.

Orang yang merasa dipanggil namanya segera menoleh. Merasa sedikit heran menatap seseorang gadis berjalan menghampirinya. Keningnya berkerut. Mencoba mengingat.

"Aku Sinta."

Sinta mengulurkan tangannya. Tak lama tangan itupun disambut.

"Kamu bukannya yang waktu itu sama Andini?" tanyanya setelah berhasil mengingat wajah gadis itu.

Sinta mengangguk. "Aku sepupunya. Dan aku baru di sini."

"Terus ada apa kamu nemuin aku?" Langit masih terlihat heran.

"Aku mau ngobrol sebentar sama kamu. Nggak keberatan kan?" tanya Sinta sambil tersenyum.

Masih dengan benak penuh Langit mengangguk, lalu mengajak Sinta ke bangku kosong di bawah pohon yang tak jauh dari mereka. Sejujurnya Sinta pun merasa ragu harus menemui lelaki yang bahkan tak dikenalnya, namun rasa penasaran mengalahkan keraguannya.

"Andini tau kamu nemuin aku?" tanya Langit. Dipandangnya gadis yang duduk di sebelahnya.

"Justru dia jangan sampai tau. Ada yang perlu aku tanyakan sama kamu soal Andini."

"Memangnya ada apa?" Langit semakin penasaran dengan gadis yang baru ditemuinya ini.

"Sejak kapan kamu suka sama Andini?"

"Hei... pertanyaan macam apa itu? Kita baru kenal, Sinta." Langit merasa tak nyaman. Apa gadis ini bermaksud memintaku menjauhi Andini?

"Aku perlu tau."

"Kenapa kamu perlu tau?"

"Tolong jawab saja, Langit. Kalau memang kamu ingin tau apa yang mau aku tanyakan sebenarnya."

Langit memperbaiki posisi duduknya. Ditatapnya kembali gadis itu. Kentara sekali dari matanya rasa ingin tahu yang besar. Entah apa tujuannya, namun perasaan Langit mengatakan gadis itu tak punya maksud buruk.

"Ok.. aku cerita saja. Aku berteman sama Andini sejak awal kuliah. Dia teman yang menyenangkan. Lama-lama aku suka sama dia. Waktu itu aku bilang tentang perasaanku padanya, tapi Andini menolak tanpa alasan yang jelas. Kamu juga lihat kan kemarin itu, dia lebih suka menghindar dari aku. Entah kenapa aku merasa Andini berubah."

"Berubah? Sejak kapan kamu merasa dia berubah?"

"Setelah liburan semester kemarin."

Sinta tersentak. Jadi perasaannya selama ini memang tidak salah. Langit yang mungkin lebih sering bertemu Andini pun merasa dia berubah.

"Kapan kamu nembak dia?"

"Belum lama, baru sekitar beberapa minggu lalu."

"Sudah kuduga." gumam Sinta.

"Maksud kamu?" tanya Langit tak mengerti.

"Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan Andini."

"Sesuatu? Maksud kamu apa?" Langit semakin bingung.

"Thanks, Langit." Sinta beranjak berdiri.

Langit menarik tangan Sinta. Sinta terkejut.

"Ada apa sebenarnya?"

"Aku nggak bisa bilang sekarang. Aku harus pergi."

Sinta melepaskan tangan Langit. Saat hendak melangkah, Langit kembali menarik tangannya. Kali ini lebih kuat hingga Sinta terjatuh di pangkuannya. Sinta jadi malu sendiri.

"Aduh, Langit.. apaan sih.." Sinta langsung berdiri.

"Bilang dulu ada apa sebenarnya!" Walaupun Sinta telah berdiri, namun Langit tidak melepaskan tangannya.

Sinta mendesah.

"Ok. Lain waktu aku pasti cerita sama kamu. Sekarang aku harus pergi. Nanti Andini bisa curiga. Aku tadi cuma pamit ke toilet dengan alasan sakit perut. Kita bisa ketemu lagi, Lang."

Langit mengalah dan melepaskan tangan Sinta. Sinta pun segera pergi. Ia semakin yakin kalau perasaannya memang beralasan. Andini memang berubah. Sinta berusaha menerka-nerka. Ia belum yakin, namun pastilah ada sesuatu yang terjadi dengan sepupunya. Sinta bertekad akan mencari tahu walaupun Andini tetap bungkam.

***

RAPUHWhere stories live. Discover now