#9 -- Rencana

6.3K 294 1
                                    

Sinta duduk di sebelah Langit. Ia merasa bingung harus memulai, tapi Langit harus tahu sesuatu, meskipun tak mungkin pula dia menceritakan aib yang terjadi antara Andini dan kakaknya.

"Jadi kamu mau cerita sebenarnya ada apa dengan Andini?"

Sinta menghela napas.

"Emm... Selama ini Andini sangat nyaman berteman dengan kamu. Dan dia ingin hubungan kalian seperti itu terus. Murni persahabatan. Bukan yang lain."

Langit menatap Sinta.

"Dia yang nyuruh kamu ngomong begini sama aku?"

Sinta menggeleng cepat.

"Sama sekali nggak... Aku cuma ingin kamu tau hal itu, Lang. Andini sayang sama kamu, Andini suka sama kamu, tapi hanya sebatas teman. Aku harap kamu mau menghargai itu. Kamu pasti tau, perasaan nggak bisa dipaksakan."

Langit terdiam. Berkali-kali ia membuang napas. Sinta merasa tidak enak sendiri.

"Ok." Akhirnya kata itu yang terucap dari bibir Langit. "Terima kasih, Sinta."

Sinta tersenyum. "Aku ingin hubungan kalian bisa kembali baik seperti dulu."

Langit tak menanggapi. Dia justru berdiri. "Aku cabut dulu."

Sinta langsung tersadar atas sikap Langit yang sedikit lebih dingin.

"Kamu mau ke mana?"

Langit mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan Sinta.

"Maaf aku nggak bermaksud.....
Tapi Langit... Percayalah, pasti suatu saat ada seseorang yang terbaik buat kamu." lanjut Sinta.

***

Sinta membuka pintu rumahnya. Akhir pekan ini ia memutuskan untuk pulang dulu. Andini sempat merasa gusar kalau sampai Sinta jujur pada orang tuanya. Tapi Sinta meyakinkan Andini kalau semua akan baik-baik saja. Lagipula cukup lama juga dia tidak pulang. Orang tuanya pun kaget karena Sinta tak mengabari sebelumnya. Setelah melepas kerinduan dengan mama papanya, Sinta mencari Satya.

"Kamu ini bagaimana? Masmu kan ada di Jakarta, tinggal di kontrakan temannya. Katanya sedang ada proyek di sana. Bukannya waktu itu dia juga datang ke rumah om Kevin?" jawab mamanya.

Sinta terkejut bukan main.

"Jadi waktu itu Mas Satya nggak pulang?"

"Sebenarnya ada apa? Satya memangnya tidak cerita sama kamu? Mama jadi bingung." Bu Lastri tampak khawatir.

Sinta ragu-ragu untuk menceritakan semuanya. Pasti mama dan papanya terpukul kalau mendengar semua ini. Tapi biar bagaimanapun mereka harus tahu, supaya masalah ini bisa diselesaikan. Orang tuanya pasti lebih mengetahui jalan keluar yang terbaik.

"Ma... Pa... sebenarnya ada yang mau Sinta sampaikan..." ujarnya dengan kepala menunduk.

Pak Handoko menatap putrinya yang terlihat takut. "Ada apa? Kamu mau pindah kuliah lagi."

Sinta menggeleng.

"Sebelumnya maaf... mungkin ini akan melukai perasaan Papa dan Mama... ini soal Mas Satya...."

Akhirnya dengan jantung berdebar-debar Sinta bicara. Seperti dugaannya, orang tuanya sangat shock mendengarnya. Apalagi Bu Lastri yang langsung histeris.

"Ya Allah.... Papa... bagaimana ini, Pa? Satya kenapa tega merusak anak gadis orang... bagaimana ini, Pa? Aku malu... aku malu pada adikku Lasmi..." Bu Lastri menangis terisak-isak.

"Om Kevin dan Tante Lasmi belum tau hal ini, Pa... Waktu Mas Satya ke sana, mereka sedang dinas ke Bandung." sambung Sinta.

"Anak itu bikin malu saja! Dia punya otak atau tidak?! Dilahirkan jadi laki-laki tapi tak bisa mengjaga kehormatan keluarga. Kalau sudah begini, Satya harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dia harus menikahi sepupumu. Besok kita berangkat ke Jakarta. Kita harus menemui Kevin dan Lasmi untuk minta maaf." kata Papanya.

Sinta hanya terdiam sambil memeluk mamanya yang masih menangis.

***

Keesokan harinya, mereka benar-benar berangkat ke Jakarta. Orang tua Andini kelihatan terkejut melihat kedatangan kakak dan kakak ipar mereka. Apalagi saat mendengar maksud mereka.

"Kami sungguh-sungguh minta maaf, Kevin... Lasmi... kami gagal sebagai orang tua." Pak Handoko menundukkan wajah di hadapan adik iparnya.

"Sudahlah, Mas... Mbak.. kami mau marah pun percuma.. semua sudah terlanjur terjadi. Ini aib untuk keluarga kita."

"Untuk itulah kami akan bertanggung jawab atas apa yang menimpa putri kalian. Tolong izinkan Satya menikahi Andini."

Pak Kevin dan Bu Lasmi saling berpandangan. Mereka sama-sama bertanya pada hati mereka. Baikkah menikahkan Satya dan Andini?

Andini dan Sinta duduk berdua di sudut ruangan yang terpisah dengan orang tua mereka. Sinta berkali-kali menenangkan hati Andini.

Pembicaraan orang tua mereka cukup lama. Andini justru semakin was-was saat mendengar rencana mereka menikahkannnya dengan Satya.

"Mas Satya itu sepupuku, Sin. Dia kakakmu."

"Sejak peristiwa itu terjadi, dia bukan lagi sepupumu. Dia orang lain. Kalau Mas Satya menyadari kalian adalah saudara, dia nggak akan tega melakukan itu."

Andini terdiam.

"Din, sebenarnya aku tau Mas Satya sudah lama menyukaimu." Kata Sinta pelan.

Andini terkejut. "Maksud kamu?"

"Waktu itu aku iseng melihat dompetnya dan....." Sinta menceritakan tentang foto mereka dan perhatian-perhatian Satya selama Andini tinggal di rumah mereka.

"Dia memperlakukanmu bukan sebagai adik, Din."

Andini yang kaget langsung menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi.

"Kamu mau ikut aku menemui dia besok? Aku dapat alamatnya dari Mama."

Semula Andini merasa ragu, namun akhirnya dia mengangguk.

***

RAPUHWhere stories live. Discover now