Chapter 18

25.6K 3.8K 526
                                    

Sapuan rasa sedih merudung hari-hari Agisa selanjutnya. Selama ini, dia tipe perempuan yang spontan; menyuarakan apa pun di kepala. Namun, Agisa tidak pernah siap menanyakan perihal fakta yang ia dapat dari rekaman itu. 

Ini tidak klise. Ragadi butuh berjuang untuk menerima. Walau cinta yang hadir adalah bayaran setimpal dari usahanya, tetap saja, bayangan bagaimana laki-laki itu mencoba untuk jadi orang buta agar tidak melihat wanita lain, bagai busur panah, menancap langsung ke hati Agisa.

Dalam judul ini, Agisa tidak bangga ada di posisi yang diupayakan.

"Gisa baik-baik saja hari ini?"

Tempat tidur di sisi Agisa terisi. Lalu, ia rasakan sebuah pelukan dari balik punggung. Tak ada kutu yang menggerayangi perut Agisa—sensasi setiap kali Gadi merengkuhnya. Kali ini, semuanya tawar. Apalagi, saat hidung Gadi menapakjejak di tengkuk. Gemulai tubuh Agisa mengencang antisipasi. Dia heran, sejak kapan pelukan Gadi bergeser esensi?

"Kangen. Empat malam Gisa tidur sama Ibu."

Rendah pendar lampu kamar, pelukan yang disinyalir sebagai permintaan, aksi-aksi kecil di lehernya. Agisa tahu Gadi sedang menginginkan apa.

"Gisa lagi nggak mood. Maaf."

Bukannya terhenti, pelukan di pinggang Agisa makin lekat. "Kakak nggak minta apa-apa. Cuma pengin peluk Gisa. Tolong jangan marahin Kakak karena ini." 

Agisa berbalik. Wajah mereka berjarak empat jari. Dalam remang, ia memelajari profil wajah Gadi. Kenapa mata setulus ini, bisa menyimpan rahasia besar? Kenapa bibir yang nyaris tidak pernah mengucap kebohongan, bisa memenjarakan kenyataan sebenarnya?

"Kalau jodoh Kakak bukan Gisa, Perempuan seperti apa yang akan Kakak pilih dan jadikan pendamping hidup?" Tiba-tiba, Agisa bertanya.

Ragadi menggeleng. "Nggak ada 'kalau'. Nggak ada 'andai' Nggak ada 'misal' dalam tulisan Tuhan tentang jodoh. Apalagi typo."

Pelukan itu mengerat tapi Gadi mulai bergerak mencari posisi nyaman untuk tidur. Itu tandanya, obrolan mereka tak akan berlanjut.

Hingga napas-napas Gadi melembut, Agisa masih terjaga. Sepasang mata wanita itu nanar menyapu langit-langit kamar. Ya, memang, Tuhan tidak pernah typo menulis tentang jodoh, tapi, bagaimana jika ... tulisan di sana tidak memasangkan nama mereka? Sebab selama ini yang mereka jalani adalah skenario manusia bernama Bara.

Tiba-tiba Agisa ketakutan. Bagaimana jika skenario sebenarnya baru akan ditunjukan setelah ini? Apakah dia siap menerima orang lain? Dan terutama, apakah dia rela melepas Gadi untuk sosok lain?


***


"Kamu nggak enak badan?" Munculnya Daniyah pecahkan kasak-kusuk di kepala Agisa.

"Hm? Eng... Gisa baik-baik aja."

Gadi datang, segera Agisa palingkan muka. Dua hari ini, wajah laki-laki itu adalah objek pandang paling mengerikan. Wanita itu berlalu ke dapur. Dan kembali bersama beberapa piring hidangan yang sudah dimasaknya bersama Daniyah. Ketiganya membudari meja lalu mulai melahap makan malam itu dalam diam.

"Kalian berantem?" Daniyah berhenti sejenak demi mencermati menantunya. Paras itu kehilangan semburat. Rona yang lenyap pendarnya.

Decision!Where stories live. Discover now