#20 -- Selamat Pagi, Cintaku

8.2K 291 6
                                    

Andini berusaha menggeliatkan badannya dengan mata yang masih terpejam. Ia merasa sesak dan sulit bergerak. Andini membuka matanya sedikit. Pantas saja. Tangan kokoh Satya memeluk tubuhnya erat. Perlahan ia menyingkirkan tangan Satya yang melingkari pinggangnya, namun si empunya tangan justru membuka matanya.

"Selamat pagi, Cintaku." Sapanya dengan suara serak khas bangun tidur.

Wajah Andini merona. Ia masih canggung bila Satya memanggilnya dengan panggilan mesra semacam itu. Merasa malu sendiri, Andini menarik selimut dan kembali berusaha menyingkirkan tangan Satya dari pinggangnya.

"Mau ke mana sih, Sayang?"

"Aku mau bangun. Minggir, Mas. Mau bikin sarapan." Jawab Andini sambil menjepit selimut di kedua lengannya.

Satya yang tak mau istrinya beranjak justru mempererat pelukannya. "Kita sarapan di kamar saja."

"Iya. Tapi lepasin. Aku bikinin dulu terus sarapan di sini." Andini menepis tangan suaminya. Namun Satya yang tanggap justru menarik tubuh Andini dan langsung menindihnya.

Andini melotot saat menyadari selimutnya melorot memperlihatkan dadanya. "Mas, lepasin.. udah pagi nih."

"Emang kenapa?"

"Sini selimutnya!" Andini merasa jengah karena Satya memandangi dadanya.

Satya menggeleng.

"Mas nggak kerja?"

"Ini sabtu, Sayang. Aku free. Cuma ngecek proyek aja nanti sore."

"Aku mau beres-beres rumah, Mas."

"Jangan menghindar, Andini."

"Katanya tadi mau sarapan?"

"Iya. Sarapan kamu."

"Semalam kan udah."

"Itu kan makan malam, Sayang."

"Mas ih..." muka Andini makin merah karena godaan suaminya.

"Mas, minggir dong! Sesak napas nih!" Andini berusaha menggerakkan dadanya yang dihimpit oleh dada Satya, namun suaminya itu tak menggubris sama sekali. Andini tak menyadari kalau suaminya sudah panas dingin karena gerakannya.

Hingga akhirnya Satya yang sudah tak mampu menahan hasrat langsung menenggelamkan kepalanya di leher istrinya. Andini mengerang. Tangannya meremas kuat bahu suaminya. Andini sudah belajar dari Satya. Ia tahu Satya adalah tipikal lelaki yang punya hasrat menggebu-gebu. Menolak pun sekarang juga percuma karena Satya terlanjur menguasainya.

Matahari sudah tinggi ketika Andini turun dari tempat tidur. Tak dihiraukannya tubuhnya yang polos.Langkahnya sempoyongan menuju kamar mandi. Kakinya begitu pegal karena terbuka berjam-jam. Andini menyalakan shower, membiarkan air dingin mengguyur tubuhnya. Ia terpejam meresapi kesegarannya.

Mas Satya...

Entah kenapa aku selalu tak bisa menolakmu

Entah kenapa aku selalu menginginkan sentuhanmu

Baru sejenak pikirannya melayang, Andini sudah dikejutkan dengan ketukan di pintu kamar mandi.

"Din, aku ikut mandi ya.."

***

Satya hanya mengernyitkan dahi melihat istrinya mondar-mandir memperhatikan dirinya di cermin. Matanya yang semula fokus menatap laptop membaca bahan skripsi Andini jadi terbagi.

"Ngapain sih kamu bolak-balik begitu?"

"Mas, aku gemukan ya?" Tanya Andini tanpa menghiraukan pertanyaan suaminya.

"Sedikit."

"Banyak kok. Lihat nih lengan sama perut aku tambah gede." Andini memposisikan dirinya di depan Satya yang duduk santai.

Satya mengulum senyumnya. "Ini juga tambah gede."

Andini langsung melotot saat Satya meremas pantatnya. "Mas, ih..."

"Lagian kamu ini kenapa sih? Tumben ribet soal penampilan."

"Kok aku belum hamil ya, Mas?"

Wajah Andini berubah murung. Satya menarik Andini duduk di pangkuannya.

"Kita kan nikahnya udah setahun lebih, Mas.."

Satya menghela napas. "Anak itu amanah dari Allah, Sayang. Allah sudah mengatur yang terbaik buat kita. Kapan waktunya, kita serahkan pada Allah."

"Tapi aku ingin punya anak, Mas."

Satya memeluk istrinya. "Aku juga ingin, Sayang. Tapi kamu kan juga masih muda. Nih skripsi aja belum kelar-kelar... ditelantarin melulu.." Satya menunjuk laptop dengan dagunya, berusaha mengalihkan pembicaraan agar Andini sejenak lupa. Satya sebenarnya tahu keinginan istrinya, terlihat dari banyaknya test pack yang sudah dicoba Andini.

"Aku kan capek, Mas.. kamu sih kalau ngajak begituan sampai lupa waktu.." jawab Andini sewot lalu beranjak dari pangkuan Satya, kembali menekuri laptopnya.

Satya hanya garuk-garuk kepala. Yahh.. kenapa aku yang disalahin?

***

RAPUHWhere stories live. Discover now