Tidaaakk.....
Jangaaaan......
Lepasin......
Tolong.... hmmpph....
Brengsekk!!!
Jangan sentuh aku....
Ahh... Sakkiiiittt.....
"Dini... Dini... bangun, Din.." Sinta mengguncang tubuh sepupunya.
Malam ini ia memang tidur di kamar Andini karena kamarnya dipakai Satya. Sinta yang tadinya tidur nyenyak terusik ketika dirasakannya ranjang bergerak-gerak. Saat berbalik ia sungguh terkejut melihat Andini tidur dengan kening bersimbah peluh dan air matanya mengalir deras. Kepalanya menggeleng-geleng ke kanan kiri. Mungkinkah ia tengah mimpi buruk?
"Dini... bangun!" Sinta masih mengguncang tubuh Andini.
Tiba-tiba mata Andini terbuka dan ia langsung memeluk Sinta.
"Udah, Din... kamu tenang ya.. Kamu pasti mimpi buruk tadi."
Andini menggeleng-geleng. "Aku takut, Sin... aku takut..."
Sinta melepas pelukannya. Dilihatnya wajah Andini yang gelisah.
"Ada aku, Din. Tenang ya... Kamu takut apa?"
"Aku takut......." Andini langsung menghentikan kata-katanya.
Sinta menatapnya. "Kenapa, Din?"
"Nggak apa-apa. Kamu benar. Cuma mimpi buruk."
Sinta menyodorkan segelas air putih. "Minum dulu biar tenang."
Andini langsung meneguk habis airnya.
"Ya udah kita tidur lagi yuk. Nggak usah mikir aneh-aneh, Din. Berdoa dulu."
Andini mengangguk memaksakan senyumnya. Maafkan aku, Sin. Aku sungguh tak bisa mengatakan padamu.
***
"Aku tau kamu marah dan kecewa sama aku. Tentang kejadian itu, aku benar-benar minta maaf."
"Jangan bahas itu lagi. Kumohon." Jawab Andini pelan.
"Jangan menghindariku, Din. Aku benar-benar tersiksa karena rasa bersalahku." Satya menarik bahu Andini, menghadapkan padanya. Namun Andini tak pernah mau melihatnya.
"Aku sudah bilang, jangan bahas lagi. Aku masih menghormati Mas Satya sebagai saudara sepupuku." Ujar Andini dingin.
"Mana bisa begitu, Din? Ini nggak semudah membalikkan telapak tangan. Apa yang telah terjadi nggak mungkin bisa dihapus begitu saja."
"Lepaskan tanganmu! Jangan sentuh aku!"
"Aku benar-benar minta maaf, Din..." Satya menurunkan tangannya dari bahu Andini.
"Aku duluan ke kampus, kalau Sinta tanya." Andini bergegas keluar rumah tanpa menghiraukan Satya lagi.
Tanpa keduanya sadar, Sinta diam bersandar di belakang tembok. Hatinya dipenuhi rasa penasaran. Kejadian apa? Jadi memang benar telah terjadi sesuatu antara mereka?
"Mas..." panggilnya saat Satya berjalan melewatinya.
Satya terkejut saat melihat adiknya berdiri di balik dinding. Apakah Sinta mendengar semuanya?
"Apa yang aku nggak tau, Mas? Kalian jelas menyembunyikan sesuatu dariku."
"Maksud kamu apa?" Satya merasa tidak nyaman dengan tatapan tajam adiknya.
"Pastinya bukan tanpa alasan Mas Satya harus minta maaf sama Andini." sindirnya.
"Terserah penilaian kamu, Sin." Satya hendak melangkah ketika suara adiknya kembali terdengar.
"Sekalipun Andini atau Mas tetap bungkam. Aku yakin aku akan segera tau apa yang kalian tutup-tutupi selama ini."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH
RandomDia berbeda. Sungguh berbeda. Aku seakan kehilangan sosok ramah dan cerianya. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya, namun kupastikan aku akan segera tahu. - Sinta Ayudya Aku berbeda. Sungguh berbeda. Aku bukan aku yang dulu lagi. Aku tak bermaksud...