Chapter 2

32.1K 4K 218
                                    

"Kak Gadi?"

Respons pertama Nia setelah mendengar Agisa bercerita panjang lebar soal rencana pernikahannya dua bulan ke depan.

"Kak Gadi yang... wait," Nia berhenti berjibaku dengan make-up romever lalu menyusul Agisa ke ranjang. Mimiknya dua kali lebih serius. "Maksud kamu, Kak Gadi kecengan kita sejak SD? Yang bantu kita cari cacing buat praktek Biologi itu? Yang lihat kita bolos, terus main bowling di mall, lalu pulangin kita ke orangtua masing-masing?"

Agisa mengangguk. Vaya mengimbuh dari meja kerja Nia, "Jangan lupakan bagian terpenting: Kak Gadi yang nekat Gisa cium! Lalu memperlakukan Gisa kayak puppy waktu Gisa nembak dia."

Pipi Agisa memerah seperti hidung badut. Boneka babi dalam pelukan ia gunakan menutup wajah. Terkenang kembali kejadian memalukan masa putih-biru. Di hari kelulusan, Gisa menyatakan cinta pada Gadi. Lelaki itu merespons lewat kuluman senyum. Gisa bahkan nekat mencium bibir Gadi sekadar membuktikan bahwa dia cukup dewasa untuk lelaki itu. Alih-alih menerima, yang Gisa dapatkan hanya tepukan di kepala plus nasihat agar rajin belajar.

"Gara-gara itu juga Gisa pilih SMA di Singapura. Untuk menghindari Kak Gadi-Gadi ini." Vaya tergelak puas.

"Tapi happy ending juga, kan." Nia berbaring di sebelah Agisa dan memeluknya, gemas. "Kamu mau nikah sama laki-laki yang menyaksikan tumbuh kembangmu!"

Pada akhirnya wajah Agisa menyembul di antara lengan Nia dan boneka babi. "Kami beda 12 tahun. But, i find it romantic. Am i weird?"

"No. Lo beruntung. Kak Gadi itu... gimana, yah, gue deskripsikan." Vaya mengambil tempat di kaki ranjang. Matanya menerawang. "Nggak ganteng-ganteng banget, sih. Tapi nggak tahu kenapa, mata gue nggak bisa berpaling kalau lagi liatin dia. Perawakannya, tuturnya, pembawaannya pokoknya pas banget!"

"Berkharisma dan wibawa kali ya?" simpul Nia.

"Mungkin benar kata orang: yang bikin kita menarik justru kepribadian, bukan muka."

"Agree with you. Vay!"

"Dari dulu gue suka cowok yang matang. Tapi dapatnya malah suami brondong menyala-nyala."

"Hush!" Nia menimpuk Vaya dengan bantal keropi. "Kalau Fatar dengar, bisa dicilokin lo."

Mereka berdua terkekeh sementara Agisa masih sibuk senyum-senyum sendiri menapak-tilas memori. Teringat sesuatu, gadis itu membuka ponsel.

"Lihat, deh." Gisa menunjukkan foto candid Gadi. Dalam potret itu, Gadi tampak serius mengobrol dengan Bara. Matanya yang fokus melihat lawan bicara selalu jadi favorit Gisa. "He's cute. Isn't he?"

"Ya!"

"Btw, this guy will be my husband soon!" umumnya, jemawa.

Nia dan Vaya memutar mata. Sementara Agisa terkekeh bahagia. Ternyata, begini rasanya membanggakan calon suami?

"Eh, btw, gue penasaran. Orang sekalem Kak Gadi, mantan pacarnya gimana, ya? Tipe perempuan seperti apa yang dia pacarin sebelum ini?"

Pertanyaan bagus. Tapi Agisa tidak bisa menjawabnya.


***


Mantan

Pernikahan tinggal menghitung hari. Tapi, Gisa lupa membahas topik sepenting itu.

Secara tidak langsung pertanyaan Vaya dua hari lalu adalah perintah untuk bicara dan gali informasi sebanyak mungkin soal histori cinta Gadi. Orang pertama yang dijadikan Gisa sebagai informen adalah papanya sendiri. Sebab secara struktural, Bara berada di deretan paling atas untuk sosok yang lebih dulu 'jatuh cinta' pada Gadi. Dari SMP, hingga sedewasa ini, Gadi tumbuh dan berproses dalam pengawasan Bara. Wajar saja lelaki itu tahu apa pun tentang Gadi.

Decision!Where stories live. Discover now