Chapter 12

20.6K 3.1K 233
                                    

apdet pagi. tumben 😂

***

Lapar itu musibah dalam skala kecil-tapi berefek besar. Kali ini, Agisa merasakan. Terjaga pukul tiga pagi. Cacing di perut membentuk sebuah kelab dan berdisko di sana. Agisa sampai gemetaran. Titik keringat menyebar di pelipis.

Mungkin, ini akan jadi lebih romantis bila Gadi sedang tidur di sisi. Suaminya itu seperti pakar mikro ekspresi. Dia bisa membaca apa pun perubahan wajah ketika Gisa sedang tidak enak badan. Gadi juga mengerti baik komunikasi gerakan. Satu gerakan resah yang tercipta, dia pasti langsung bangun dan memeriksa keadaan Agisa. Benar-benar siaga.

Tadi, saat berada di masa peralihan sebelum ke alam mimpi, Gisa dengar suara Gadi di luar. Lelaki itu tidak mengetuk pintu apalagi mengemis untuk masuk. Gisa biarkan Gadi mengobrol dengan Ibu Daniyah dan Nana. Mereka terdengar seperti ... keluarga bahagia. Bagus. Bahkan dalam rasa kantuk kualitas tinggi pun, sempat-sempatnya Agisa cemburu. Karena jengkel, Agisa terlelap tanpa sudi menyapa suaminya.

Namun, Tuhan tidak pernah suka jika seorang istri bersikap kurang ajar. Terbukti, berselang beberapa jam, Agisa langsung menerima ganjaran. Dia terbangun. Kelaparan. Dan benar-benar butuh Gadi! Mungkin karena... sudah terbiasa ditemani di rumah ini, sampai aktivitas sekecil pergi ke toilet yang terletak di dapur pun pasti diikuti. Membayangkan bangun tengah malam dan makan sendirian, mata Agisa langsung berkolam.

Apa Gadi benar-benar pulang ke rumah Bara?

Sebelum berubah pikiran, Agisa mencari ponsel lalu menghubungi Gadi. Hanya dua kali dering, telepon itu terhubung.

"Gisa bangun?" Suara Gadi masih terdengar prima. Tidak ada tanda-tanda bahwa telepon Agisa mengganggu tidurnya.

"Kakak di mana? Kenapa belum tidur?"

"Kakak nggak bisa tidur. Takut Gisa kebangun karena lapar. Ibu bilang Gisa belum makan. Tadi juga Gisa nggak makan apa-apa di kantor, kan?"

Gisa memang benar-benar lapar. Tanpa banyak bicara, dia bergegas membuka pintu. Ragadi Tungga Putra sudah berdiri di depan. Wajahnya tampak kuatir.

"Makan dulu, ya? Karena ngambek juga butuh tenaga."

Itu benar-benar kalimat serius. Pun, Agisa yakin Ragadi tidak pernah pandai bercanda. Lelaki itu bahkan tak sadar bahwa kalimat dalam permohonannya itu sering digunakan orang-orang di luar sana sebagai bahan lelucon.

"Kakak hangatin makanan dan temenin Gisa makan, ya? Tapi, Kakak janji nggak akan minta Gisa urungkan hukuman. Kakak tetap tidur di luar, sesuai permintaan Gisa."

Kalau sudah begini, Iblis siapa pun pasti akan luluh. Apalagi Malaikat cantik seperti Agisa.


***

Sukuran rumah baru Agisa dan Gadi lagi-lagi berjalan intim. Tamunya hanya keluarga inti dan beberapa rekan kerja. Kali ini yang berbeda adalah kehadiran 500 anak yatim piatu yang diikutsertakan dalam ritual pembacaan doa syukur.

Gagasan ini jelas datang dari Gadi-walau dari awal Agisa sempat bilang bahwa dia ingin membuat pesta besar bersama sahabat dan teman kantor. Rencananya, akan ada pembacaan doa, potong tumpeng, makan malam dan hiburan berupa live music dari salah satu band Indie. Namun, nasihat Daniyah minggu lalu benar-benar mengubah niat Agisa.

Decision!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang