#22 -- Bersabarlah

7.4K 260 3
                                    

"Din..."

Satya membuka pintu depan. Tak terkunci. Ia menoleh ke sana kemari mencari istrinya.

"Andini..."

Dibukanya pintu kamar. Tidak ada. Dibukanya kamar mandi. Tidak ada. Satya beranjak ke dapur. Tidak ada juga. Kamu di mana sih, Din?

Satya mendesah. Diambilnya botol air putih dari kulkas. Saat hendak meneguk, pandangannya tertuju pada pintu belakang yang setengah terbuka. Satya mengembalikan botol yang dipegangnya ke kulkas lalu menuju ke halaman belakang. Benar saja. Dilihatnya Andini duduk terpekur di lantai. Dihampirinya sang istri dan menyentuh lembut bahunya. Andini mendongak.

"Dipanggil nggak nyahut ternyata melamun di sini." Satya kemudian duduk di samping istrinya.

"Mas kok udah pulang?"

"Aku kangen kamu." Goda Satya. Namun Andini hanya tersenyum tipis. Satya menangkap ada yang tak beres dengan istrinya.

"Ada apa sih, Sayang?"

Andini hanya menggeleng.

"Kamu nggak mau cerita sama aku?"

"Aku nggak apa-apa kok, Mas." Jawab Andini tersenyum yang Satya tahu itu sedikit dipaksakan.

Ada apa denganmu, Andini? Apa yang mengganggu pikiranmu?

"Mas, tadi aku bikin bakwan jagung. Aku ambilin ya. Jagungnya banyak lho kayak yang dibikin Mama Lastri."

Satya tersenyum mengiyakan. Andini pun beranjak berdiri dan bergegas masuk ke dalam. Ia tak menyadari sesuatu yang jatuh dari roknya. Satya memungut benda itu dari lantai. Ia menghela napas panjang.

Jadi ini yang membuatmu melamun... Andini, sampai kapan kau akan begini?

Satya langsung memasukkan benda itu ke sakunya ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Andini menyodorkan sepiring bakwan jagung dan secangkir teh ke suaminya.

"Cobain, Mas." Andini menyuapkan satu ke mulut suaminya. Satya langsung membuka mulut dan menggigitnya.

"Enak. Kamu lama-lama pinter masak."

Andini hanya tertawa kecil. Lalu menyuap sisa potongan bakwan yang tadi digigit Satya ke mulutnya sendiri.

Satya menatap istrinya dengan iba. Teringat test pack yang ditemukannya tadi. Entah sudah berapa puluh yang selama ini dicoba istrinya dan hasilnya tetap sama. Negatif. Satya mengerti keinginan istrinya. Keinginannya juga. Namun Satya yakin semua telah ditetapkan oleh-Nya. Satya yakin Allah akan memberikan yang terbaik untuk mereka berdua.

Bersabarlah, Andini-ku....

***

"Dini... Dini... Dini...." teriak Sinta begitu Andini membuka pintu rumahnya.

"Apaan sih histeris banget?"

"Langit ngelamar aku!!!" Serunya sambil jingkrak-jingkrak di depan pintu.

Andini langsung menarik tangan Sinta masuk ke rumah. "Malu-maluin aja deh kalau ada tetangga yang lihat."

"Aku kan lagi seneng, Din." Protes Sinta. "Emang kamu nggak kaget ya?"

Andini menjatuhkan tubuhnya ke sofa. "Ya ngapain kaget? Kan emang kamu sama Langit udah nempel banget kayak perangko. Sok-sokan bilang cuma temen tapi kelakuan ngalahin mesranya orang pacaran." Cibirnya.

Sinta cuma nyengir. "Rencananya sih Langit mau ngomong dulu sama Mas Satya. Habis itu kita ke Jogja deh minta restu Papa Mama. Pengennya sih bisa married tahun ini juga, Din."

"Udah ngebet ya kalian berdua?"

Sinta hanya cengengesan.

"Mas Satya pulang jam berapa nanti?"

"Mau ketemu hari ini juga"

"Kalau bisa sih." Sinta meringis.

"Tadi bilangnya kerjaan lagi agak santai. Paling jam lima udah sampai rumah. Kalian ke sininya habis isya' sekalian deh. Biar Mas Satya aku bilangin dulu. Tapi jangan kaget ya, kakak kamu sekarang protektif gitu deh. Langit harus siap-siap dibantai."

"Ah, Langit kan udah punya kerjaan. Jadi santai ajalah." Sahut Sinta cuek.

"Ye dibilangin juga..."

"Iya... iya, kakak ipar... By the way, masak apa, Din? Laper nih." Sinta menepuk perutnya.

"Ya udah, ayo makan. Aku bikin sup jamur sama ayam balado."

***

RAPUHWhere stories live. Discover now