#7 -- Kecewa

6.6K 310 0
                                    

Sinta sama sekali tak mencegah kakaknya pergi. Dia merasa benar-benar kecewa dan malu. Kecewa, kakak yang selama ini jadi panutannya ternyata melakukan tindakan tak bermoral. Malu, sekaligus merasa bersalah pada Andini, sepupu dan sahabat yang disayanginya.

Sinta melangkah pelan ke kamar, ia ingin melihat keadaan Andini. Tampak Andini duduk memeluk lutut di ranjang dengan mata basah. Sinta menghampiri Andini, memeluknya sambil terus meminta maaf. Andini hanya menangis mendengar kata-kata Sinta.

"Aku juga salah, Sin. Aku lalai tidak bisa menjaga diriku sendiri." kata Andini sambil menyeka air matanya. Ia berusaha untuk tegar. Ia tahu Sinta pasti shock dan ikut merasa bersalah atas kejadian yang menimpanya.

"Aku cuma sedih kalau harus mengungkit peristiwa itu lagi. Aku nggak bisa maafin Mas Satya, tapi aku juga nggak bisa maafin diriku sendiri."

"Tapi Mas Satya sudah tega menghancurkan hidup kamu. Maafin aku, Din. Aku nggak bisa jadi saudara yang baik buat kamu."

"Sin, udah... bukan salah kamu. Waktu itu aku merasa harus menenangkan diri dulu, jadi aku pulang dengan tiba-tiba. Aku nggak mungkin bisa terus menerus bertemu kakakmu selepas peristiwa itu."

"Aku malu, Din. Bagaimana kalau Mama dan Papa tau hal ini? Mereka pasti kehilangan muka di depan orang tuamu."

Andini menggeleng. "Jangan... jangan katakan..."

"Tapi, Din.. mana bisa aku membiarkan kamu menghadapi ini sendiri. Apalagi kalau...." Sinta diam sejenak, menatap Andini ragu. "Kamu nggak lagi... hamil kan?"

Andini menggeleng pelan. Sinta kembali memeluk Andini.

"Jadi karena ini juga kamu menghindar dari Langit."

Andini mengangguk. "Aku jadi sedikit jaga jarak sama cowok."

Sinta paham, Andini pasti trauma.

"Sebenarnya kamu suka sama Langit?"

"Aku hanya menganggap Langit teman baik. Nggak lebih. Dia cowok yang baik dan menyenangkan. Aku nggak nyangka, kedekatan kami justru menumbuhkan perasaan lain di hatinya."

Sinta kembali menatap Andini.

"Din, maaf... Tolong jangan benci keluargaku."

Andini menggeleng. "Aku nggak benci sama keluargamu, Sin.. Nggak..."

"Tapi kamu benci sama Mas Satya..."

Andini terdiam.

"Malam itu kamu mimpi buruk apa juga karena Mas Satya?"

Andini mengangguk.

"Sering?"

"Aku berusaha melupakan, tapi mimpi itu selalu datang."

Sinta terdiam.

Tidak. Aku nggak akan biarkan Andini menanggung semuanya sendirian. Mas Satya harus mempertanggung jawabkan perbuatannya. Aku harus melakukan sesuatu. Demi Andini.

***

RAPUHOù les histoires vivent. Découvrez maintenant